Menuju konten utama

YLBHI: Pelaporan 5 Orang karena Komentari Wiranto Bentuk Represif

Ketua YLBHI Asfinawati mengaku tak sepakat mengenai penetapan tindak pidana bagi seseorang yang menyatakan pendapat.

YLBHI: Pelaporan 5 Orang karena Komentari Wiranto Bentuk Represif
Suasana saat Menkopolhukam Wiranto tiba di RSPAD Gatot Soebroto menggunakan mobil Ambulance, Jakarta, Kamis (10/10/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai pelaporan terhadap lima orang akibat unggahan mereka di media sosial soal penusukan Menkopolhukam Wiranto terlalu berlebihan.

“Represif,” kata Asfin kepada reporter Tirto, Senin (14/10/2019). “Hanya ada satu postingan yang memuat kekerasan, yang Jonru [soal] belajar nyate. Meskipun dia bilang ini untuk belajar nyate.”

Jonru Ginting menjadi salah satu yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Jalaludin akibat mengunggah status pada akun Facebook pribadinya.

Jonru menulis: lain kali jangan langsung ditusuk. Matikan dulu, lalu badannya dicincang, setelah itu baru ditusuk dan dibakar. #belajarnyate.

Keempat terlapor lainnya yakni akun @JRX_SID (Jerinx SID), @hanumrais (Hanum Rais), @fullmoonfolks (Bhagavad Sambadha), dan Gilang Kazuya Shimura.

Menurut Asfin, bahkan unggahan JRX dan Bhagavad tidak bermasalah dan sebatas pernyataan pendapat saja.

Semisal JRX mengunggah cuitan melalui akun Twitter dia: “kalau niatnya emang membunuh kenapa pisaunya kecil ya.”

Sementara Bhagavad Sambadha menulis: “kalau yang nusuk Wiranto terpapar paham Radikal, terpapar apakah Wiranto waktu melakukan kejahatan kemanusiaan di Timtim dan membentuk pam swakarsa?”

“Yang JRX SID, dia kan bertanya dan mempertanyakan, bagian dari kritisisme. Yang Sambadha juga, yang dia bilang kenyataan. Ada dakwaan atas nama Wiranto,” kata Asfin.

Trial International, organisasi non-pemerintah yang memerangi impunitas untuk kejahatan internasional, mencatat pada 25 Februari 2003, Wiranto pernah didakwa oleh Serious Crimes Unit, badan yang dibentuk oleh United Nations Transitional Administration of East Timor (UNTAET), karena terlibat dalam "pembunuhan, deportasi, dan penyiksaan" di Timor Timur terutama sepanjang 1999.

Laporan Jalaludin teregistrasi dengan LP/6558/X/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus 11 Oktober 2019.

Akun-akun tersebut dilaporkan dengan Pasal 28 ayat 2 ITE, kemudian Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Lebih lanjut, Asfin mengaku tak sepakat mengenai penetapan tindak pidana bagi seseorang yang menyatakan pendapatnya.

“Dasarnya YLBHI tidak setuju penggunaan pidana, kalau untuk pendapat,” kata dia.

Alasan Pelaporan

Kuasa hukum Jalaluddin, Muannas Alaidid mengonfirmasikan soal laporan tersebut. Alasannya, karena akun-akun tersebut menyebarkan ujaran kebencian dan berita hoaks terkait kasus penusukan yang dialami Wiranto.

Dalam surat laporan, Jalaluddin mengatakan korban atau yang dirugikan dari komentar tersebut adalah "masyarakat Indonesia".

Muannas mengatakan kliennya menyertakan barang bukti berupa tangkapan layar beserta link URL.

“Kami Cyber Indonesia meminta pihak kepolisian untuk mengusut akun-akun media sosial penyebar berita bohong, kebencian, dan provokasi serta mengklarifikasi atas dasar apa pemilik akun berpendapat dan menyebarluaskan pendapatnya tersebut secara sadar melalui akun media sosialnya,” kata Muanas.

Wiranto ditusuk pada bagian perut di pintu gerbang Alun-Alun Menes, Purwaraja, Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019). Saat itu dia hendak balik ke Jakarta setelah kunjungan kerja. Wiranto kini tengah dirawat di RSPAD Jakarta Pusat.

Baca juga artikel terkait WIRANTO DITUSUK atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz