Tempat & Tanggal Lahir
Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia, 8 September 1955
Karir
- Anggota DPD-RI
Pendidikan
- STIE Jambi
Detail Tokoh
Hj. Daryati Uteng., S.E., M.M. lahir di Lembang tanggal 08 September 1955 merupakan Senator DPD RI wakil Provinsi Jambi periode tahun 2014-2019 dengan perolehan suara sebesar 127.376 suara.
Sebelum menjadi Senator DPD RI, Daryati Uteng merupakan Anggota DPRD Provinsi Jambi dan Dosen di STIE Jambi.
Daryati Uteng merupakan pemenang Piala Citra Tokoh Wanita Indonesia tahun 2007-2008.
Anggapan yang menyebut orang Sunda tak bisa jauh-jauh dari kampung halamannya terbantahkan bila melihat kenyataan dan membaca sosok angggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Azizah Daryati Uteng. Orang Sunda pituin ini bukan hanya merantau melintasi laut dan pulau tetapi juga selama puluhan tahun berkontribusi dan berkiprah untuk kemajuan Provinsi Jambi, lemah cai (tanah kelahiran) keduanya setelah Bandung.
Daryati Uteng yang menjabat Pembantu Rektor III STIE Ikabama Jambi ini sempat beberapa kali menyeka air mata ketika pembicaraan menyinggung sosok Lili Abdurrahman, istri Gubernur Abdurrahman Sayuti. Usianya terpaut satu tahun lebih tua dari Daryati Uteng namun sosoknya menjadi panutan, ngemong dan kerap memberikan saran tapi tak terasa menggurui.
Daryati Uteng menuturkan, saat menjadi istri wakil gubernur, banyak belajar dari Ibu Lili tentang cara berbicara dalam sebuah forum, termasuk berbusana dan menjaga penampilan di depan umum. Bahkan saat betugas pun kerap satu mobil bersama.
Puluhan tahun sebagai istri prajurit TNI, juga membuat Daryati Uteng tahan banting dan mandiri. Berpindah-pindah tempat bagi Daryati Uteng selain bertambah pengalaman belakangan sangat terasa manfaatnya ketika aktif di organisasi kemasyarakatan, partai politik dan juga ketika menjadi senator.
"Saya jadi banyak mengenal karakter orang dan banyak masyarakat juga yang mengenal saya. Kelak ini juga yang menjadi modal sosial saya ketika terjun di dunia politik," ujar istri Brigadir Jenderal (Pur) H. Uteng Suryadiyatna.
Berbicara tentang pertemuannya dengan sang suami, Daryati Uteng memiliki cerita yang sulit dilupakan. Daryati yang saat itu sekolah di SMA 1 Padalarang termasuk gadis yang manja dan cuek. Lantaran kecuekannya itu, remaja yang masih suka main congklak dan lompat tali, tak sadar ada sosok serdadu yang menjadi pelanggan toko sembako milik ayahnya, terus mengamati dan memuji kecantikannya di dalam hati.
Rupanya, lulusan Akmil 1965 yang menjabat Komandan Kompi 327 Padalarang itu sangat gesit dibandingkan cowok lain yang sama-sama naksir Daryati. Baginya tak perlu harus mengenal Daryati lebih dalam atau pacaran, tapi cukup potong kompas dengan melamar langsung lewat orangtuanya. Dahsyat!
Belakangan ayah Daryati tidak semata-mata menerima pinangan Komandan Kompi yang memiliki selisih usia 11 tahun lantaran dianggap mapan namun ternyata ada rahasia lain. "Ayah rupanya tak enak dengan mitra usahanya. Ada beberapa dari mitra usaha itu yang terus terang ingin menjodohkan anak laki-lakinya dengan saya. Menghindari perasaan tak enak dengan mitra usahanya, Ayah lebih memilih sosok tentara apalagi Komandan Kompi cukup disegani di wilayah kami," tutur Daryati Uteng tersenyum.
Sebagai anak pertama dari 12 bersaudara, gadis Daryati sejatinya bukan tipe anak perempuan yang siap nikah. Bahkan setelah nikah pun Daryati benar-benar istri yang tidak bisa masak. Masih manja. Namun, Hajah Anih Hasanah, ibunda Daryati, tak pernah lelah untuk mengajarinya menjadi istri yang baik.
Dalam perjalanannya, Daryati menjadi seorang perempuan yang mandiri dan memiliki jiwa wirausaha menurun dari ayahnya. Kendati gaji suami cukup untuk memenuhi kehidupan rumah tangga, Daryati sebagai istri tidak tinggal diam. Usaha kredit alat rumah tangga dijalani dan kursus salon pun dilakoni.
Belakangan Daryati Uteng tidak hanya meraih gelar sarjana ekonomi di tengah kesibukannya sebagai anggota Persit Kartika Chandra Kirana tetapi juga meraih gelar master manajemen (MM). Tak sampai di sana, Wakil Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jambi ini juga tengah menempuh program doktoral (S3) dengan konsentrasi ekonomi kreatif.
"Sekolah dan belajar itu tak dibatasi usia. Saya sudah nenek-nenek ini masih kuliah dan ternyata menginspirasi banyak orang. Paling tidak adik-adik saya pun yang sudah jadi dokter dan dan insinyur juga tak mau kalah untuk mengambil master dan doktor," ujarnya bangga.