Tempat & Tanggal Lahir
Bukittinggi, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia, 28 September 1961
Karir
- Aktivis Yayasan Pendidikan Nurul Fikri (1990)
- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (2005 - 2009)
- Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2009 - 2014)
- Anggota MPR RI
Pendidikan
- Pondok Pesantren Gontor
- IAIN Ciputat
- Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer
- International Politic Center for Asian Studies Strategic Islamabad, Pakistan
Detail Tokoh
Ir. H. Tifatul Sembiring adalah politisi Indonesia asal Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia dikenal oleh masyarakat Indonesia ketika aktif melakukan aktivitas politik bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan ketika dirinya ditunjuk untuk menjabat Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam Kabinet Indonesia Bersatu II di bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Perjalanan politik Tifatul dimulai ketika ia berhasil meraih 380 kursi parlemen saat dirinya dipercaya sebagai Ketua DPP PKS Wilayah Dakwah I Sumatera pada Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2004. Kemudian bersama dengan Anis Matta, ia tampil sebagai kader PKS yang melakukan lobi politik saat Pemilu Presiden pada tahun yang sama dengan menjatuhkan pilihan untuk mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla. Imbasnya adalah PKS kemudian berafiliasi dengan partai penguasa ketika pasangan SBY-Jusuf Kalla berhasil menjabat sebagai presiden dan wakilnya.
Selepas Pemilu 2004, ia dipilih sebagai Presiden PKS Periode 2005-2010 menggantikan Hidayat Nur Wahid yang menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) waktu itu. Ia lalu dipercaya oleh Presiden SBY untuk menempati pos sebagai Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) pada 2009. Selama menjadi Menkominfo, Tifatul berhasil meningkatkan penerimaan negara bukan pajak dari kementerian yang ia pimpin sebesar Rp 13,59 triliun pada 2013 atau naik 17,3 persen dari tahun sebelumnya.
Sejumlah hal lain yang terjadi selama Tifatul menjabat sebagai Menkominfo adalah lelang penggunaan kanal 3G, adanya mobil pintar sebagai solusi keterbatasan akses internet untuk daerah terpencil, akses sambungan telepon untuk 72 ribu desa, jangkauan komunikasi seluler yang mencapai 95 persen dari luas wilayah Indonesia, hingga munculnya proyek seperti Indonesia ICT Award (INAICTA), ICT Training Center, proyek e-learning, program beasiswa S-2 dan S-3 IT dan komunikasi serta Indonesia Open Source Award.
Tifatul tidak lepas dari kontroversi ketika ia mengomentari hasil survei Akamai pada kuartal III 2013 yang menempatkan Indonesia pada peringkat kedua terbawah dalam hal kecepatan rata-rata koneksi internet untuk kawasan Asia Pasifik. Melalui media sosial ia balik menanyakan kepada publik apa urgensi Indonesia untuk memiliki koneksi internet cepat. Hal tersebut memicu sejumlah respon yang kemudian membuat dirinya dianggap tidak memahami bahwa akses internet cepat telah menjadi kebutuhan dan berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi suatu negara.