Tempat & Tanggal Lahir
Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Indonesia, 16 September 1905
Karir
- Menteri Kemakmuran Indonesia (1946 - 1948)
- Wakil Perdana Menteri Indonesia (1947 - 1948)
Pendidikan
- STOVIA
Detail Tokoh
Adenan Kapau Gani atau akrab disapai Gani lahir di Palembayan, Agam, Sumatera Barat, pada masa kekuasaan Hindia Belanda, 16 September 1905. Sejak remaja ia sudah memperlihatkan bakat politiknya. Ia sudah aktif di berbagai organisasi sosial sejak 1920-an.
Gani menjadi pemudah aktif dan giat di organisasi kedaerahan seperti Jong Sumatranen Bond dan Jong Java. Pemuda yang sempat membintangi film berjudul Asmara Moerni pada tahun 1941 ini juga sempat melibatkan diri dalam Kongres Pemuda II di Jakarta tahun 1928.
Simpatinya dengan dunia politik membuatnya memutuskan bergabung dengan Partindo. Saat ia bergabung Partindo sudah memisahkan diri dengan Partai Nasional Indonesia lama bentukan Soekarno. Pemisahan diri ini terjadi tak lama setelah Soekarno ditangkap oleh pemerintah kolonial.
Bintang utama film Asmara Moerni ini setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan memperoleh kekuasaan politik dengan bertugas di dalam kemiliteran. Gani diangkat menjadi Komisaris Partai Nasional Indonesia tahun 1945. Sepak terjangnya selama bekerja di kemiliteran cukup agresif, ia mampu mengoordinasikan usaha militer di provinsi Sumatera.
Gani juga peka dengan aset-aset negara, ia sempat menilai bahwa Palembang merupakan lokomotif ekonomi yang menjanjikan untuk masa depan Indonesia. Maka ia mengusahakan terbentuknya dukungan internasional untuk membangun Palembang. Gani, waktu itu berkeyakinan, dengan minyak Indonesia mampu mengumpulkan dukungan yang dipelrukan. Gani merundingkan usaha penjualan aset-aset pihak asing, termasuk perusahaan miliki kolonial Belanda, Shell.
Pemuda cerdas di bidang politik dan strategis ini tak hanya piawai dalam menilai aset negara, ia bahkan sempat terlibat kasus penyelundupan senjata dan perlengkapan militer. Gani memanfaatkan kenalannya di Singapura untuk melakukannya. Berkat strateginya, Indonesia memiliki senjata untuk sebagai aset untuk mempertahankan diri.
Di masa awal-awal kemerdekaan, Gani terpilih menjadi Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Sjahrir III. Ia menjabat dari Sejak 2 Oktober 1946 hingga 27 Juni 1947. Ketika menjabat sebagai Menteri Kemakmuran, Gani bersama dengan dua tokoh penting Indonesia lainnya, Sutan Sjahrir dan Mohammad Roem menjadi delegasi sidang Pleno ketiga Perjanjian Linggarjati.
Selama menjadi Menteri Kemakmuran ia telah bekerja keras dalam rangka membangun jaringan nasional perbangkan dan organisasi perdagangan. Jatuhnya Kabinet Sjahrir, Gani memiliki peran seabgai formatur kabinet baru bersama Amir Sjarifuddin dan Setyadjit Soegondo. Setelah kabinet tersusun, Gani menduduki jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Kemakmuran, hingga kejatuhan kabinet bentukannya sendiri pada tanggal 29 Januari 1948.
Kiprah Gani untuk bangsa Indonesai tak hanya dalam bidang politik dan ekonomi seperti disebutkan di atas. Ia juga piawai dalam hal strategi militer. Sejarah mencatat, pada masa setelah agresi militer Belanda Kedua, Sumatera dipecah menjadi empat daerah militer. Pada saat itu, Gani diangkat menjadi gubernur militer berkedudukan di Sumatera Selatan, di mana daerah tersebut juga merupakan daerah istimewa disebut dengan Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan (DMISS).
Kolonel M. Simbolon mejadi wakil gubernur militer, bersama Gani memimpin rakyat bergerilya menyingkirkan keberadaan militer Belanda. Pergerakannya juga berhasil mengerakkan seluruh Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan, meliputi Karesidenan Lampung, Karesidenan Bengkulu, Jambi, dan Palembang. Pada masa itu, sebagai Gubernur Militer, Gani mengeluarkan order No.1/R ditujukan kepada seluruh tentara dan rakyat Sumatera Selatan agar bangkit berjuang melawan tentara Belanda.
