Menuju konten utama
Nurcholish Madjid

Nurcholish Madjid

Peneliti Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LEKNAS-LIPI), Jakarta 1978–1984 (1978 - 1984)

Tempat & Tanggal Lahir

Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 17 Maret 1939

Karir

  • Rektor Universitas Paramadina Jakarta (1998 - 2005)
  • Guru Besar Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1985 - 2005)
  • Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (1984 - 2005)
  • Peneliti Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LEKNAS-LIPI), Jakarta 1978–1984 (1978 - 1984)

Pendidikan

  • IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sastra Arab (1965)
  • University of Chicago, Illinois, Amerika Serikat (1984)

Detail Tokoh

Nurcholish Madjid, yang populer dipanggil Cak Nur, merupakan ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam serta cendekiawan muslim di Indonesia. Gagasan Cak Nur tentang pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual muslim terdepan. Nurcholish Madjid lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939.

Nurcholish Madjid kecil semula bercita-cita menjadi masinis kereta api. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Dari kedua orang tuanya, Cak Nur mewarisi darah intelektualitas dan aktivisme dua organisasi besar Islam di Indonesia yang sangat berpengaruh yaitu Masyumi yang "modernis" dan Nahdlatul Ulama (NU) yang "tradisionalis".

Cak Nur memperoleh pendidikan dasarnya di Madrasah al-Wathaniyyah yang diasuh oleh ayahnya. Kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di Pesantren Dar al-lum, Jombang. Pesantren ini adalah salah satu pusat penting kaderisasi tradisionalisme Islam NU. Karena merasa tidak puas, dia kemudian meminta kepada ayahnya untuk dipindahkan ke Pondok Modern Gontor di Ponorogo, Jawa Timur, sebuah pesantren modern yang aspirasi keislamannya lebih dekat kepada modernisme Islam Masyumi.

Tahun 1962, Nurcholish Madjid hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah. Saat kuliah di IAIN inilah ia mulai berkiprah di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa (HMI) yang berdiri pada 1947. Keaktifannya di HMI membuka jalan bagi Cak Nur untuk meniti langkah di ranah politik praktis. Ia terpilih sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat.

Pengalamannya bertambah saat menjadi salah satu calon Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Saat menjadi kandidat ketua umum, kemampuan Nurcholish sudah cukup komplet. Karena menonjol, ia terpilih sebagai Ketua Umum HMI untuk dua periode: 1966-1969 dan 1969-1971. Kendati memimpin organisasi mahasiswa ekstrakurikuler yang disegani pada awal era Orde Baru, Cak Nur tidak menonjol di lapangan sebagai demonstran. Bahkan namanya juga tidak berkibar di lingkungan politik sebagai pengurus Komite Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

Pemikiran Nurcholish tersebar melalui berbagai tulisannya yang dimuat secara berkala di tabloid Mimbar Demokrasi, yang diterbitkan HMI. Gagasan Presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara ini memukau banyak orang hingga Nurcholish digelari oleh orang-orang Masyumi sebagai "Natsir muda". Gelar itu bukan karena ia pintar ilmu agama, melainkan karena pemikiran-pemikirannya.

Pemikiran Nurcholish yang paling menggegerkan khalayak, terutama para aktivis gerakan Islam, adalah saat pemimpin umum majalah Mimbar Jakarta ini melontarkan pernyataan "Islam yes, partai Islam no". Nurcholish ketika itu menganggap partai-partai Islam sudah menjadi "Tuhan" baru bagi orang-orang Islam. Partai atau organisasi Islam dianggap sakral dan orang Islam yang tak memilih partai Islam dalam pemilu dituding melakukan dosa besar. Padahal pada waktu itu sedang tumbuh obsesi persatuan Islam. Kalau tidak bersatu, Islam menjadi lemah. Cak Nur menawarkan tradisi baru bahwa dalam semangat demokrasi tidak harus bersatu dalam organisasi karena keyakinan, tetapi dalam konteks yang lebih luas, yaitu kebangsaan.

Karena gagasannya itu, tuduhan negatif datang ke arah Nurcholish, mulai dari pemikir aktivis gerakan Islam sampai peneliti asing. Di dalam negeri, pemikiran Nurcholish ditentang tokoh Masyumi, Profesor H.M. Rasjidi. Sedangkan dari negeri jiran, Malaysia, ia dicerca oleh Muhammad Kamal Hassan. Hassan menuding Nurcholish sebagai anggota Operasi Khusus (Opsus) di bawah Ali Moertopo.

Kejutan berikut datang lagi pada Pemilu 1977, dalam pertemuan di kantor Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), saat para aktivisnya sedang cenderung memilih Ketua Dewan Pembina Partai Golkar sebagai kendaraan politik. Cak Nur satu-satunya tokoh yang meminta agar mahasiswa tidak memilih Ketua Dewan Pembina Partai Golkar. Sebab waktu itu, menurutnya Golkar sudah memiliki segalanya, militer, birokrasi, dan uang.

Maka, dalam kampanye Ketua Umum DPP PPP (1989-1994) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Nurcholish mengemukakan teori "memompa ban kempes", yaitu pemikiran agar mahasiswa memilih partai saja ketimbang Golkar. Cak Nur percaya pada check and balances, mengajak mahasiswa agar tidak memilih Golkar, dan dia tak masuk Golkar.

Studi kesarjanaannya di IAIN Jakarta diselesaikan pada tahun 1968. Selanjutnya Cak Nur menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984) dan berhasil lulus dengan disertasi tentang filsafat dan khalam Ibnu Taimiya. Pemikiran politik Nurcholish semakin memasuki ranah filsafat setelah ia kuliah di Universitas Chicago, di Chicago, Illinois, Amerika Serikat, untuk meraih gelar doktor dalam bidang filsafat.

Nurcholish terlibat perdebatan segitiga yang seru dengan Amien Rais, dan Mohamad Roem. Pemicunya adalah tulisan Amien Rais di majalah Panji Masyarakat, yang berjudul "Tidak Ada Negara Islam". Tulisan ini yang menggulirkan kegiatan surat-menyurat antara Nurcholish yang berada di Amerika dan Roem di Indonesia. Cak Nur menyatakan tidak ada ajaran Islam yang secara qoth'i (jelas) untuk membentuk negara Islam.

Namanya sempat mencuat sebagai salah seorang kandidat calon presiden Pemilu 2004. Namun akhirnya ia mengundurkan diri dari proses pencalonan melalui Konvensi Partai Golkar. Belakangan, Rektor Universitas Paramadina ini menderita sakit dan sempat beberapa lama dirawat di Singapura. Nurcholis Madjid menghembuskan nafas terakhir pada Senin, 29 Agustus 2005, pukul 14.05 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Tokoh Lainnya

Sandiaga Salahuddin Uno

Sandiaga Salahuddin Uno

Menteri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Agus Harimurti Yudhoyono

Agus Harimurti Yudhoyono

Staff TNI Angkatan Darat
Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo

Gubernur Provinsi Jawa Tengah
Erick Thohir

Erick Thohir

Menteri Kementrian BUMN
Bambang Soesatyo

Bambang Soesatyo

Anggota Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar
Zulkifli Hasan

Zulkifli Hasan

Ketua MPR RI
Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Joko Widodo

Joko Widodo

Presiden RI
Budi Karya Sumadi

Budi Karya Sumadi

Menteri Perhubungan
Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Menteri Kementerian Pertahanan