Menuju konten utama
Jusuf Serang Kasim

Jusuf Serang Kasim

Direktur RSI Samarinda (1998)

Tempat & Tanggal Lahir

Tarakan, Kalimantan Utara, Indonesia, 2 Februari 1944

Karir

  • Kepala Sekolah SMA Mulawarman Tarakan (1980)
  • Kepala RS RS Bersalin Sarinah Tarakan (1979 - 1981)
  • Kepala Dinas Dinas Kesehatan Kabupaten Bulungan (1979)
  • Dokter Terbang Dinas Kesehatan Kabupaten Bulungan (1981 - 9182)
  • Kepala Kantor Kantor Kesehatan Pelabuhan Tarakan (1982 - 1987)
  • Direktur RSUD Tarakan (1987 - 1995)
  • Direktur RS Abdul Wahad Syahrani Samarinda (1995 - 1999)
  • Direktur RSIA Aisyiyah Samarinda (1998)
  • Walikota Pemerintah Kota Tarakan (1999 - 2004)
  • Walikota Pemerintah Kota Tarakan (2004 - 2009)
  • Ketua Umum Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Tarakan (2009)
  • Pendiri dan Pelaksana JSK Institute Tarakan (2009)
  • Kepala Puskesmas Puskesmas Mambrungan Tarakan (1976 - 1982)
  • Direktur RSI Samarinda (1998)

Pendidikan

  • Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Samarinda (1960 - 1963)
  • Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (1963 - 1964)
  • Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (1964 - 1975)
  • Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Tarakan (1957 - 1960)
  • Sekolah Rakyat (SR) Negeri Tarakan (1951 - 1957)

Detail Tokoh

Kota Tarakan pada 1999 adalah kota yang ‘sakit’. Kota ini tak punya cukup banyak anggaran belanja. Sampah menggunung di mana-mana, membuat lingkungan jadi tidak sehat dan tidak sedap dipandang. Banyak gedung sekolah dalam keadaan memprihatinkan. Orang-orang kaya pun menyekolahkan anaknya ke luar pulau. Sang Wali Kota yang baru terpilih kala itu, Jusuf Serang Kasim, tampak paham benar aneka persoalan yang hinggap di pulau sebelah timur Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia itu. Hal itu masih ditambah lagi dengan isu bibir pantai Tarakan sebelah timur yang terus tergerus Laut Sulawesi, dan hutan bakau penjaga napas penduduk Tarakan yang terkikis dengan cepat.

Tiap pagi ia menerima puluhan tamu, masing-masing menyampaikan urusannya: dari masalah pengelolaan sampah sampai tagihan listrik, dari percetakan buku hingga soal mutu pendidikan. Dari situ ia bergerak ke lapangan, mengecek persoalan berikut perkembangannya. Rutinitas yang lalu dilakukan secara konsisten bertahun-tahun kemudian.

Dari hasil pengamatannya, Jusuf memutuskan mendahulukan persoalan yang paling kronis yakni sampah. Tak ada uang di kas pemerintah, ia mengumpulkan 11 pengusaha lokal untuk memulainya. Ketika itu, terkumpul Rp 1,3 miliar dari mereka. Jusuf pun berjanji mengembalikannya dalam setahun.

Utang itu ia simpan dalam deposito bank. Bunganya dipakai buat menyewa beberapa truk pengangkut sampah. Satu setengah bulan menjadi wali kota, ia memindahkan pengelolaan sampah dari Dinas Kebersihan Kota ke swasta. Pengelolaan truk-truk pengangkut sampah yang kemudian bisa dibeli juga diserahkan ke perusahaan partikelir. Dari tahun ke tahun, truk terus bertambah. Bahkan Tarakan kemudian menerima hibah dari pemerintah Jepang berupa sepuluh truk pengangkut sampah tertutup, dua bus kota, dua bus pengangkut penumpang bandara, tiga mobil ambulans, dan tiga pemadam kebakaran. Mobil-mobil bekas lalu diperbaiki di Surabaya dengan menghabiskan biaya sekitar Rp 3,5 miliar untuk semua.

Pengelolaan sampah bukan sekadar soal kebersihan. Jusuf menganggap sampah sebagai cermin manajemen pemerintah. Sampah yang berserakan tanda manajemen yang amburadul. Ia juga berpendapat penanganan sampah harus menjadi bagian dari materi pendidikan di sekolah-sekolah. Dari urusan sampah, Jusuf melangkah ke persoalan pendidikan. Ia menjumpai ada tiga sekolah dasar terkonsentrasi di satu kawasan. Untuk efisiensi, ia membongkar dua bangunan dan menyatukan tiga sekolah itu menjadi satu manajemen.  TIndakan ini berujung pada gugatan kepala sekolah ke pengadilan tata usaha negara, tetapi Pemkot Tarakan yang memenangkannya.

Tarakan membangun fisik gedung-gedung sekolah dengan baik. Gedung SMPN 1, misalnya, dibangun sangat megah yang terdiri atas bangunan tiga lantai melingkar, dilengkapi laboratorium komputer dan bahasa, dengan toilet yang terawat bersih. Kelas-kelasnya teratur, dengan bak sampah yang memisahkan sampah organik dan non-organik dipasang di halaman.

