Tempat & Tanggal Lahir
Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia, 3 Mei 1978
Karir
- Jurnalis Metro TV
- Anggota DPR RI DPR RI (2010 - 2014)
- Wakil Ketua Wakil Ketua Komisi I DPR (2010)
Pendidikan
- University of New South Wales, Australia
Detail Tokoh
Meutya Viada Hafid adalah anggota Komisi I DPR Republik Indonesia dari Partai Golkar pada masa jabatan tahun 2009-2014. Wajahnya sering menghiasi layar kacar sebagai jurnalis di Metro TV. Meutya membawakan berita serta menjadi presenter di beberapa acara, Namun, seiring berjalannya waktu dan banyaknya pengalaman saat menjadi wartawan, Meutya pun memilih untuk terjun langsung ke dunia politik praktis.
Dalam pemilihan caleg di Dapil Sumatera Utara I, ia kalah tipis dari politisi Partai Golongan Karya, Burhanudin Napitupulu atau yang akrab disapa Burnap. Tetapi ketika Ketua DPR Komisi II itu tutup usia dalam masa kerjanya, Meutya yang diusung partai yang sama mengangkatnya untuk menjadi anggota DPR Pengganti Antar Waktu (PAW) di Komisi XI.
18 Februari 2005 adalah tanggal yang amat penting dalam karir jurnalistik Meutya Hafid. Ia dan rekannya juru kamera Budiyanto diculik dan disandera oleh sekelompok pria bersenjata ketika sedang bertugas di Irak. Kontak terakhir stasiun tv tempatnya bekerja, Metro TV, adalah pada 15 Februari atau tiga hari sebelum penculikan itu terjadi. Setelah melewati serangkaian proses yang alot, mereka akhirnya dibebaskan pada 21 Februari 2005.
Pengalaman menegangkan itu dituangkan Meutya dalam sebuah buku yang diluncurkan pada tanggal 28 September 2007. Buku yang berjudul 168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak itu,ditulis sendiri oleh Meutya.
Meutya Viada Hafid lahir di Bandung, Jawa Barat, 3 Mei 1978. Ia dikenal sebagai anggota Komisi I DPR Republik Indonesia dari Partai Golkar pada periode tahun 2009-2014. Sebelumnya ia bekerja sebagai jurnalis di Metro TV. Di Metro TV, Meutya membawakan berita serta menjadi presenter di beberapa acara.
Pada 11 Oktober 2007, Meutya Hafid terpilih sebagai pemenang Penghargaan Jurnalistik Elizabeth O'Neill, dari pemerintah Australia. Penghargaan ini dianugerahkan setiap tahun untuk mengenang mantan Atase Pers Kedutaan Australia Elizabeth O’Neill, yang gugur dalam tugasnya pada 7 Maret 2007 dalam kecelakaan pesawat di Yogyakarta.
Penghargaan diberikan kepada satu orang jurnalis Australia dan satu orang jurnalis Indonesia, diserahkan langsung oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia Bill Farmer. Dari Australia, jurnalis ABC Radio Australia bernama Joanna McCarthy terpilih menjadi pemenang.
Dengan kemenangan itu, Meutya menjalani program 3 minggu di daerah pedalaman untuk mengembangkan pengertian dan apresiasi lebih baik terhadap isu kontemporer yang dihadapi Australia dan Indonesia. Dubes Farmer menilai Meutya yang saat itu menjadi pembawa acara berita unggulan Metro TV dan acara perbincangan seperti Top Nine News, Today’s Dialogue dan Metro Hari ini, adalah pilihan “paling tepat” sebagai pekerja keras, profesional dan jurnalis yang berdedikasi dengan pengalaman luar biasa.
Pada 19 Februari 2008, Meutya meraih penghargaan alumni Australia 2008 untuk kategori Jurnalisme dan Media, bersamaan dengan pemilik grup Lippo Dr. James Tjahaja Riady yang menerima penghargaan serupa untuk kategori kewiraswastaan.
