Menuju konten utama

Yang Tersembunyi dalam Selimut: Kasus Corona di Yogyakarta

Kasus COVID-19 di Yogyakarta tampak baik-baik saja, padahal tidak. Satu indikator, positivity rate, masih sangat tinggi. Berkali lipat dari standar WHO.

Yang Tersembunyi dalam Selimut: Kasus Corona di Yogyakarta
Wisatawan mengunjungi Kompleks Taman Wisata Candi Keraton Ratu Boko di Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (3/7/2020). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.

tirto.id - Pandemi COVID-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengkhawatirkan. Akibatnya, pasien yang memiliki gejala berat bahkan mulai kesulitan untuk mencari ruangan Intensive Care Unit (ICU) khusus.

Seorang pengguna Instagram mengunggah konten mengenai kesulitan tersebut. Dia bercerita tentang ibunya sendiri. Ibunya awalnya berada Rumah Sakit Panti Rapih dan butuh ICU segera. Sayangnya “kondisi di Jogja ICU sedang full” termasuk di rumah sakit tersebut. Ia lantas meminta keluarga “membantu mencari rumah sakit yang ICU masih tersedia,” tulisnya dalam unggahan Senin (21/12/2020) malam.

Ia lalu meminta tolong kepada seluruh teman di Instagram untuk mencarikan ruangan untuk ibunya dengan menyertakan nomor telepon.

Reporter Tirto mengonfirmasikan ke nomor tertera. Pengunggah informasi tak bersedia diwawancara, tapi mengatakan ibunya akhirnya mendapatkan ruangan ICU di Rumah Sakit Jogja International Hospital (RS JIH) dan saat ini masih dirawat.

Kepala Humas RS Panti Rapih Maria Vita membenarkan hal itu. Dia bilang pada Senin kemarin memang terdapat pasien perempuan berusia sekitar 50an tahun yang positif COVID-19 dalam keadaan kritis dan kemudian dirujuk ke RS JIH. “Memang pasien tersebut sudah tidak dirawat di Panti Rapih [...] Tempat tidur di ICU dan ruangan khusus pasien COVID-19 saat ini sudah penuh,” kata Maria kepada reporter Tirto, Selasa (22/12/2020).

Sebelum mendapatkan tempat di RS JIH, pasien ini telah dicoba dirujuk ke rumah sakit lain, termasuk RSUP Sardjito. Masalahnya ruang ICU atau critical dan non critical di rumah sakit ini juga penuh, kata Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas RSUP Dr Sardjito Banu Hermawan.

Juru Bicara Penanganan COVID-19 DIY Berty Murtiningsih melaporkan pada Senin 21 Desember ketersediaan tempat tidur ICU atau critical sebanyak 64, yang 43 di antaranya telah digunakan sehingga hanya tersisa 21. Sementara tempat tidur non critical, dari 574 yang tersedia, 491 di antaranya telah digunakan sehingga tersisa 83. Sehari kemudian, ketersediaan tempat tidur ICU atau critical tersisa 25, sementara tempat tidur non critical 100.

Meski tempat tidur bertambah, Berty tidak menampik tetap ada yang kesulitan mendapatkan fasilitas ini. “Karena ketersediaan semakin menipis dan tersebar di beberapa RS, tentunya butuh koordinasi,” ujar Berty kepada reporter Tirto, Selasa.

Seolah Terkendali

Pekan lalu, Pandemic Talks, sebuah inisiatif warga yang didirikan untuk mengisi gap informasi ke masyarakat terkait COVID-19 mengunggah informasi terkait situasi pandemi di Yogyakarta. Mereka menyimpulkan “keadaan sebenarnya mencekam” dan “sedang tidak baik-baik saja” dengan memaparkan sejumlah data.

Misalnya persentase kasus per 1.000 penduduk. Pandemic Talks menyebut meski total kasus DIY terendah se-Jawa, namun “jumlah kasus per 1.000 populasi tertinggi kedua,” yaitu 2 per 1.000. Ketika itu total kasus berada di angka 8.000an. Lalu rasio lacak & isolasi (RLI), yaitu jumlah orang yang dilacak untuk setiap kasus yang ditemukan. Di DIY mereka menyebut angkanya hanya 2,91, padahal standar WHO semestinya lebih dari 30.

Pandemic Talks dikelola oleh beberapa orang, di antaranya biomedical scientist Mutiara Anissa; data scientist Firdza Radiany; doktor bidang bedah saraf Muhammad Kamil; dan dokter sekaligus peneliti kesehatan masyarakat Pritania Astari.

“Dibandingkan daerah di Jawa lain seolah-olah Jogja paling aman, tapi sebenarnya kalau kita lihat dan teliti lagi data-datanya, indikatornya, pandemi di Jogja belum terkendali,” kata Prita kepada reporter Tirto, Selasa.

Salah satu indikator yang Prita sebut adalah positivity rate atau persentase konfirmasi positif dibanding jumlah orang yang dites. Angkanya masih selalu di atas 5 persen atau standar aman WHO.

Pada 22 Desember, Satgas COVID-19 mencatat kasus kumulatif DIY sebanyak 9.925, sementara DKI Jakarta 165.888, Jawa Barat 75.589, Jawa Tengah 73.423, Jawa Timur 76.817, dan Banten 16.592. Pada hari itu, berdasarkan laporan Pemda DIY, ada 1.324 orang yang dites dan hasilnya ada 242 orang yang dinyatakan positif. Artinya, positivity rate sebesar 18,2 persen.

Tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) juga tergolong tinggi dengan total kematian hingga 22 Desember sebanyak 206. Dalam tiga hari terakhir kasus kematian bertambah 24, masing-masing 20 Desember ada 8 dan dua hari berikutnya 7 dan 9. Sedangkan berdasarkan catatan Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, hingga 21 Desember sudah ada 684 pemakaman yang dilakukan dengan protokol COVID-19. Mereka yang dimakamkan berstatus probable, suspek, dan positif.

Prita juga mengatakan tingkat kapasitas tempat tidur terutama tempat tidur critical atau ICU sudah mengkhawatirkan. Salah satu indikatornya tak lain pengalaman pengunggah informasi di Instagram yang dijabarkan di atas, yaitu sulitnya mendapatkan ruang ICU. “Meskipun mulai ada penambahan tempat tidur, tapi kapasitasnya belum bisa tertutup,” kata Kata asisten peneliti kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada ini.

Dengan semua statistik ini, Prita menyimpulkan Yogyakarta “sudah mulai kolaps sistem kesehatannya.”

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino