Tempat & Tanggal Lahir
Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Lampung, Indonesia, 25 Desember 1925
Karir
- Letnan Jenderal - Men/Pangad TNI Angkatan Darat (1945 - 1974)
- Menteri Kementerian Agama Republik Indonesia (1978 - 1983)
- Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (1983 - 1988)
Pendidikan
- Pendidikan ilmu kemiliteran di Senior Officer Course di Mhow
- General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat
Detail Tokoh
Alamsjah Ratoe Perwiranegara merupakan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia ke-6. Kedudukannya sebagai menteri dan kehadirannya sebagai seorang pejabat dihormati oleh banyak kalangan. Ia telah memperoleh banyak pengalaman hidup, sebab ia mengalami pendudukan Belanda, Jepang, kemerdekaan hingga revormasi.
Alamsjah Ratoe Perwiranegara lahir di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 25 Desember 1925. Alamsjah pertama kali mengenyam pendidikan dasar di Tanjung Karang kemudian melanjutkan pendidikan di Lampung Gakuin (setingkat SLTP) dan akhirnya menyelesaikan tingkat sekolah di LPPU (setingkat SMA). Masa muda Alasmjah dihabiskan untuk memperoleh pendidikan militer setelah lulus sekolah setingkat sekolah menengah atas saat ini. Ia lulus pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Antara tahun 1942 sampai 1945, Alamsjah menjalani pendidikan militer di Gyu Gun, sebuah markas militer bentukan Jepang.
Pembelajaran Militer di markas tersebut akhirnya dipergunakannya untuk membela tanah air sampai Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukannya ikut perang seperti perwira lainnya dalam rangka mempertahankan kedaulatan karena Belanda melancarkan Agresi Militer, Alamsjah justru dipilih untuk dikirim ke India guna mengikuti pendidikan ilmu kemiliteran di Senior Officer Course di Mhow. Tak hanya di sana, ia pun harus melanjutkannya ke General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat. Semua dilakukan untuk perkembangan Indonesia di kemudian hari.
Selesai menempuh pendidikan, Alamsjah baru memulai karir. Sebelum menjadi angota kabinet Sekretaris Negara, Alamsjah berpangkat Letnan Jenderal-Men/Pangad (Perbendaharaan). Alamsjah juga terpilih menjadi Duta Besar RI untuk Belanda tahun 1972-1974. Jabatannya sebagai Duta Besar tak dapat dilanjutkannya karena merasakan kondisi kesehatan semakin menurun, maka ia digantikan oleh Letjen Sutopo Juwono. Alamsjah lalu lebih banyak diminta fokus turut membangun di dalam negeri, ia pun diangkat menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Di bawah kepemimpinan Soeharto, Alamsjah ditunjuk menjadi Menteri Agama untuk memperkuat Kabinet Pembangunan III. Ia menjabat dari tahun 1978-1983. Periode selanjutnya, di Kabinet Pembangunan IV, periode tahun 1983-1988, Alamsjah diangkat menjadi Menteri Koordinator bidang Kesejahteran Rakyat.
Di tengah-tengah kegiatan politiknya, kondisi kesehatan Alamsjah mengalami penurunan. Ia sempat vakum pada tahun 1989-1991 karena menderita penyakit jantung koroner. Alamsjah harus melakukan operasi by-pass di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.
Setelah dilakukan operasi dan beristirahat sebentar, Alamsjah kembali pulih dan dapat melakukan kegiatan sehari-harinya. Ia pun kembali aktif mengemban tanggung jawab di dunia politik. Pada saat KTT Non-Blok diselenggarakan di Indonesai pada tahun 1992, Alamsjah terpilih sebagai Duta Besar Keliling Non-Blok untuk urusan Timur Tengah (1992-1995).
Perjalanan Hidup Alamsjah terekam dalam sebuah buku biografi. Buku berjudul H.Alamsjah Ratu Perwiranegara, Perjalanan Hidup Seorang Anak Yatim Piatu, diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan tahun 1995. Akan tetapi, buku tersebut rupanya mendapat tudingan miring. Dasman Djamaluddin, berkata, "Kok masih ada pelaku sejarah yang membohongi sejarah," melalui lewat surat pembaca di tabloid Swadesi, edisi No.1483 Tahun 1997.
Tudingan tersebut dialatkan kepada mantan Menteri Agama, Alamsjah Ratu Perwiranegara. Ketika terjadi tudingan, Alamsjah masih hidup dan ia menanggapi tudingan tersebut. Secara rinci, tanggapan Alamsjah diterangkan sebagai berikut:
Pertama-tama Dasman Djamaluddin mengkritik mengenai dialog Alamsjah dengan Dr.A.K.Gani.. Dasman menggaris bawahi kalimat, "Apa saudara masih berjuang untuk republik ?"
Dalam buku, Alamsjah menjawab, "Sebelum saudara (Dr. A.K Gani-red) berjuang di Republik saya sudah berjuang."
Dasman memberi pendapat bahwa kalimat yang dilontarkan Alamsjah tersebut tidak etis. Menurutnya, A.K Gani adalah sosok yang dihormati di Sumatera Selatan sekaligus tokoh nasional sejak awal kemerdekaan. Ia mengherankan pelontaran kalimat tersebut telah menyiratkan Alamsjah sedang membusungkan dada dan mengecilkan peranan A.K Gani.
Dasman juga menyayangkan, di dalam buku tersebut digambarkan Alamsjah selalu mengklaim sebagai pemimpin pertempuran lima hari lima malam di Palembang. Padahal, sebagaimana telah diketahui oleh data sejarah, pertempuran lima hari lima malam di Palembang tidak dipimpin oleh Alamsjah. Hal yang sama juga diungkapkan di dalam buku-buku lain berjudul 5 Hari 5 Malam Perang Rakyat Palembang dan Pasca Perang Kota.
Kritikan ketiga muncul karena kejanggalan dalam halaman 198 dan 199. Di dalam satu halaman itu, Alamsjah dikisahkan memimpin pertemuan tim ahli ekonomi. Ibnu Sutowo diangkat menjadi Dirut Pertamina atas usul Alamsjah. Memang benar pada tahun 1967 terjadi pengangkatan Ibnu Sutowo menjadi Dirut Pertamina. Hal itu terjadi bukan karena usul Alamsjah, melainkan karena prestasi Ibnu Sutowo membuatnya dipromosikan menjadi dirut.
Pernyataan "Sebelum saudara (Dr. A.K Gani-red) berjuang di Republik saya sudah berjuang,” muncul dari kalimat Alamsjah ternyata berawal dari kejadian tak disengaja. Alamsjah sedang sangat lelah dan ia mengaku belum pernah bertemu dengan A.K.Gani. Dalam suatu pertemuan, di mana Alamsjah sendiri sedang dalam keadaan kesal baru saja ditahan oleh Belanda, A.K.Gani bertanya, "Apa Saudara masih ingin berjuang untuk Republik ?" Alamsjah semakin kesal mendengar pertanyaan itu. Sebab dilihat dari sisi manapun ia sedang berjuang untuk republik meski sedang sakit, maka ia melontarkan kalimat ketus di atas.
"Kesal sekali saya mendengar pertanyaan itu. Maka, saya jawab saja dengan ketus: Sebelum Saudara berjuang di Republik, saya sudah berjuang," demikian aku Alamsjah sambil meng-counter pernyataan Dasman. "Saya sebetulnya ingin membunuh dia karena saking marahnya. Jadi, kalau ada yang mengatakan apa yang saya katakan itu tidak etis, memang dialah racunnya Dr.A.K.Gani. Siapa yang tidak marah ditahan begitu, badan sampai kudisan, disuruh minum air kakus, dan masih berjuang menghadapi manuver Belanda?" tutur Alamsjah berapi-api.
Menanggapi mengenai pertempuran lima hari lima malam yang dipermasalahkan dalam buku biografrinya, Alamsjah menjawab, waktu itu memangku jabatan Kepala Staf Komando. Panglimanya Kolonel Bambang Utoyo. Ia membela diri mengenai isi bukunya dengan mengatakan, "Masak saya juga harus menyebut Komandan Brigade saya yang memerintahkan saya. Apa yang saya tulis kan apa yang saya kerjakan dan alami. Ini kan riwayat hidup saya, bukan riwayat hidup Komandan Brigade. Jadi apa yang saya kerjakan, itu yang saya tulis. Ini juga kan bukan buku sejarah, tapi riwayat hidup pribadi saya," tandas Alamsjah.
Soal pengkatan Ibnu Sutowo sebagai Direktur Utama Pertamina, Alamsjah berang berkata, “Saya tidak pernah mengatakan atas usul saya.” Ceritanya panjang, namun yang pasti pemilihan Ibnu Sutowo menjadi Direktur Utama Pertamina dilakukan setelah terjadi perundingan. Secara kebetulan, dalam perundingan tersebut Alamsjah bertindak selaku moderator antar pejabat terkait.
Alamsjah meninggal pada tanggal 18 November 1997 karena serangan asma berat. Ia dilarikan ke rumah sakit dan sempat menjalani rawat inap selama beberapa waktu di Rumah Sakit MMC, Kuningan, Jakarta. Penyakit jantungnya dapat diatasi dengan operasi by-pass, namun asma sulit untuk disembuhkan dan seringkali kambuh. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara kemiliteran. Pemimpin upacara pemakaman ialah Jenderal Wiranto.
Periset/penulis: Mutayasaroh