Isi order itu antara lain, “Belanda mulai melakukan kekerasan militer dengan maksud menjajah kita kembali. Negara memanggil kamu sekalian untuk berjuang. Jangan mendengarkan bujukan Belanda sekedar karena uang dan pangkat. Pertahankan Tanah Air kita, di kota-kota, di puncak gunung, di pantai-pantai, di sungai-sungai, di semua dusun-dusun”.
Sesuai dengan ordernya, bersama Gani, staf dan pasukan pengawal terus menyelusuri daerah Bukit Barisan. Mereka membakar semangat rakyat dari Curup menuju Lampung, melalui Pantai Bengkulu Selatan hingga markas Muara Sahung dan markas Gubernur Militer. Markas saat itu dipercayakan kepada perwira staf Letnan Satu Habibullah Azahary dan Letnan Satu Hasbullah Bakry.
Di waktu-waktu mendesak, selama gerilya Gani memberi intruksi dan komando melalui pemancar radio. Selama beberapa hari melakukan gerilya, akhirnya usaha itu berhasil mengusir Belanda dari tanah Sumatera. Berdasarkan pada keberhasilan itulah, Gani kemudian menerima Bintang Emas 24 karat dan mendapt julukan sebagai “Pemimpin Gerilya Agung” dari rakyat sampai pejabat militer di Sumatera.
Selain penghargaan dari rakyat Sumatera tersebut, Gani juga menerima piagam penghargaan remi dari pemerintah. Piagam ini diberikan kepada Gani melalui Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Selatan (DPRSS) tanggal 17 Februari 1950.
Melihat multitalenta yang dimiliki Gani, ia memang tokoh langka di Indonesia. Seorang mantan pemimpin gerilya ini tidak malu ketika membintangi sebuah film. Ia menanggapi cibiran kawan-kawan seperjuangannya dengan tenang. Waktu ia membintangi film berjudul A”smara Moerni” di tahun 1940, Gani dituding telah menodai pergerakan kemerdekaan.
Gani menjelaskan keterlibatannya dalam film tersebut justru sebagai salah satu langkah perjuangan. Ia memiliki keyakinan sendiri mengenai memperjuangkan kemerdekaan. Menurutnya, film lokal juga pantas didukung. Bila film lokal sukses, kesukesan itu merupakan bukti nyata bahwa kemerdekaan memang telah teraih. Film yang dibintanginya bersama Djoewariah, disutradarai oleh Rd. Ariffien dan diproduksi oleh The Union Film Company itu pada akhirnya menjadi film pertama dan terakhir yang dibintanginya.
Gani, di akhir hayatnya lebih sering dipanggil dokter oleh orang-orang yang mengenalnya. Ia meninggal di Palembang, tanggal 23 Desember 1968. Jenazah Gani dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Ksatria, Bukit Siguntang Palembang. Presiden atau Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia menilai Gani adalah tokoh penting selama perjuangan Indonesia memperjuangkan kemerdekaan. Oleh karena itu, berdasarkan pada jasa-jasanya, Presiden menganugerahkan tanda jasa pahlawan bintang gerilya pada tanggal 17 Agustus 1958, untuk Adenan Kapau Gani.
Sosok pahlawan nasional ini juga menerima Satya Lancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan, Lencana Gerakan Operasi Militer (GOM) I dan II. Semuanya diterima pada 20 Mei 1961. Gani juga menerima anugerah pengakuan sebagai Perintis Pergerakan Kemerdekaan, Bintang Mahaputera Adhipradana, dan menerima Medali Pejuang Angkatan 45 dari Dewan Nasional Angkatan 45.
Sosok Gani dikenal sebagai seorang dokter yang cakap dalam menangani pasien. Pejuang paripurna ini membuka praktik kedokteran sampai ajal menjemputnya. Berayah seorang guru, memungkinkannya memiliki simpatik besar terhadap masyarakat sipil. Kini sosok Adnan Kapau Gani dapat dijumpai dalam deretan gambar Pahlawan Nasional Indonesia. Semasa hidup, Gani merupakan saksi sekaligus bagian dari pelaku sejarah yang merasakan langsung gejolak politik, ekonomi, sosial, dan budaya Indonesia dari era kepemimpinan Soekarno sampai Soeharto.