Menuju konten utama
Djuanda Kartawidjaja

Djuanda Kartawidjaja

Perdana Menteri Indonesia ke-10 (1957 - 1959)

Tempat & Tanggal Lahir

Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia, 14 Januari 1911

Karir

  • Menteri Perhubungan Indonesia ke-3 (1946 - 1949)
  • Menteri Pekerjaan Umum Indonesia ke-5 (1948 - 1949)
  • Menteri Pertahanan Indonesia ke-11 (1957 - 1959)
  • Menteri Keuangan Indonesia ke-11 (1959 - 1962)
  • Perdana Menteri Indonesia ke-10 (1957 - 1959)

Pendidikan

  • Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) (1933)

Detail Tokoh

Bila mendengar sebuah nama lapangan terbang Djuanda atau hutan raya Djuanda, Anda harus mengingat seorang tokoh nasional bernama lengkap Ir. Raden Haji Djuanda Kartawidjaja.

Sosok ini sempat menjabat sebagai Perdana Menteri ke-10 di republik ini terhitung dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959. Sumbangan Djuanda yang terbesar semasa hidup ialah berhasil menciptakan Deklarasi Djuanda tahun 1957. Isi dari Deklarasi Djuanda. Isi deklarasi itu mengatur soal territorial Indonesia. Dengan kemunculan deklarasi teresebut, wilayah Indonesia semakin luas karena batasa territorial mencakup laut. Deklarasi Djuanda seiring dengan konvensi hukum laut United Nations Convention on Law at the Sea.

Djuanda adalah sosok yang cerdasa. Dia lahir dari turunan ningrat. Lahir dari pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat. Ayahnya merupakan Mantri Guru di Hollandsch Inlansdsch School (HIS).

Beruntung sosok sang ayah yang dekat dengan pemerintahan kolonial membuatnya dapat pendidikan layaknya seperti orang Belanda. Di perguruan tinggi, dia berhasil melanjutkan pendidikan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung. Di sana dia mengambil jurusan jurusan teknik sipil.

Sambil kuliah, Djuanda aktif dalam berbagai organisasi non politik. Diantaranya ia aktif di Paguyuban Pasundan dan Muhamadiyah. Djuanda pernah menjadi pimpinan sekolah Muhamadiyah.

Awal karir Djuanda di pemerintahan diawali dengan menjadi Departemen Pekerjaan Umum pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1939. Saat Jepang datang dia memilih berkompromi dan berjuang dengan cara diplomasi.

Dia merupakan tokoh penting dalam pembangunan pasca kemerdekaan. Djuanda diberi kepercayaan memimpin Jawatan Kereta Api dari Jepang. Disusul kemudian langkah pengambil-alihan Jawatan Pertambangan, Kotapraja, Keresidenan dan obyek-obyek militer di Gudang Utara Bandung.

Setelah melaksanakan tugas tersebut, Soekarno memberi penghargaan pada Djuanda dengan menngangkatnya menajdi Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura. Prestasinya sebagai seorang pemimpin tak dapat dipandang sebelah mata, alhasil dia diangkat jadi Menteri Perhubungan.

Selain sebagai Menteri Perhubungan, jabatan strategis lain juga sempat diembannya, antara lain sebagai Menteri Pengairan, Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beberapa kali Djuanda juga dipercaya untuk memimpin perundingan Belanda, salah satunya ialah perundingan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Di dalam konferensi tersebut, Djuanda dikirim menjadi Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia. Dalam Perundingan KMB ini, Belanda secara resmi mengakui kedaulatan kemerdekaan pemerintahan RI.

Kesetiaan Djuanda pada negara sempat diuji tatkala ia ditangkap oleh tentara Belanda saat Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948. Dalam penangkapan itu, Djuanda dibujuk agar bersedia ikut bergabung dengan pemerintahan Negara Pasunda. Sebagai politikus, Djuanda mengetahui arah bujukan tersebut, maka Djuanda dengan tegas menolak tawaran itu.

Djuanda memilih mengabdi kepada republik. Baginya tidak ada pemerintahan lain selain pemerintahan yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta pada masa itu. Selama bertugas Djuanda menghadapi banyak tantangan, namun ia berhasil mencari solusi terbaik dari tiap-tiap permasalahan demi kepentingan bangsa dan negaranya.

Di kalangan pers, cara kerja Djuanda dikenal sebagai menteri tercepat dalam perpindahan tugas. Hal ini membuatnya mendapat julukan sebagai ‘menteri marathon.’

Djuanda wafat pada tanggal 7 November 1963 dikarenakan serangan jantung. Jenazah tokoh nasional ini dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Pasca dikuburkan keluarlah Surat Keputusan Presiden RI No. 244/1963. Surat tersebut berisikan pengangkatan Djuanda sebagai tokoh nasional/pahlawan kemerdekaan nasional. Nama Djuanda juga diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya, Jawa Timur. Penghargaan tersebut diberikan sebab saat menjabat sebagai Menteri Perhubungan, Djuanda memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut.

Selain itu, di Bandung, nama Djuanda dijadikan sebagai ini menjadi nama sebuah hutan raya. Pemberian nama ini diberikan pemerintah karena taman ini resmi dibangun tepat saat Djuanda meninggal.

Tokoh Lainnya

Sandiaga Salahuddin Uno

Sandiaga Salahuddin Uno

Menteri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Bambang Soesatyo

Bambang Soesatyo

Anggota Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar
Zulkifli Hasan

Zulkifli Hasan

Ketua MPR RI
Agus Harimurti Yudhoyono

Agus Harimurti Yudhoyono

Staff TNI Angkatan Darat
Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Budi Karya Sumadi

Budi Karya Sumadi

Menteri Perhubungan
Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Menteri Kementerian Pertahanan
Joko Widodo

Joko Widodo

Presiden RI
Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo

Gubernur Provinsi Jawa Tengah
Erick Thohir

Erick Thohir

Menteri Kementrian BUMN