Tempat & Tanggal Lahir
Binjai, Kota Binjai, Sumatera Utara, Indonesia, 5 Agustus 1958
Karir
- Anggota DPR (1999 - 2004)
- Menteri Kehutanan Kabinet Indonesia Bersatu (2004 - 2009)
Detail Tokoh
Malem Sambat (MS Kaban) diangkat menjabat Menteri Kehutanan oleh Presiden Presiden Republik Indonesia , Soesilo Bambang Yudhoyono, saat dia menjabat Sekretaris Jenderal DPP Partai Bulan Bintang, salah satu partai yang mendukung pencalonan pasangan Capres-Cawapres SBY-JK dari sejak awal. Tak lama setelah diangkat jadi menteri, dia pun terpilih menjadi Ketua Umum DPP PBB sekaligus Ketua Formatur dalam Muktamar II PBB di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya pada Minggu 1 Mei 2005.
Terlahir dari pasangan AM Kaban, seorang pedagang, dan S Tarigan, seorang ibu rumah tangga, sebagai anak keenam dari 11 bersaudara. Sebuah keluarga yang berasal dari Suku Karo, salah satu suku Batak di Sumatera Utara. Ayahnya tidak terlahir sebagai Muslim, melainkan sebagai bagian dari keluarga yang taat pada adat sukunya. Maka nama anak-anak diberikan nama sesuai adat. MS di depan marga Kaban adalah kepanjangan dari Malem Sambat. Malem itu artinya baik. Sambat artinya menolong. Jadi Malem Sambat artinya orang yang baik dan suka menolong.
Masa kecil Kaban selayaknya anak-anak kecil pada umumnya. Selama beberapa tahun dia harus dibesarkan di lingkungan perkebunan, tidak bersama orangtuanya. Secara ekonomi, orang tuanya tergolong mampu karena ayahnya berprofesi seorang pedagang. Orang tuanya sudah memiliki mobil sebagai kendaraan pribadi di saat orang lain belum cukup mampu membelinya. Saat Kaban masih anak-anak, ayahnya punya empat buah penggilingan padi. Namun, sejak 1968, bisnis penggilingan padi ayahnya menurun, sehingga usahanya dialihkan ke perkebunan karet dan kemudian ekspansi ke perkebunan kelapa sawit.
Lantaran cukup nakal ketika duduk di kelas VI SD, Kaban diasingkan oleh orangtuanya dan tinggal bersama orang yang tak dikenal di perkebunan di Deli Serdang. Mula-mula tinggal di rumah asisten perkebunan. Saat itu, tiap hari dia wajib menyiram kebun dan dan melakukan berbagai pekerjaan lain. Ini adalah hal yang baru baginya karena selama ini tak pernah dilakukan saat tinggal bersama orang tuanya.
Pada tahun pertama di bangku SMP, dia sempat tinggal kelas karena kenakalannya itu. Hampir setiap minggu Kaban selalu mendapat teguran dari gurunya. Meski demikian, nilai pelajarannya tak pernah buruk. Setiap kali ujian dia mendapat nilai yang baik. Namun karena kelakuannya yang sulit diatur dan dianggap nakal, dia pun terpaksa tidak naik kelas.
Setelah tamat SMP, dia pindah ke Medan dan sekolah di SMAN 7 Medan dan tinggal di kost-kostan. Pengalaman hidup di perkebunan dan kost di Medan, sangat besar memengaruhi jalan hidupnya.
Setamat SMA, dia hijrah ke Jakarta karena terobsesi dengan perjuangan aktivis mahasiswa pada dasawarsa 1970-an. Sudah sejak duduk di bangku SMP dia mengagumi para aktivis mahasiswa seperti Dipo Alam, Hariman Siregar, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung, dan Heri Akhmadi yang disebutnya Si Sepatu Laras. Saat mahasiswa itulah dia berikrar masuk Islam tahun 1980-an. Maka dia pun memilih aktif di organisasi mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sampai pernah menjadi Ketua HMI Jakarta.
Kala itu pada rezim Orba, MS Kaban tergolong mahasiswa yang kritis. Kekritisannya ini sering membuat dirinya dicekal. Pada awalnya, Kaban secara pribadi, masih resisten dengan organisasi kemahasiswaan. Sehingga dia malah tertarik masuk resimen mahasiswa. Tapi tak berapa lama, setelah dia masuk Islam, Kaban pun masuk HMI dan mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Masa yang paling berkesan baginya adalah tahun 1983-1985, kala dunia kampus sangat tidak steril dari intelijen. Saat itu, tak ada aktivitas mahasiswa yang tak terekam intelijen. Kaban merasa yakin bahwa nyaris semua elemen mahasiswa dipakai intelijen.
Salah satu contohnya, ketika gencar-gencarnya dia ikut mengkritik penunggalan azas Pancasila, sejak saat itulah Kaban sering mendapat panggilan-panggilan interogasi dan pencekalan cukup lama. Pencekala-pencekalan itu baru berhenti setelah Presiden Suharto mundur pada 1998. Salah satu pencekalan yang dialaminya adalah ketika mendapat rekomendasi dari Pak Natsir untuk sekolah ke Malaysia.
Pak Natsir merekomendasinya kepada Anwar Ibrahim yang waktu itu masih menjabat menteri. Adapun, Kaban diarahkan mendalami Ekonomi Islam di Malaysia. Bahkan, Kaban sudah direkomendasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun dia batal belajar ke Malaysia karena dicekal. Kaban pun pernah mengalami pemanggilan, pencekalan, dan penahanan kota. Bahkan pernah dalam satu hari harus melapor sebanyak dua kali.
Setelah menamatkan studinya di Fakultas Ekonomi Universitas Jayabaya, Kaban berkecimpung dalam pengembangan sumber daya manusia di Jakarta Public Relation. Dia terjun meneliti potensi ekonomi wilayah Taman Gunung Leuser pada 1992 dan berbagai penelitian lain. Kaban yang kemudian meraih gelar S2 dari program Pasca Sarjana IPB, aktif pula sebagai pengajar di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor. Dia pun sempat menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan universitas tersebut. Selain itu, dia juga aktif berceramah di berbagai tempat dan kegiatan.
Kemudian, setelah reformasi bergulir, Kaban pun terjun ke dunia politik. Sebelumnya, pada Pemilu 1997, sebenarnya dia sudah dilamar Ketua Umum DPP PPP,Ismail Metareum. Dia diminta masuk dan dijanjikan akan dikasih nomor dari Jawa Barat. Namun, waktu itu Kaban belum terpikir untuk masuk partai politik. Pada mulanya mereka ingin mendirikan parpol, yang diketuai oleh Amien Rais dan Yusril Yusril Ihza Mahendara jadi sekjennya.
Namun, ketika pembicaraan sampai pada soal nama dan asas partai, tidak tercapai kesepahaman. Akhirnya Amien Rais dan kawan-kawannyaaa memilih mendirikan partai sendiri, yakni Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara, Yusril dan Kaban bersama kawan-kawan tetap akan mendirikan Partai Bulan Bintang yang berasas Islam. Yusril didaulat jadi ketua umum. Kemudian, Yusril pun langsung mengusulkan Kaban menjadi Sekjen. Namun Kaban langsung menyatakan keberatan, karena merasa belum ada pengalaman. Akhirnya, atas pendekatan Anwar Haryono, Kaban pun bersedia.