tirto.id - The Man From The Sea, film karya sutradara Koji Fukada akan tayang di bioskop Indonesia secara terbatas pada 14 Februari 2019.
Film ini bercerita tentang seorang lelaki misterius yang terdampar di Pantai Aceh. Dia dalam kondisi tidak sadarkan diri. Takako (Mayu Tsuruta), seorang warga negara Jepang yang tinggal di Indonesia dalam misi penanggulangan bencana menyelamatkannya.
Takako dibantu anaknya, Takashi (Taiga), dan keponakannya, Sachiko (Junko Abe).
Saat masih kecil, Takashi bersama Ibunya ke Aceh untuk sebuah misi kemanusiaan korban tsunami. Namun pada saat menginjak usia 18 tahun, ia memilih menjadi warga negara Indonesia. Sosoknya yang selalu ceria, membuatnya mudah beradaptasi dan bersahabat dengan anak-anak muda di Aceh.
Sementara Sachiko pergi ke Indonesia, khususnya Aceh, untuk mencari jawaban dari mimpinya. Dalam mimpinya, dia selalu dibayangi sosok ayah yang telah tiada. Terlihat dalam mimpi, bahwa ayahnya sedang berada di sebuah bungker peninggalan tentara Jepang, di tengah pulau.
Tersebab tidak tahu asal-usulnya, lelaki misterius itu diberi nama Laut (Dean Fujioka). Mereka merawat laut yang mengerti sedikit Bahasa Jepang.
Seiring berjalannya waktu, walaupun Laut masih banyak diam dan melamun, dia menjalin hubungan persahabatan dengan Takashi, Sachiko, dan teman Takashi, Kris (Adipati Dolken), dan Ilma (Sekar Sari).
Ilma, seorang wanita asal Indonesia yang bercita-cita menjadi seorang jurnalis. Demi mewujudkan mimpinya, ia belajar secara mandiri untuk menulis dan merekam berbagai macam peristiwa. Kris merupakan sahabat dekat Takashi.
Lama-kelamaan, ada satu hal aneh yang kemudian nampak pada tingkah Laut.
Koji Fukada terilhami oleh bencana tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004, atau 14 tahun yang lalu. Bencana tersebut merenggut lebih dari seratus ribu nyawa. The Man From The Sea hadir untuk mengenang, serta memberi semangat hidup dan kehidupan di Aceh hari ini.
The Man From The Sea merupakan hasil kerja sama Indonesia-Jepang yang dibuat bertepatan dengan perayaan 60 tahun persahabatan dua negara tersebut.
Studio produksi yang terlibat yaitu Kaninga Pictures (Indonesia), Nikattsu (Jepang) dan Comme des Cinémas (Perancis).
Editor: Dipna Videlia Putsanra
