Penampilan timnas mungkin terlampau sering mengecewakan, pengelolaan liga nasional lebih kerap menerbitkan curiga ketimbang bangga, dan pejabat asosiasi sepak bola resmi bergiliran dipenjara karena melakukan rasuah, dan seterusnya, dan seterusnya, tetapi itu semua tak menyurutkan kecintaan masyarakat Indonesia pada sepak bola.
Tak sedikit orang yang rela berdesak-desakan membeli tiket pertandingan timnas (sambil dibentak-bentak tentara), datang ke stadion klub-klub pujaan, atau bangun pada dinihari untuk menonton pertandingan di televisi meski pekerjaan telah mengocok isi kepalanya seharian.
Di Tanah Abang, Jakarta, di balik gedung-gedung tinggi, ada sebidang tanah yang salah satu sisinya berbatasan dengan Kanal Banjir Barat dan sisi lainnya dengan tempat pembakaran sampah. Sejumlah remaja menjadikannya lapangan sepak bola. Mereka bermain dengan riang dan penuh semangat meski sewaktu-waktu mereka mungkin saja menginjak pecahan lampu atau ketiban sial harus memungut bola di sungai yang kotor.
Di kawasan yang sama, sekelompok anak dan remaja lain bermain sepak bola di lapangan berlantai beton yang bopeng-bopeng. Beberapa di antara mereka bersandal dan sebagian yang lain tak mengenakan alas kaki.
Orang yang memandang dari jauh mungkin akan menganggap situasi-situasi itu, yang jauh dari gambaran sepak bola profesional dengan segala perlengkapan dan keamanannya, menyedihkan. Namun, menyaksikannya dari dekat, yang nyata hanyalah kegembiraan.
Foto: Arimacs Wilande
Teks: Dea Anugrah
Tak sedikit orang yang rela berdesak-desakan membeli tiket pertandingan timnas (sambil dibentak-bentak tentara), datang ke stadion klub-klub pujaan, atau bangun pada dinihari untuk menonton pertandingan di televisi meski pekerjaan telah mengocok isi kepalanya seharian.
Di Tanah Abang, Jakarta, di balik gedung-gedung tinggi, ada sebidang tanah yang salah satu sisinya berbatasan dengan Kanal Banjir Barat dan sisi lainnya dengan tempat pembakaran sampah. Sejumlah remaja menjadikannya lapangan sepak bola. Mereka bermain dengan riang dan penuh semangat meski sewaktu-waktu mereka mungkin saja menginjak pecahan lampu atau ketiban sial harus memungut bola di sungai yang kotor.
Di kawasan yang sama, sekelompok anak dan remaja lain bermain sepak bola di lapangan berlantai beton yang bopeng-bopeng. Beberapa di antara mereka bersandal dan sebagian yang lain tak mengenakan alas kaki.
Orang yang memandang dari jauh mungkin akan menganggap situasi-situasi itu, yang jauh dari gambaran sepak bola profesional dengan segala perlengkapan dan keamanannya, menyedihkan. Namun, menyaksikannya dari dekat, yang nyata hanyalah kegembiraan.
Foto: Arimacs Wilande
Teks: Dea Anugrah