Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan dibentuk pada tahun 2001, KKMB mulanya berupa kawasan konservasimangroveseluas sembilan hektar.
Bekantan mulai menghuni KKMB setahun sebelumnya. Pada awalnya hanya ada enam ekor, empat jantan dan dua betina, dan saat ini telah menjadi 38 ekor.
Tiga tahun kemudian, Pemerintah Kota Tarakan menambah luas kawasan menjadi 22 hektar. Ini sekaligus untuk memenuhi syarat luas minimal habitat bekantan, yakni 20 hektar.
Mangrove merupakan salah satu kekayaan genetik Indonesia, khususnya di wilayah pesisir, Wilayah pesisir sendiri di Indonesia menjadi garis pantai terpanjang di antara seluruh Negara di dunia, sebab Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau.
Hutan mangrove memiliki peran penting dalam melindungi daratan dari gelombang dan abrasi, dan menjaga kekayaan genetik dari flora fauna di dalamnya, termasuk menjaga produktivitas sumder daya perikanan Indonesia.
Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan (KKMB) adalah kawasan hutan di Kota Tarakan ditetapkan bedasarkan pemanfaatannya, secara ekologis dan biologis terbagi ke dalam hutan lindung dan hutan konservasi dengan tujuan khusus sebagai hutan kota dan hutan mangrove (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2010).
Hutan mangrove merupakan bagian ekosistem pesisir Kota Tarakan yang menyediakan sumberdaya alam produktif, baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energy seperti minyakdan gas serta batubara, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata.
Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan salah satu primata endemik Pulau Kalimantan (Groves, 2001, Bismark, 2010). Jenis ini dikenal dengan sebutan monyet belanda, bekara atau warek belanda.
Selain nama jenis tersebut, bekantan memiliki tiga sinonim nama ilmiah, yaitu : Nasalis capistratus Kerr, Nasalis nasica Lacépède dan Nasalis recurvus Vigors & Horsfield.
Secara nasional, bekantan dilindungi berdasarkan Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 301/Kpts-II/1991.
Secara internasional bekantan termasuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yaitu satwa yang secara internasional tidak boleh diperdagangkan dalam bentuk apapun sama sekali.
Bekantan di KKMB merupakan populasi semi-liar yang menempati habitat yang relatif kecil dibandingkan habitat aslinya.
- ANTARA FOTO/ Galih Pradipta
- https://sobat-kaltara.org/
Bekantan mulai menghuni KKMB setahun sebelumnya. Pada awalnya hanya ada enam ekor, empat jantan dan dua betina, dan saat ini telah menjadi 38 ekor.
Tiga tahun kemudian, Pemerintah Kota Tarakan menambah luas kawasan menjadi 22 hektar. Ini sekaligus untuk memenuhi syarat luas minimal habitat bekantan, yakni 20 hektar.
Mangrove merupakan salah satu kekayaan genetik Indonesia, khususnya di wilayah pesisir, Wilayah pesisir sendiri di Indonesia menjadi garis pantai terpanjang di antara seluruh Negara di dunia, sebab Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau.
Hutan mangrove memiliki peran penting dalam melindungi daratan dari gelombang dan abrasi, dan menjaga kekayaan genetik dari flora fauna di dalamnya, termasuk menjaga produktivitas sumder daya perikanan Indonesia.
Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan (KKMB) adalah kawasan hutan di Kota Tarakan ditetapkan bedasarkan pemanfaatannya, secara ekologis dan biologis terbagi ke dalam hutan lindung dan hutan konservasi dengan tujuan khusus sebagai hutan kota dan hutan mangrove (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2010).
Hutan mangrove merupakan bagian ekosistem pesisir Kota Tarakan yang menyediakan sumberdaya alam produktif, baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energy seperti minyakdan gas serta batubara, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata.
Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan salah satu primata endemik Pulau Kalimantan (Groves, 2001, Bismark, 2010). Jenis ini dikenal dengan sebutan monyet belanda, bekara atau warek belanda.
Selain nama jenis tersebut, bekantan memiliki tiga sinonim nama ilmiah, yaitu : Nasalis capistratus Kerr, Nasalis nasica Lacépède dan Nasalis recurvus Vigors & Horsfield.
Secara nasional, bekantan dilindungi berdasarkan Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 301/Kpts-II/1991.
Secara internasional bekantan termasuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yaitu satwa yang secara internasional tidak boleh diperdagangkan dalam bentuk apapun sama sekali.
Bekantan di KKMB merupakan populasi semi-liar yang menempati habitat yang relatif kecil dibandingkan habitat aslinya.
- ANTARA FOTO/ Galih Pradipta
- https://sobat-kaltara.org/