Kawah Ijen yang terletak di perbatasan Kabupaten Bondowoso dan banyuwangi merupakan kawah belerang terbesar di dunia. Kawah eksotis di ketinggian 2600 mdpl tersebut terdapat puluhan ribu ton sumber belerang yang menjadi ladang rupiah bagi penduduk sekitar. Disana kita bisa melihat dan merasakan sebuah asa, gairah dan semangat hidup dari para penambang belerang.
Menjelang pagi dini hari, para penambang bergegas menuju jurang kawah untuk mengambil bongkahan belerang. Mereka harus menaiki bukit sepanjang 3,5 Km kemudian menuruni jurang sepanjang 700 Meter yang curam dan terjal untuk menuju sumber belerang.
Masker dari sehelai kain basah menjadi senjata ampuh mereka melawan kepulan asap belerang yang membuat dada sesak dan mata terasa perih. Tidak ada alat berat yang digunakan untuk memecah bongkahan belerang. Mereka menambang secara tradisonal hanya dengan menggunakan alat yang sederhana seperti linggis, kapak, dan palu. Dalam sehari mereka mampu memperoleh rata-rata 150 Kg dengan dua kali menambang.
Dengan mengangkat beban seberat 50-80 kg mereka harus melewati perjalanan yang penuh resiko untuk menuju pos penimbangan pertama. Tanjakan berbatu dan curam dengan kemiringan 50 derajat sangat beresiko bagi nyawa mereka. Namun mereka tidak merasa kesulitan melewati jalan tersebut. Setelah sampai pos penimbangan mereka menuju pos pengepul. Untuk menuju kesana mereka harus menuruni jalan yang licin sepanjang 3,5 km. disitulah mereka melakukan penimbangan terakhir. Untuk setiap Kilogram belerang yang mereka dapat dihargai 600 Rupiah. Resiko pekerjaan yang tinggi tidak pernah membuat mereka patang arang untuk bisa menyambung hidup.
Menjelang pagi dini hari, para penambang bergegas menuju jurang kawah untuk mengambil bongkahan belerang. Mereka harus menaiki bukit sepanjang 3,5 Km kemudian menuruni jurang sepanjang 700 Meter yang curam dan terjal untuk menuju sumber belerang.
Masker dari sehelai kain basah menjadi senjata ampuh mereka melawan kepulan asap belerang yang membuat dada sesak dan mata terasa perih. Tidak ada alat berat yang digunakan untuk memecah bongkahan belerang. Mereka menambang secara tradisonal hanya dengan menggunakan alat yang sederhana seperti linggis, kapak, dan palu. Dalam sehari mereka mampu memperoleh rata-rata 150 Kg dengan dua kali menambang.
Dengan mengangkat beban seberat 50-80 kg mereka harus melewati perjalanan yang penuh resiko untuk menuju pos penimbangan pertama. Tanjakan berbatu dan curam dengan kemiringan 50 derajat sangat beresiko bagi nyawa mereka. Namun mereka tidak merasa kesulitan melewati jalan tersebut. Setelah sampai pos penimbangan mereka menuju pos pengepul. Untuk menuju kesana mereka harus menuruni jalan yang licin sepanjang 3,5 km. disitulah mereka melakukan penimbangan terakhir. Untuk setiap Kilogram belerang yang mereka dapat dihargai 600 Rupiah. Resiko pekerjaan yang tinggi tidak pernah membuat mereka patang arang untuk bisa menyambung hidup.