Bangunan megah serupa dibangun untuk sekolah dasar dan sekolah menengah atas. Kompleks Universitas Borneo yang besar didirikan di perbukitan di luar kota, di tepi jalan menuju pantai timur Tarakan. Penampilan fisik fasilitas pendidikan ini penting, menurut Jusuf, untuk meningkatkan kebanggaan guru, memberikan rasa aman bagi orang tua buat menyekolahkan anaknya, dan pada akhirnya menyuntukkan semangat belajar pada siswa.

Pada saat yang sama, pemerintah Tarakan membentuk tim peningkatan mutu pendidikan untuk menyusun peranti lunak sekolah-sekolah itu. Tim tersebut terdiri atas sejumlah doktor lulusan berbagai universitas. Tunjangan guru, kepala sekolah, dan pengawas juga ditingkatkan. Pada 2003, guru memperoleh tambahan upah Rp525 ribu, kepala sekolah Rp825 ribu, dan pengawas Rp875 ribu per bulan.

Untuk meningkatkan kemampuan, para guru sekolah dasar memperoleh pendidikan tambahan hingga memperoleh gelar sarjana di Universitas Borneo. Semua dibiayai pemerintah. Berbagai langkah itu memakan seperlima lebih anggaran Tarakan selama empat tahun terakhir. Namun Jusuf memiliki alasan yang mendasar. Menurutnya, langkah itu dilakukan agar profesi guru menjadi terhormat, dan mereka bisa menjadi andalan pemerintah untuk membangun sumber daya yang andal pula.

Jusuf mengorbankan biaya pembangunan kantor wali kota untuk membangun gedung-gedung sekolah itu. Berbeda dengan kantor pemerintah kabupaten atau kota di tempat lain, gedung Wali Kota Tarakan tidak dibangun megah. Bahkan dinding ruang kerja Jusuf dibuat dari tripleks. Di bawah komando Jusuf pula, Tarakan membangun pusat pelayanan terpadu yang dinamai ”Gadis”, yang merupakan akronim dari Gabungan Dinas. Proseur izin usaha dibuat lebih sederhana.

Setelah masalah sampah, pendidikan dan usaha ditangani, berikutnya adalah masalah hutan bakau yang dihuni bekantan (monyet dengan hidung seperti jambu air) di tengah kota. Dari sembilan hektare, luas hutan itu kini berkembang menjadi 22 hektare. Perjuangan yang tidak mudah. Pasalnya, warga yang menanam bibit-bibit bakau itu pernah dikejar-kejar penjaga tanah yang membawa parang karena mereka menganggap tanah itu milik perusahaan tempat mereka bekerja.  Untuk membendung gerusan Laut Sulawesi, Pemkot Tarakan melakukan reklamasi di Pantai Amal Indah sepanjang 2,7 kilometer. Tempat itu hendak dijadikan kawasan bebas emisi dan bebas polusi. Kelak hanya pejalan kaki serta pengendara sepeda dan kendaraan tak bermotor lainnya yang boleh masuk.

Jusuf juga menyulap kawasan-kawasan tak berguna menjadi taman kota. Setidaknya ada tiga taman di kota ini, dan satu di antaranya dibuat di lahan bekas kebun kangkung. Semua taman dilengkapi fasilitas hotspot, dengan deretan bangku untuk pengunjung. Taman itu menghidupi para pedagang makanan dan minuman setempat. Saking senangnya membuat taman, dulu Jusuf pernah dijuluki ’wagiman’, alias wali kota gila taman.

Jusuf terobsesi membuat Tarakan jadi Singapura kecil, sebuah negeri pulau yang menjadi pusat keuangan dunia, dengan pelayanan kesehatan yang mondial, ditata dengan manajemen pemerintahan yang baik.

Ketika Jusuf terpilih sebagai Walikota, Tarakan masih bayi, baru dua tahun disapih oleh induknya, Kabupaten Bulungan. Terdiri atas pulau yang terpisah dengan Kalimantan daratan, kota baru ini memiliki luas sekitar 250 kilometer persegi. Luas yang berukuran hampir separuh luas Singapura.

Saat itu penduduknya baru sekitar 115 ribu orang atau tiga persen penduduk Negeri Singa. Potensi Tarakan tak kalah dengan Singapura, menurut Jusuf. Posisinya strategis, merupakan pusat transit perdagangan antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Karena posisinya itu, Jepang dan Sekutu pernah memperebutkan Tarakan dalam Perang Pasifik, 1942-1945.

Pada 2004, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tarakan kembali memilihnya menjadi wali kota. Di bawah kepemimpinannya, Tarakan memperoleh 40-an penghargaan termasuk Kalpataru. Yang paling mengesankan dari semua itu adalah pertumbuhan ekonomi yang selalu di atas rata-rata nasional sejak 2001. Di akhir periode pertamanya, Tarakan bahkan mencatat pertumbuhan tertinggi nasional: 12,71 %

Tokoh Lainnya

Budi Karya Sumadi

Budi Karya Sumadi

Menteri Perhubungan
Erick Thohir

Erick Thohir

Menteri Kementrian BUMN
Joko Widodo

Joko Widodo

Presiden RI
Bambang Soesatyo

Bambang Soesatyo

Anggota Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar
Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo

Gubernur Provinsi Jawa Tengah
Zulkifli Hasan

Zulkifli Hasan

Ketua MPR RI
Agus Harimurti Yudhoyono

Agus Harimurti Yudhoyono

Staff TNI Angkatan Darat
Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sandiaga Salahuddin Uno

Sandiaga Salahuddin Uno

Menteri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Menteri Kementerian Pertahanan