Aksi dari seorang penonton yang trance dengan mengigit bara kayu dalam pementasan kuda lumping paguyuban Wahyu Tirta Kencana di Cakung, Jakarta Timur. tirto.id/Hafitz Maulana
Seorang pemain kuda lumping dari paguyuban Wahyu Tirta Kencana di sebuah lahan kosong di antara pembangunan rusun Cakung, Jakarta Timur, Minggu (19/12/21). tirto.id/Hafitz MaulanaPementasan seni tradisi kuda lumping oleh paguyuban Wahyu Tirta Kencana di sebuah lahan kosong di antara pembangunan rusun Cakung, Jakarta Timur, Minggu (19/12/21). tirto.id/Hafitz MaulanaPawang kuda lumping melakukan aksinya saat menyembuhkan pemain yang trans. tirto.id/Hafitz MaulanaSalah satu gestur jari ketika seseorang trans dalam pementasan kuda lumping. tirto.id/Hafitz MaulanaAksi dari seorang penonton yang trance dengan mengigit pecahan kaca saat pementasan kuda lumping paguyuban Wahyu Tirta Kencana di Cakung, Jakarta Timur. tirto.id/Hafitz MaulanaAksi dari seorang penonton yang trance ketika dipecut oleh seorang pawang dalam pementasan kuda lumping paguyuban Wahyu Tirta Kencana di Cakung, Jakarta Timur. tirto.id/Hafitz MaulanaSatu dari beberapa bentuk ritual penyembuhan ketika trance dalam pertunjukkan kuda lumping paguyuban Wahyu Tirta Kencana. tirto.id/Hafitz MaulanaSeorang penonton trance ketika pertunjukkan kuda lumping paguyuban Wahyu Tirta Kencana di Cakung, Jakarta Timur. tirto.id/Hafitz MaulanaSejumlah pemain dan pengunjung yang trans dalam pengawasan pawang kuda lumping dari paguyuban Wahyu Tirta Kencana. tirto.id/Hafitz Maulana
Paguyuban masyarkat Banyumas, Wahyu Tirta Kencana, menggelar tradisi Ebeg di sebuah lahan kosong di antara pembangunan rusun di Cakung, Jakarta Timur, pada Minggu (19/12/21). Seperti halnya pertunjukkan kuda lumping, masyarakat di sekitar Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, Kebumen, dan Banyumas mengenalnya dengan tradisi Ebeg. Tradisi ini diselenggarakan dalam ranggka ajang silaturahmi para pekerja rantau asal Banyumas di Jakarta. Musik gamelan dan tembang-tembang jawa yang dilantunkan dengan logat ngapak mengiringi tarian kuda lumping. Momen yang paling ditunggu-tunggu dalam tradisi Ebeg adalah pada babak janturan yang sekaligus sebagai babak penutupan. Ketika babak janturan, bukan hanya para penari akan mengalami wuru/mendhem atau dikenal kerasukan (trance) oleh indang (roh halus atau makhluk astral), melainkan beberapa penonton tertentu juga akan mengalaminya. Sejumlah pawang bersiaga menjaga orang-orang yang mengalami mendhem. Sesorang yang mengalami mendhem akan menari dan bergerak menyerupai ular, kera, kuda, harimau, atau justru prajurit dalam berbagai tingkatan. Terkadang mereka juga akan memakan benda-benda yang tak lazim dikonsumsi. Mulai dari pecahan kaca, bunga sesajen, bara api, permen, ayam mentah, batang pohon pisang, dan masih banyak lagi. Bagi pegiat tradisi Ebeg, 'memburu dan mengoleksi' indang adalah sensasi pengalaman yang menarik, apalagi bila mereka bisa mendhem bersama indangnya. tirto.id/Hafitz Maulana
Baca juga artikel terkait JARANAN atau tulisan lainnya
Kami menggunakan cookie untuk mengumpulkan dan menyimpan informasi tentang interaksi Anda dengan situs web Kami. Kami juga membagikan informasi penggunaan situs Kami oleh Anda dengan mitra iklan dan analitik. Data interaksi tersebut akan Kami gunakan sebagai bahan analisa untuk membuat produk/layanan terbaik sesuai preferensi pengguna.