Menuju konten utama
Leonardus Benjamin Moerdani

Leonardus Benjamin Moerdani

Menteri Pertahanan dan Keamanan (1988 - 1993)

Tempat & Tanggal Lahir

Blora, 2 September 1932

Karir

  • Panglima Pangkopkamtib (1983 - 1988)
  • Menteri Pertahanan dan Keamanan (1988 - 1993)

Detail Tokoh

12 Desember 1964 adalah hari yang sungguh bersejarah bagi Leonardus Benjamin Moerdani (Selanjutnya disebut Benny Moerdani) karena prajurit Resimen Para Komando Angkatan darat (RPKAD) itu resmi menikahi kekasihnya, Hartini, seorang mantan pramugari kepresidenan. Pasangan itu lalu menikmati madu pernikahan dengan mengadakan perjalanan berdua keliling pulau Jawa. Namun sebuah kabar buruk justru datang tepat seminggu setelah bulan madu itu selesai. 4 Januari 1965 Benny menerima surat dari Panglima TNI angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani. Yani meminta Benny segera menemuinya di Markas Angkatan Darat esok hari.

Surat itu dikirimkan Yani lantaran sikap Benny yang menentang keputusan Komandan RPKAD Kolonel Moeng Parhadimuljo yang mengeluarkan kebijakan baru, memensiunkan perwira cacat dari kesatuan. Salah satu perwira yang akhirnya harus dipensiun dini karena cacat fisik adalah Letnan Satu Agus Hernoto, yang terluka parah dalam pertempuran melawan Marinir Belanda saat operasi pembebasan Papua. Kedua kaki perwira operasi Batalion I RPKAD itu harus diamputasi. Benny yang memimpin Batalion I RPKAD tak terima anak buahnya itu harus dipensiun dini, maka kebijakan itu ditolaknya karena akan merugikan Letnan Satu Agus Hernoto.

Pertemuan Yani dan Benny di Markas Angkatan Darat berlangsung alot. Keduanya berdebat cukup panjang hingga akhirnya Yani memerintahkan Benny pindah dari RPKAD ke Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pimpinan Mayor Jenderal Soeharto. Benny tak dapat menyembunyikan rasa kecewanya. Namun dia segera pergi dari Markas Angkatan Darat menuju ke markas Kostrad. Setibanya di sana, Benny tidak menemukan Mayjen Soeharto, maka ia pun kembali ke markas RPKAD di Cijantung. Tak lama setelah pemindahan itu, Benny kembali mendapat kabar bahwa jabatan Komandan RPKAD Kolonel Moeng Parhadimuljo akan diserahkan kepada Letnan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Hal itu semakin memperbesar kekecewaan Benny karena ia menganggap jabatan itu lebih tepat disandang oleh Letkol Widjojo Soejono, Kepala Staf RPKAD.

Benny memang menerima pemidahannya ke Kostrad, namun di kesatuan itu beberapa saat Benny menjadi perwira tanpa jabatan fungsional. Keadaan segera berubah ketika Benny bertemu Ali Moertopo yang pernah bekerja sama dengannya dalam Komando Mandala Siaga. Saat mereka bertemu, Ali menjabat sebagai Wakil Asisten Intelijen Kostrad berpangkat letnan kolonel. Benny diajak Ali bergabung dengan timnya dengan dijadikan  Wakil Asisten Intelijen Komando Tempur Satu di Medan. Dari sinilah karir intelijen Benny dimulai.

Menembakan Bedil Sejak Remaja

Benny Moerdani, jenderal yang jarang tersenyum itu, memiliki sejarah panjang sebagai salah satu tokoh militer besar di Indonesia. Sejak remaja, Benny sudah mulai berperang. Di usia 13 tahun, Benny Moerdani berperang sebagai anggota Tentara Pelajar. Dalam seri buku terbitan Tempo berjudul Benny Moerdani yang Belum Terungkap, disebutkan bahwa Benny nyaris tewas di pertempuran pertamanya itu. Tembakan Belanda membuat ujung senapannya hancur, lalu serpihannya menghantam wajah Benny remaja hingga berlumuran darah. Beruntung Benny tetap hidup dan menjalani hidup yang panjang dalam berbagai perang, operasi intelijen, diplomasi lintas negara, hingga permainan politik tingkat tinggi.

Benny dilahirkan di Cepu pada 2 Oktober 1932 sebagai anak ketiga pasangan Moerdani Sosrodirdjo dan Jeanne Roch. Ibunya, Jeanne, adalah seorang guru TK asal Magelang yang masih berdarah Jerman. Benny kecil dikenal saudara-saudaranya sebagai anak yang nakal. Kenakalan Benny pernah berbuntut kaburnya dia dari rumah lantaran takut dimarahi ayahnya. Dalam masa kabur itu Benny mengikuti rombongan orang yang membawa senjata dan ikut menginap di asrama. Saat itu Benny masih duduk di kelas I SMP dan mengikuti rombongan tersebut selama 6 bulan. Ayahnya mencari Benny kemana-mana. Setelah akhirnya bertemu, Benny dibujuk pulang. Saat pulang itulah Benny tertarik masuk Pemuda Pelajar yang saat itu sudah terbentuk.

Benny terkenal berani dan nekat. Keberanian itulah yang membuat Benny terpilih sebagai salah satu tentara perintis Batalion 120 di kesatuan Tentara Pelajar. Salah satu keunggulan batalion itu adalah kemampuan menembak secara jitu. Itulah sebabnya hanya perwira-perwira pemberani yang bisa bergabung di dalamnya, termasuk Benny. Tekad Benny menjadi tentara memang sangat besar. Ketika perang berakhir, ia sempat mengirimkan surat pendaftaran untuk menjalani pendidikan militer di angkatan udara, laut, dan darat. Benny kemudian memilih tawaran melanjutkan pendidikan di Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat di Bandung.

Perwira Nekat

Usia Benny masih 29 tahun saat ditunjuk Ahmad Yani merancang Operasi Naga, sebuah operasi udara yang ditujukan ke Irian Barat pada 1962. Operasi itu bertujuan untuk mengagalkan rencana Belanda mendirikan “negara boneka” di Irian Barat. Benny sesungguhnya tidak masuk dafar pilihan Ahmad Yani. Namun Kepala Staf Operasi Tertinggi Angkatan Darat itu tidak punya pilihan karena tak seorang pun perwira senior yang berani mempimpin operasi itu. Faktanya, operasi udara ke Irian belum pernah ada yang berhasil. Selama ini, pasukan yang diterjunkan ke sana selalu hilang seutuhnya. Panglima Mandala Mayor Jenderal Soeharto bahkan memperkirakan 60% dari pasukan Operasi Naga akan gugur.

Pagi buta 23 Juni 1962 operasi itu dimulai. Ada 213 penerjun payung melompat dari tiga pesawat Hercules. Penerjunan itu terbilang kacau balau karena medan Irian Barat saat itu masih gelap. Tanpa tahu kondisi di bawahnya, anggota pasukan itu melompat satu per satu, termasuk Benny yang memimpin operasi . Banyak perwira yang tewas tergantung di pohon atau terjebak di rawa-rawa. Benny sendiri tersangkut di pohon kemiri setinggi 30 meter. Ternyata tiga pesawat Hercules yang membawa pasukan itu melakukan kekeliruan. Sasaran penerjunan pasukan itu rupanya salah karena sungai yang semula disangka Merauke, ternyata adalah sungai Kumbai. Rupanya peta yang dipakai dalam penerjunan itu adalah peta lama buatan tahun 1937.

Perwira-perwira yang berhasil menyelamatkan diri, segera mencari cara untuk berkumpul. Di hari kedua operasi itu berlangsung, Benny berhasil mengumpulkan 60 orang perwira serta memiliki alat komunikasi dengan cadangan mesiu yang cukup. Benny dan pasukannya rutin melakukan komunikasi dengan rekannya di luar Irian. Ben Mboi dalam seri buku terbitan Tempo, Benny Moerdani yang Belum Terungkap mengatakan bahwa sebenarnya Benny memang tidak berpikir tentang strategi secara sistematis dalam memimpin operasi itu. Oleh karena itu tidak ada aturan yang tepat atau pasti di medan tempur, semua hanya perkara eksekusi. Banyak perwira yang gugur baik dalam pertempuran dengan Belanda maupun dibunuh penduduk  asli yang pro-Belanda. Operasi ini berakhir dengan penandatanganan New York Agreement pada 15 Agustus 1962. Terlepas dari berbagai kecerobohan pasukan ini, nama Benny Moerdani jadi kian melambung. Atas jasanya ini Benny menerima Bintang Sakti.

Perjalanan karir Benny tak selalu membanggakan. Namanya sering dikaitkan dengan sejumlah aksi pelanggaran HAM pada dekade 1980-an. Salah satu yang paling heboh adalah kasus Tanjung Priok, penembakan tentara terhadap  demonstran kelompok Islam garis keras. Latar belakang agama Benny yang Katolik kerap disangkutpautkan dengan tragedi itu.  Peristiwa penembakan misterius juga pernah menyeret namanya. Peristiwa itu merupakan pembunuhan besar-besaran terhadap pelaku kriminal kelas kambing di berbagai wilayah. Banyak rekan-rekan lama Benny yang menilainya kerap bertindak kelewat nekat dalam banyak operasi tanpa bekal informasi awal yang memadahi.

29 Agustus 2004 Benny berpulang karena kondisi fisik yang kian merosot. Sebelum meninggal, Benny dirawat di ruang perawatan intensif Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Tidak banyak kawan yang mengunjunginya. Hari-hari terakhir jenderal yang tangkas itu begitu sunyi dan kelam, meskipun hubungan dingin dengan Soeharto akhirnya mencair juga setelah keduanya sudah sama-sama renta. Benny menua dan akhirnya meninggal dengan wajah tegasnya yang kaku dan jarang tersenyum. Di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Leornadus Benjamin Moerdani dikebumikan.

Tokoh Lainnya

Bambang Soesatyo

Bambang Soesatyo

Anggota Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar
Agus Harimurti Yudhoyono

Agus Harimurti Yudhoyono

Staff TNI Angkatan Darat
Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo

Gubernur Provinsi Jawa Tengah
Joko Widodo

Joko Widodo

Presiden RI
Sandiaga Salahuddin Uno

Sandiaga Salahuddin Uno

Menteri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Zulkifli Hasan

Zulkifli Hasan

Ketua MPR RI
Budi Karya Sumadi

Budi Karya Sumadi

Menteri Perhubungan
Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Menteri Kementerian Pertahanan
Erick Thohir

Erick Thohir

Menteri Kementrian BUMN
Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat