Menuju konten utama

Yang Terjadi Jika Lapindo Tak Lunasi Utang Hingga Jatuh Tempo

Beban utang yang mesti dibayarkan PT Minarak Lapindo Jaya bisa bertambah jika mereka tak melunasi utang saat jatuh tempo. Selain itu pemerintah juga bisa menyita aset yang dijaminkan.

Pekerja menyiram rumput di tanggul lumpur Lapindo kawasan Jatirejo, Siring, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/8/2018). ANTARA FOTO/Umarul Faruq

tirto.id - Pinjaman pemerintah kepada PT Minarak Lapindo Jaya untuk ganti-rugi korban lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, akan segera jatuh tempo pada akhir Juli 2019. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPUR) Basuki Hadimoeljono sempat menyebut bahwa dana talangan yang dikembalikan masih di bawah 10 persen. Sementara bendahara negara, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, baru berniat untuk mengecek kembali posisi piutang tersebut.

Padahal menurut Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur Rere Christianto pemerintah harusnya terbuka soal posisi utang yang diberikan kepada Grup Bakrie untuk menalangi ganti rugi bagi korban lumpur Lapindo. Keterbukaan ini menurutnya penting sebagai bentuk tranparansi dan mendorong partisipasi publik dalam pengawasan keuangan. "Sampai sekarang belum jelas berapa utang yang sudah dibayarkan, padahal sudah mau jatuh tempo," ujarnya saat dihubungi Tirto, Kamis (13/6/2019).

Saat surat perjanjian pemberian utang diteken pada 11 Juli 2015 pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp781.688.212.000 kepada Grup Bakrie itu. Dalam perjanjian disebutkan Grup Bakrie wajib mengembalikan dana talangan selambat-lambatnya 4 tahun, dengan bunga sebesar 4,8% per tahun dari jumlah pinjaman. Jika pinjaman tak bisa dilunasi maka aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp.2.797.442.841.586 yang telah dijaminkan kepada pemerintah bakal diambil alih oleh negara.

Namun menurut Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2015, ditemukan bahwa jaminan yang diberikan kepada pemerintah belum sesuai dengan klausul perjanjian. Karena itu lah, menurut BPK, pemerintah dianggap belum optimal "dalam mengembangkan pengembalian pinjaman jika terjadi wanprestasi atau gagak bayar."

Terkait hasil audit tersebut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengaku masih perlu mengkonfirmasi ke Kementerian PUPR apakah jaminan yang diberikan sudah sesuai ketentuan dalam perjanjian. Yang jelas, menurut dia, hal tersebut sudah tak lagi menjadi catatan BPK di tahun ini. "Tapi nanti perlu saya lihat lagi untuk memastikan," ucapnya saat ditemui di kompleks DPR RI, Kamis (13/6/2019).

Jika Tak Lunasi Utang

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Kementerian PUPR 2018, posisi dana talangan kepada PT Minarak Lapindo Jaya di akhir Desember tahun lalu memang masih sangat besar, yakni Rp773.382.049.559. Hal itu belum termasuk bunga tahun 2015-2018 sebesar Rp126.834.656.128 serta denda kelambatan pengembalian pinjaman sebesar Rp699.137.372.801.

Dari jumlah tersebut, Grup Bakrie tercatat baru menyetorkan uang ke negara sebesar Rp5 miliar. Jika ditotal, posisi utang Bakrie atas dana talangan bencana lumpur Lapindo hingga akhir 2018 mencapai Rp1,564 triliun.

Meski demikian, menurut Direktur PNBP Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo angka tersebut masih mungkin bertambah jika belum ada pembayaran hingga akhir 2018. Apalagi, jika utang tersebut tidak terbayarkan hingga batas waktu jatuh tempo.

"Jika tidak terlunasi sampai dengan saat jatuh tempo, akan dilakukan penagihan dan pengenaan denda sebesar 2 persen per bulan," tuturnya kepada Tirto.

Sementara jika sampai dua tahun penanggihan utang tersebut belum lunas, jelas Wawan, pemerintah dapat melakukan eksekusi terhadap tanah dan bangunan yang dijaminkan oleh Minarak Lapindo Jaya dan Lapindo Brantas Inc.

Namun, perusahaan dalam Grup Bakrie tersebut masih diperkenankan untuk merestrukturisasi utang-utangnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang PNBP nomor 19 tahun 2018.

"Namun harus melalui tahapan tahapan, misal permintaan dari badan usaha ke Kementerian PUPR/BPLS, dengan alasan yang sesuai dengan UU, misalkan kesulitan likuiditas, diikuti dengan adanya audit oleh BPKP, dan hasilnya akan disampaikan kepada KL dan Menkeu," pungkasnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) optimistis Grup Bakrie mampu melunasi dana talangan dari pemerintah terkait dengan penyelesaian kasus tumpahan lumpur itu. Hingga saat ini, kata dia, pemerintah belum memiliki rencana tambahan terkait dengan penyelesaian permasalahan tersebut.

"Saya yakin Bakrie bisa bayar. Nanti kita lihat," kata JK di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa kemarin (11/6/2019). Dia menilai kewajiban Bakrie ke pemerintah sebesar hampir Rp1 triliun itu tak perlu di restrukturisasi karena dapat dilunasi.

"Bisa saja di-reschedule tapi kita harap bisa selesai."

Kami sudah mencoba menghubungi pihak PT Minarak Lapindo Jaya untuk meminta penjelasan mengenai informasi ini. Namun sambungan telpon dan pesan tertulis yang ditujukkan kepada Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) Andi Darassalam Tabusalla tak mendapat tanggapan hingga berita dipublikasi.

Baca juga artikel terkait LUMPUR LAPINDO atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Jay Akbar