Tempat & Tanggal Lahir
Gianyar, Kabupaten Gianyar, Bali, Indonesia, 24 Juli 1921
Karir
- Menteri Luar Negeri Indonesia ke-8 (1955 - 1956)
- Perdana Menteri Negara Indonesia Timur ke-3 (1947 - 1949)
Pendidikan
- Hollands Inlandsche School
- Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs
- Algemeene Lagere School
- Rechts Hoge Scholl
- Doktor Universitas Utrech, Belanda
Detail Tokoh
Dr. Ida Anak Agung Gde Agung adalah seorang ahli sejarah dan tokoh politik. Di Bali ia juga berposisi sebagai raja Gianyar, menggantikan ayahnya Anak Agung Ngurah Agung.
Sarjana hukum diraihnya di Jakarta dan gelar doktor diperolehnya di Universitas Utrech, Belanda, di bidang sejarah. Ide Anak Agung Gde Agung tahun 1947 menjadi Perdana Menteri Negara Indonesia Timur.
Ia pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Luar Negeri pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Selain itu ia pernah menjabat pula sebagai Duta Besar RI di Belgia pada tahun 1951, Portugal, Perancis. Dan Austria.
Peran Anak Agung dalam politik dimulai di Negara Indonesia Timur (NTT), mula-mula sebagai Menteri Dalam Negeri, kemudian sebagai Perdana Menteri (Desember 1947 sampai Desember 1949). Sekalipun NIT berada di bawah pengaruh Belanda, namun Anak Agung menjalankan politik yang berbeda dengan keinginan Belanda.
Pada bulan Januari 1948 ia mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri RI Amir Sjarifuddin dalam rangka mengadakan pendekatan dengan RI untuk bersama-sama mencari penyelesaian mengenai masalah Indonesia sesuai dengan cita-cita nasionalisme.
Berdasarkan pendekatan itu, pada tanggal 19 Januari 1948, pemerintah RI mengakui NIT. Bulan berikutnya, Februari 1948, NIT mengirim Misi Parlementer ke Yogya. Politik yang digariskan Anak Agung itu dikenal sebagai politik sintesis antara sesama bangsa Indonesia, berlawanan dengan politik sintesis antara Belanda dan Indonesia yang dirancang oleh Van Mook.
Anak Agung menentang keras keinginan Belanda untuk membentuk pemerintahan federal sementara sebelum terbentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS) tanpa ikut sertanya RI.
Dalam hal ini ia dapat memengaruhi anggota negara-negara federal yang tergabung dalam Bijenkomst voor Federal Overleg (BFO; Pertemuan Musyawarah Federal). Bahkan, ia berhasil menampilkan BFO sebagai mitra politik RI dalam menghadapi siasat politik Belanda.
Semetara itu, RI dan Belanda mengadakan perundingan di bawah pengawasan United Nations Commission for Indonesia (UNCI) yang akhirnya melahirkan Pernyataan Roem-Van Roijen tanggal l 7 Mei 1949. Di antara isinya yang penting ialah pemerintah RI akan dikembalikan ke Yogya dan akan diadakan Koferensi Meja Bundar di Negeri Belanda yang akan diikuti oleh RI, BFO dan Belanda.
Untuk menyamakan pendapat antara RI dan BFO dalam menghadapi Belanda di KMB, Anak Agung memprakarsai diadakannya Konferensi Antar- Indonesia. Konferensi itu didakan dua kali, pertama di Yogyakarta (19 sampai dengan 22 Juli), kedua di Jakarta (30 Juli sampai dengan 2 Agustus).
Dalam kedua konferensi itu RI dan BFO mencapai berbagai kesepakatan, yang penting di antaranya ialah nama negara yang dibentuk, yakni Republik Indonesia Serikat, bendera negara tetap Merah Putih dan lagu kebangsaan tetap Indonesia Raya. Disepakati pula untuk membentuk Angkatan Perang RIS yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL dengan TNI sebagai intinya.
Ide Anak Agung Gde Agung meninggal dunia pada tanggal 22 April 1999. Berkat jasa-jasanya, Pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor : 068/TK/Tahun 2007 tanggal 6 November 2007, ia juga menerima penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah RI. Dari pemerintah asing ia pun menerima penghargaan berupa Le Grand Cross Leopold (Belgia), Grand Order van Oranje Nassau (Belanda), dan Grand Order of Austria (Austria).