Menuju konten utama
Djaja Suparman

Djaja Suparman

Mantan Perwira Tinggi Militer TNI Angkatan Darat

Tempat & Tanggal Lahir

Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia, 11 Desember 1949

Karir

  • Mantan Perwira Tinggi Militer TNI Angkatan Darat

Pendidikan

  • Akademi Militer (1972)

Detail Tokoh

Djaja Suparman merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1972 yang berasal dari kesatuan infanteri baret hijau. Penugasan pertamanya adalah di Kediri, sebagai Komandan Peleton (Danton). Beberapa waktu kemudian ia dipercaya sebagai Komandan Yonif 507/Sikatan (Surabaya), yang merupakan pasukan andalan Kodam V/Brawijaya.

Sesudahnya, ia dipercaya sebagai Komandan Distrik Militer (Dandim) di Probolinggo. Kemudian ditarik ke Makodam V/Brawijaya, sebagai Waasops Kasdam V. Setelah berdinas di staf, Djaja ditarik kembali ke satuan tempur, sebagai Komandan Brigif 13/Galuh Kostrad (Tasikmalaya).

Kariernya terus semakin menanjak setelah ia dipercaya sebagai Komandan Resimen Taruna Akmil di Magelang. Sesudah menjadi Danmentar, bintang satu diraihnya saat dipercaya sebagai Kasdam II/Sriwijaya. Setelah bertugas di Palembang, ia kembali lagi ke Surabaya, sebagai Pangdam V/Brawijaya, dengan pangkat Mayjen. Kemudian pada akhir Juni 1998, Djaja dipercaya memegang komando sebagai Pangdam Jaya menggantikan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin.

Pada bulan November 1999, Djaja ditunjuk sebagai Pangkostrad menggantikan Letjen TNI Djamari Chaniago, pangkatnya pun naik menjadi jenderal berbintang tiga atau Letnan Jenderal. Namun ia hanya sebentar menjadi Pangkostrad setelah pada bulan Maret 2000 ia digantikan oleh Letjen TNI Agus Wirahadikusumah. Setelah itu ia pun menjabat sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI (Dan Sesko TNI) dan sebelum akhirnya pensiun ia menjabat sebagai Inspektur Jenderal TNI (Irjen TNI).

Pada 26 September 2013, di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Djaja divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 30 juta atas kasus korupsi senilai Rp 17,6 miliar ketika ia masih menjabat sebagai Pangdam Brawijaya. Ia juga masih harus menyerahkan uang pengganti sebesar Rp 13,3 miliar, jika tidak mampu mengembalikannya ia harus menggantinya dengan hukuman tambahan selama 6 bulan.

Kasus ini bermula pada tahun 1998 ketika ia menerima kompensasi dana sebesar Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) atas tukar guling lahan seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal, Surabaya milik Kodam V/Brawijaya. Dari uang itu, sebesar Rp 4,2 miliar telah digunakan untuk keperluan Kodam dan sisanya sebanyak Rp 13,3 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Djaja tidak menyesal karena ia teguh pendirian bahwa perbuatannya tidak tergolong korupsi. Ia menjelaskan kronologis penerimaan dana ke rekeninnya sebagai bentuk bantuan natura bukan ganti rugi atas pelepasan aset tanah Kodam, kurang lebih seluas 8,8 hektar. Djaja mengaku uang sebesar Rp 13,3 Miliar tersebut dipergunakannya untuk mengamankan Jawa Timur agar tidak mengalami perpecahan karena kerusuhan Mei tahun 1998 seperti yang terjadi di Jakarta.

Sebelum divonis, Djaja menerangkan uang itu dipergunakannya untuk melakukan pengadaan kendaraan operasional Korem dan Kodim. Uang tersebut juga dialokasikan untuk mesejahterakan keluarga prajurit sebab tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang juga berimbas pada pemenuh kebutuhan rumah tangga. Tindakan yang dilakukan berdasarkan pada keyakinan untuk membangun masyarakat yang solid dan tidak mudah terprovokasi dengan tindakan anarkis yang sudah merajalela di Jakarta.

Pengakuan Djaja tersebut sudah disampaikannya pula dalam materi pledoi selama proses  peradilan. Akan tetapi hakim menganggap kesaksiannya tidak relevan.

Disamping sudah divonis penjara, Djaja juga diwajibkan mengembalikan uang negara tersebut. Kelak, bila Djaja tak sanggup mengembalikan dana tersebut maka ia musti menebusnya dengan tambahan waktu dipenjara selama enam bulan.

Alumni AKABRI tahun 1972 itu pernah melakukan banding, namun banding tidak diterima. Beberapa bulan sebelum Letjen Djaja Suparman divonis hukuman penjara ia meneritkan buku berjudul “Jejak Kudeta”.

Buku karya Djaja ini berisikan kisah rencana penggulingan kekuasaan sebanyak dua kali pada masa reformasi. Buku bergenre biografi ini merupakan catatan hariannya selama bertugas di dunia militer. Buku dipublikasikan sejak Jum’at, tanggal 18 Januari 2013.

Djaja mengatakan isi buku tersebut merupakan rangkuman catatan harian sejak ia pertama kali bertugas di militer. Ia menceritakan kisah paling mencekam selama ia bertugas pula di dalam bukunya. Ia mengaku tugas paling mencekam selama karir militernya ialah ketika ia menjabat sebagai Pangdam Brawijaya, Pangdam Jaya, dan Pangkostrad.

Dalam buku ini dia mengklaim bahwa telah terjadi upaya penghancuran pada tubuh TNI secara kasat mata semenjak kerusuhan Mei 1998. Banyak pihak terlibat dalam usaha penghancuran ini, termasuk diantaranya adalah pihak asing, hingga hampir berhasil memecah tubuh internal TNI dan dihujat di mana-mana.

Peluncuran buku biografi Djadja mendapat tanggapan dari mantan mantan Wakasad Letjen (Pur) Kiki Syahnakri. Seseorang yang penah menjadi rekan kerja mantan Letjen Djaja Suparman ini menggambarkan bahwa ada dua hal peting dari peluncuran buku biografi tersebut, yaitu adanya suatu keberanian yang patut dihargai untuk menulis buku yang cukup berat seperti ini, karena memperkaya perspektif sejarah dari peristiwa tersebut.

Tokoh Lainnya

Agus Harimurti Yudhoyono

Agus Harimurti Yudhoyono

Staff TNI Angkatan Darat
Joko Widodo

Joko Widodo

Presiden RI
Zulkifli Hasan

Zulkifli Hasan

Ketua MPR RI
Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Menteri Kementerian Pertahanan
Budi Karya Sumadi

Budi Karya Sumadi

Menteri Perhubungan
Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Bambang Soesatyo

Bambang Soesatyo

Anggota Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar
Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo

Gubernur Provinsi Jawa Tengah
Erick Thohir

Erick Thohir

Menteri Kementrian BUMN
Sandiaga Salahuddin Uno

Sandiaga Salahuddin Uno

Menteri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif