Pertengahan Mei 2022 lalu, sebuah tim pemasangan kalung sistem penentu posisi global (GPS collar) bergerak menuju lokasi dimana dua kelompok gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) liar sering melintas di kawasan konsesi perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Simpang Heran, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Tim terdiri dari personel BKSDA Sumatera Selatan, Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS), dokter hewan, mahout (pawang) dan penembak bius.
Pemasangan GPS collar dilakukan di kantong habitat Sugihan-Simpang Heran yang berada di area konsesi mitra pemasok APP Sinar Mas, PT Bumi Andalas Permai (BAP). Di kawasan ini terdapat tiga kelompok gajah. Namun kali ini, pemasangan GPS collar hanya ditujukan untuk dua individu gajah yang hidup di dua kelompok gajah.
Kedua gajah sumatra liar itu berjenis kelamin betina. Namanya Meilani (40 tahun) dengan berat 2.812 kg dan Meisi (30 tahun) dengan berat 2.545 kg. Keduanya dinilai memenuhi syarat untuk dipasangi GPS Collar karena sudah berusia lebih dari 25 tahun, tidak dalam kondisi mengandung dan menjadi gajah dominan di kelompoknya. Selain dipasangi GPS Collar, dilakukan juga pengukuran lingkar badan, lingkar kaki termasuk pengambilan sampel darah.
Pemasangan dilakukan untuk memantau pergerakan kelompok gajah sumatra sebagai upaya mitigasi konflik antara manusia dengan satwa dilindungi. Kelompok gajah yang akan dipasang GPS collar tersebut merupakan kelompok yang pernah berkonflik dengan manusia pada Rabu 4/5/2020 lalu.
Pemetaan area jelajah gajah sangat diperlukan untuk mendeteksi kebiasaan gajah dalam menjelajahi wilayahnya. Ketika kelompok gajah itu masuk ke permukiman, warga bisa mendapatkan peringatan dini dari pihak berwenang agar lebih waspada dan menyiapkan diri ketika wilayahnya dilewati kelompok gajah. Dengan begitu konflik antara manusia dan gajah bisa diminimalisasi.
Tidak hanya masyarakat, perusahaan yang area konsesinya dilalui kawanan gajah liar pun bisa memanfaatkan pemasangan GPS collar ini sehingga dalam pengembangan perusahaan tidak bersenggolan dengan kawasan jelajah gajah. Pemasangan GPS collar masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat bahwa pemasangan tersebut bukan untuk menyelesaikan konflik. Jangan sampai masyarakat berpikir jika sudah dipasang GPS Collar maka konflik sudah selesai.
ANTARA FOTO/ Nova Wahyudi
Pemasangan GPS collar dilakukan di kantong habitat Sugihan-Simpang Heran yang berada di area konsesi mitra pemasok APP Sinar Mas, PT Bumi Andalas Permai (BAP). Di kawasan ini terdapat tiga kelompok gajah. Namun kali ini, pemasangan GPS collar hanya ditujukan untuk dua individu gajah yang hidup di dua kelompok gajah.
Kedua gajah sumatra liar itu berjenis kelamin betina. Namanya Meilani (40 tahun) dengan berat 2.812 kg dan Meisi (30 tahun) dengan berat 2.545 kg. Keduanya dinilai memenuhi syarat untuk dipasangi GPS Collar karena sudah berusia lebih dari 25 tahun, tidak dalam kondisi mengandung dan menjadi gajah dominan di kelompoknya. Selain dipasangi GPS Collar, dilakukan juga pengukuran lingkar badan, lingkar kaki termasuk pengambilan sampel darah.
Pemasangan dilakukan untuk memantau pergerakan kelompok gajah sumatra sebagai upaya mitigasi konflik antara manusia dengan satwa dilindungi. Kelompok gajah yang akan dipasang GPS collar tersebut merupakan kelompok yang pernah berkonflik dengan manusia pada Rabu 4/5/2020 lalu.
Pemetaan area jelajah gajah sangat diperlukan untuk mendeteksi kebiasaan gajah dalam menjelajahi wilayahnya. Ketika kelompok gajah itu masuk ke permukiman, warga bisa mendapatkan peringatan dini dari pihak berwenang agar lebih waspada dan menyiapkan diri ketika wilayahnya dilewati kelompok gajah. Dengan begitu konflik antara manusia dan gajah bisa diminimalisasi.
Tidak hanya masyarakat, perusahaan yang area konsesinya dilalui kawanan gajah liar pun bisa memanfaatkan pemasangan GPS collar ini sehingga dalam pengembangan perusahaan tidak bersenggolan dengan kawasan jelajah gajah. Pemasangan GPS collar masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat bahwa pemasangan tersebut bukan untuk menyelesaikan konflik. Jangan sampai masyarakat berpikir jika sudah dipasang GPS Collar maka konflik sudah selesai.
ANTARA FOTO/ Nova Wahyudi