Tempat & Tanggal Lahir
Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia, 1 Januari 1911
Karir
- Pengurus Eksekutif PKI
Detail Tokoh
Sejarah selalu melahirkan drama. Inilah yang terjadi pada Ir. Sakirman. Di Partai Komunis Indonesia (PKI) Ir. Sakirman adalah anggota politbiro, semacam pengurus eksekutif partai di tingkat pusat. Di keluarga, Sakirman adalah kakak kandung Mayor Jenderal Siswondo Parman (S Parman), Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat yang meninggal dalam peristiwa berdarah 1 Oktober 1965.
Sosok S. Parman adalah intelijen Angkatan darat yang menjadi korban gerakan, yang oleh Orde Baru dinamai G30S/PKI. Berbeda nasib dengan adiknya, nasib Sakirman hingga kini belum jelas. Desas-desus yang berkembang Sakirman dieksekusi tentara. Ada juga isu Sakirman bersembunyi di Cina atau Rusia.
Dalam kepengurusan PKI, Sakirman adalah tokoh intelektual. Gelar Insinyur di depan namanya menunjukkan bahwa ia berasal dari kalangan terpelajar. Sakirman adalah lulusan Technische Hooge School yang kini bernama Institut Teknologi Bandung (ITB). Sakirman lulus dari ITB pada 1939. Ia kemudian melanjutkan studi ke jenjang master di jurusan yang sama sampai 1942. Ketika Jepang menduduki Indonesia, Sakirman bekerja di Departemen Kerjasama Ekonomi dan juga aktif dalam pergerakan pro kumunis. Tapi Feith tidak memerinci organisasi apa yang diikuti oleh Sakirman.
Sakirman pernah ikut dalam Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Partai ini berdiri pada tanggal 23 Mei 1937 di Jakarta. Pengurus dan anggotanya adalah orang-orang sosialis seperti Mr. Sartono, Adam Malik, A.M. Sipahutar, Sanusi Pane, Sarmidi Mangoensarkoro, Dr Adnan Kapau (A.K) Ghani, dan Aidit.
Orang-orang Gerindo, termasuk Sakirman, terus melakukan kaderisasi bawah tanah sampai kemudian kedatangan Jepang ke Indonesia pada 1942. Pada masa-masa pendudukan Jepang, Sakirman aktif membangun laskar dan membangun TNI Masyarakat di bawah pengaruh Partai Sosialis Indonesia. Ia mendapatkan pangkat jenderal mayor, sebuah kepangkatan dalam kelaskaran yang dibentuk Amir Sjarifoedin.
Sesudah proklamasi kemerdekaan 1945, Sakirman bergabung dengan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) di Slawi, Tegal. Ia dikabarkan terlibat dalam Peristiwa Tiga Daerah di karesidenan Pekalongan. Gerakan revolusi rakyat ini melakukan penangkapan dan perlawanan kepada para pejabat yang pada era sebelumnya pro Belanda. Selain itu, Sakirman juga mendirikan Lasjkar Rakjat, sebuah gerakan pendidikan politik dan semi militer. Dalam gerakannya Lasjkar Rakjat bertujuan memberantas buta buta huruf dan menangkap mata-mata musuh.
Selama revolusi itu pula Sakirman juga menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), cikal bakal Dewan Perwakilan Rakyat. Ia dilantik dan mulai bertugas sejak tanggal 29 Agustus 1945. Pada masa-masa inilah Sakirman mulai berpolitik di parlemen.
Pada masa Agresi Militer Belanda II Sakirman bersama Aidit dan kawan-kawan menghidupkan PKI kembali. Pada 1948 ada tambahan baru dalam PKI dengan masuknya Sakirman, wakil Partai Buruh dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Yogyakarta. KNIP merupakan badan pembuat Undang-undang sebelum terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Pemilu 1955.
Dalam formasi kepemimpinan PKI yang baru itu, Sakirman menggantikan tokoh tua Alimin. Pada tahun itu Sakirman meleburkan Partai Buruh ke PKI. Di KNIP Pusat Sakirman juga menggantikan posisi Ngadiman sebagai Ketua Fraksi Komunis. Masuknya Sakirman menunjukkan garis politik baru dalam PKI. Pasca itu pengurus PKI diisi dengan orang-orang muda.
Angkatan baru PKI ini sebenarnya berasal dari partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Jebolan Gerindo yang akhirnya membesarkan PKI antara lain Sakirman, DN Aidit, Anwar Kadir, Nungtjik AR, Sidik Kertapati, Sudisman, Sudjojono, Tjugito dan Mr. Jusuf.
Berkat anak-anakmuda progresif revolusiner ini PKI akhirnya bisa masuk 4 besar partai pemenang Pemilu 1955. Dari hasil Pemilu 1955 terpilih 544 orang anggota konstituante. Pada sidang Pleno 19-22 November 1956 memutuskan Mr. Wilopo dari PNI sebagai ketua Majelis.
Sedangkan Ir Sakirman dari PKI sebagai wakil Ketua. Anggota konsituante yang mewakili partai masing-masing lantas berdebat selama dua setengah tahun untuk merancang dan menyusun UUD baru. Namun parlemen tak menghasilkan satu pun undang-undang sehingga Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959 untuk kembali kepada UUD 1945.
Sementara itu PKI terus melakukan konsilidasi. Sepanjang 1960-1965 garis politik PKI memang mendukung politik Soekarno. Namun kondisi berubah ketika isu Dewan Jenderal yang akan melakukan kup muncul ke permukaan. Ditambah kondisi kesehatan Soekarno yang menurun pada Agustus 1965. Di sisi lain pertentangan dengan tentara-tentara didikan Amerika Serikat semakin menajam. Kondisi demikian agaknya yang membuat Ketua Comite Chusus (CC) PKI, DN Aidit melakukan sebuah gerakan terselubung
Aidit membentuk tim khusus untuk membahas gerakan yang belakangan disebut G30S. Aidit menimbang G30S tidak mungkin bisa diketahui banyak orang. Wajar jika anggota CC PKI yang terdiri dari sekitar delapan puluh lima orang, tidak diberi tahu tentang G30S secara rinci dan tidak dibolehkan memperbincangkannya. Gerakan itu harus benar-benar rahasia dan rapi.
Jendral S. Parman pernah mengatakan kepada seorang perwira militer Amerika Serikat pada pertengahan 1965 bahwa ia sudah menyusupkan orang tubuh PKI. Sehingga S. Parman dapat mengetahui setiap keputusan yang diambil dalam sidang-sidang terpenting mereka dalam hitungan jam. Akhirnya PKI sudah mengetahui ada penyusupan di dalam partai dan membentuk suatu kelompok inti kecil untuk membahas masalah-masalah yang sensitif.