Meutya menjadi satu dari 30.000 pelajar dan mahasiswa Indonesia di Australia dalam 50 tahun terakhir yang menunjukkan prestasi gemilang dan berkontribusi besar membuat lingkungan sosial Australia lebih berwawasan dan mendekatkan kedua bangsa. Penghargaan diberikan di hadapan sekitar 700 alumnus Australia dan kalangan diplomat RI yang pernah bertugas di Australia. Turut hadir mantan menteri Hartarto dan pengusaha ternama Noke Kiroyan.
Pada 9 Februari 2012, Meutya menjadi satu di antara lima Tokoh Pers Inspiratif Indonesia versi Mizan, karena dianggap sebagai tokoh besar di balik perkembangan pers nasional. Meutya menjadi satu-satunya perempuan yang duduk di antara tokoh pers inspiratif tersebut, dan juga yang termuda meraih penghargaan tersebut. Selain itu, juga sastrawan dan pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad, tokoh pers Indonesia Rosihan Anwar, serta Andy F. Noya yang menjadi host acara "Kick Andy" di Metro TV.
Karir politik Meutya tidak hanya sampai ke parlemen. Pada 2010, Meutya berpasangan dengan H Dhani Setiawan Isma S.Sos sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Binjai periode 2010-2015, diusung Partai Golkar, Demokrat, Hanura, PAN, Patriot, P3I, PDS serta 16 partai non-fraksi DPRD Binjai.
Deklarasi pasangan Dhani-Meutya didukung Partai Golkar sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan di Gedung Patar Hall, Jalan Tengku Imam Bonjol, Binjai Kota, pada 17 Februari 2010.
Sayangnya, Meutya kalah dalam pertarungan pilkada itu. Saat itu, diduga ada kesalahan rekapitulasi penghitungan suara di Tingkat PPK Binjai Barat, Binjai Utara, Binjai Timur, Binjai Selatan dan Binjai Kota. Suara Dhani-Meutya juga diduga berkurang sebanyak 200, dari seharusnya 22.287 menjadi 22.087 suara.
Karir Meutya di parlemen pun bukan hal yang dia sangka-sangka sebelumnya. Awalnya ia tidak menyangka bisa menjadi anggota DPR RI. Di pemilihan caleg di Dapil Sumatera Utara I, ia kalah tipis dari politisi Partai Golongan Karya, Burhanudin Napitupulu atau yang akrab disapa Burnap. Tetapi ketika Ketua DPR Komisi II itu tutup usia dalam masa kerjanya (Agustus 2010), Meutya yang diusung partai yang sama, ditunjuk untuk menjadi anggota DPR Pengganti Antar Waktu (PAW) di Komisi XI.
Selama 17 bulan berkutat di bidang Keuangan dan Perbankan, Meutya lantas dipindah ke Komisi I yang membidangi urusan Pertahanan, Luar Negeri, Komunikasi, dan Informasi. Komisi inilah yang sangat cocok dengan latar belakangnya di media.
Ketika organisasi massa yang didirikan Surya Paloh, yakni Nasional Demokrat, berganti baju menjadi partai politik pada 25 Juli 2011, Meutya yang dekat dengan Surya Paloh yang adalah atasannya ketika berkarya di Metro TV, termasuk di antara kader Golkar yang mundur dan merapat ke Nasdem.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan seluruh anggota Fraksi Partai Golkar memilih mundur dari Nasional Demokrat. Pengunduran diri kader Golkar itu diumumkan pada Kamis, 11 Agustus 2011 yang merupakan tenggat bagi kader Golkar untuk memilih bertahan di partai berlambang beringin tersebut, atau pindah ke Nasdem.
Selama menjadi wakil rakyat, Meutya tidak hanya berpegang pada Partai Golkar. Ia juga menjadi salah satu fungsionaris Nasional Demokrat dan menjabat sebagai Ketua Bidang Perempuan, Pemuda, dan Mahasiswa.
Belakangan, hal ini menjadi masalah saat Surya Paloh selaku mantan Ketua Dewan Penasehat Golkar mengeluarkan ultimatum kepada kadernya untuk terlibat dalam ormas yang berpotensi menjadi partai politik tersebut. Meutya mengaku tidak mendapat informasi tersebut. Ia merasa hubungannya dengan Golkar justru baik-baik saja.