Menuju konten utama

YLKI Desak Pemerintah Segera Buat Peta Kanker Seperti Cina

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mendesak Pemerintah segera membuat peta kanker seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Cina pada 1960-an.

YLKI Desak Pemerintah Segera Buat Peta Kanker Seperti Cina
Ketua YLKI Tulus Abadi memaparkan dampak ruu pertembakauan jika disahkan, baik dari sisi sosial, kesehatan, dan bahkan ekonomi dalam konferensi pers yang digelar di Gedung YLKI, Jakarta, Jumat (5/7). Tirto/Andrey Gromico.

tirto.id - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi meminta Pemerintah segera membuat peta kanker menyoroti sejumlah korban yang meninggal akibat penyakit kanker.

Salah satunya Kepala Pusdatin BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, yang meninggal karena terkena kanker paru stadium empat di Guangzhou, Cina, Minggu (7/7/2019) kemarin.

Padahal berdasarkan pengakuan Sutopo, ia menjaga perilaku hidup sehat dan tidak merokok. Namun, dirinya hidup dalam lingkungan kerja yang penuh asap rokok dan berposisi sebagai perokok pasif.

Oleh karena itu, YLKI mendesak Pemerintah agar segera membuat peta kanker seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Cina pada 1960-an.

"Peta kanker tersebut sangat penting, sebagai basis dasar pembuatan peta jalan penanggulangan kanker di Indonesia. Sehingga penyakit kanker tidak kian mewabah," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (8/7/2019).

Menurut hasil survei Riskesdas 2013, Tulus mengatakan jumlah perokok pasif mencapai lebih dari 90 juta orang. Tragisnya, 12 juta lebih dari perokok pasif adalah anak usia 0-4 tahun atau balita.

Berdasarkan data tersebut, mereka umumnya terpapar asap rokok di tempat kerja dan bahkan di dalam rumahnya sendiri.

"Dengan demikian, betapa dominannya orang Indonesia yang berstatus sebagai perokok pasif, dan faktor risiko perokok pasif terkena kanker paru adalah empat kali lipat. Sedangkan perokok aktif adalah 13,6 kali lipat," terangnya.

Kemudian dirinya menjelaskan, saat ini Indonesia merupakan salah satu negara darurat kanker. Mengingat, berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi kanker malah meningkat menjadi 1,8 persen.

"Padahal pada Riskesdas 2013, prevalensi kanker di Indonesia hanya 1,4 persen. Salah satu pemicu dan pencetus tingginya prevalensi kanker adalah asap rokok," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KANKER atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri