Menuju konten utama

Di Balik Penembakan Masjid Selandia Baru

Senator Queensland menuduh Islam di balik serangan masjid Christchurch Selandia Baru.

Di Balik Penembakan Masjid Selandia Baru
Seorang pria bersandar di tanah ketika ia berbicara di telepon genggamnya di seberang jalan dari masjid di pusat Christchurch, Selandia Baru, Jumat, 15 Maret 2019. Mark Baker / AP

tirto.id - Hari ini menjadi salah satu hari terkelam Selandia Baru. Penembakan brutal terjadi di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru.

Penembakan brutal pertama dilancarkan di Masjid Al Noor, Jumat (15/3/2019) pukul 13.45 waktu setempat. Penembakan itu menewaskan sekitar 30 warga sipil. Dikutip dari AP News, penembakan kedua dilancarkan di Masjid Linwood dan menewaskan 10 warga sipil.

Sebelumnya, insiden kekerasan paling mematikan di Selandia Baru terjadi pada November 1990 di Aramoana, sebuah pemukiman kecil di pesisir timur laut Dunedin.

Pelaku, yang diidentifikasi sebagai David Malcolm Gray (33), menembak brutal tetangganya dengan senapan semi-otomatis hingga menewaskan 13 orang. Ia lalu ditembak mati oleh polisi. Penembakan itu pun hanya berawal dari masalah anjing tetangga yang tersesat di properti Gray.

Hari ini disebut sebagai yang terkelam karena kejahatan kekerasan jarang terjadi di Selandia Baru.Tingkat pembunuhan negara itu mencapai level terendah dalam 40 tahun terakhir menjadi 35 per tahun per 2017, kata polisi. Tidak heran jika insiden berdarah kali ini benar-benar mengejutkan.

Alih-alih hanya mengecam pelaku, senator Queensland Fraser Anning malah mengatakan insiden ini disebabkan kebijakan negara soal imigran Muslim.

"Seperti biasa, politisi sayap kiri dan media akan bergegas mengklaim bahwa penyebab penembakan hari ini terletak pada undang-undang senjata atau mereka yang memiliki pandangan nasionalis, tetapi ini semua omong kosong, klise," ujar Fraser Anning.

"Penyebab kejadian berdarah hari ini di Selandia Baru karena program pemerintah yang mengizinkan Muslim fanatik pindah ke Selandia Baru."

Senator Anning melanjutkan dengan mengatakan sementara Muslim mungkin menjadi korban serangan, tetapi ia mengklaim mereka juga sebagai pelaku. Anning menyalahkan kematian di Masjid Selandia Baru kepada "seluruh umat Islam".

"Apakah ada yang masih membantah hubungan antara imigran Muslim dan kekerasan?" cuit Anning.

Pernyataan keras Anning itu berkebalikan dengan kenyataan bahwa populasi muslim di Selandia Baru sebenarnya masih terhitung kecil. Secara persentase populasi muslim memang meningkat 28 persen dibanding 2006. Namun dibandingkan keseluruhan populasi Selandia Baru, warga Muslim hanya mencapai 1,1 persen dari total populasi Selandia Baru yang mencapai 4,25 juta pada 2013.

Dikutip dari The Journal of Muslim Minority Affairs yang tayang pada 2017 lalu, jumlah penduduk Muslim Selandia Baru diperkirakan meningkat dua kali lipat pada 2030 atau mencapai 100.000 jiwa.

Data juga memperlihatkan Muslim sudah ada cukup lama di Selandia Baru.

"Muslim sudah berada di Selandia Baru selama lebih dari 100 tahun. Tidak ada yang seperti itu pernah terjadi," Mustafa Farouk, presiden Federasi Asosiasi Islam, mengatakan dalam sebuah wawancara telepon.

"Kami berkeliling dunia dan memberi tahu orang-orang bahwa kami tinggal di negara paling damai di dunia," kata Farouk, menambahkan: "Ini tidak akan mengubah pikiran kami tentang tinggal di sini."

Menurut Federasi Asosiasi Islam Selandia Baru, terdapat 57 masjid yang terdaftar di Selandia Baru termasuk pusat kajian Muslim.

Siapa Brenton Tarrant?

Pelaku penembakan di Masjid Al-Noor diidentifikasi sebagai Brenton Tarrant dari Australia. Penembakan itu ia siarkan secara online dan menghadirkan manifesto 73 halaman. Ia melabeli dirinya sebagai "warga kulit putih biasa".

Perdana Menteri Australia Scott Morrison membenarkan bahwa Tarrant adalah warga negara Australia.

Tarrant mengklaim serangan itu untuk mewakili "jutaan warga Eropa dan bangsa-bangsa etno-nasionalis lainnya". Dia mengatakan "kita harus memastikan keberadaan rakyat kita, dan masa depan untuk anak-anak kulit putih".

Dia menggambarkan alasannya adalah untuk “menunjukkan kepada penjajah bahwa tanah kami (mewakili orang kulit putih Eropa) tidak akan pernah menjadi tanah mereka (imigran), tanah air kami adalah milik kami sendiri dan bahwa, selama orang kulit putih masih hidup, mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kami dan mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kami."

Tarrant mengungkapkan dia telah merencanakan serangan ini dalam dua tahun, dan memilih untuk menyerang masjid di Christchurch sejak tiga bulan lalu.

Dia mengatakan Selandia Baru bukan "pilihan utama untuk menyerang", tetapi menggambarkan Selandia Baru sebagai "sasaran empuk seperti di tempat lain di Barat".

"Sebuah serangan di Selandia Baru akan memusatkan perhatian pada kebenaran serangan terhadap peradaban kita, bahwa tidak ada tempat di dunia ini yang aman. Para penyerang berada di semua tanah kita, bahkan di daerah-daerah terpencil di dunia dan bahwa tidak ada tempat lagi yang aman dan bebas dari imigrasi massal.”

Tanggapan PM Selandia Baru Soal Penembakan Masjid Christchurch

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan penembakan masjid di kota Christchurch menjadi salah satu hari terkelam di Selandia Baru.

"Apa yang terjadi di sini adalah tindakan kekerasan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya," kata Ardern dikutip dari AP News.

Ia mengatakan kemungkinan yang terkena dampak dari penembakan brutal itu adalah migran atau pengungsi.

“Mereka telah memilih untuk menjadikan Selandia Baru sebagai rumah mereka dan itu adalah rumah mereka. Mereka adalah kita," lanjut Ardern.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN SELANDIA BARU atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Politik
Penulis: Yantina Debora
Editor: Zen RS