Menuju konten utama

Yang Terjadi di Pulau Pari di Kasus Sengketa Tanah Warga Vs Swasta

Ada sejumlah keganjilan selama Ombudsman menginvestigasi dugaan maladministrasi dalam penerbitan SHM dan SHGB di Pulau Pari. Salah satunya, warga diintimidasi pengembang.

Yang Terjadi di Pulau Pari di Kasus Sengketa Tanah Warga Vs Swasta
Warga Pulau Pari melakukan barikade saat berunjuk rasa di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Senin (20/11/2017). ANTARA FOTO/R. Rekotomo

tirto.id - “Kami berdoa agar Ombudsman bisa melindungi warga Pulau Pari dan bisa menunjukkan fakta-fakta kecurangan dalam penerbitan sertifikat tanah di Pulau Pari,” kata Edy Mulyono, Senin, (9/4/2018).

Edy merupakan salah seorang warga Pulau Pari yang menjadi koordinator unjuk rasa di depan Kantor Ombusdman Republik Indonesia, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Puluhan warga Pulau Pari yang berdemo demi menuntut keadilan atas klaim kepemilikan lahan Pulau Pari yang dilakukan PT Bumi Pari Asri.

“Ya Allah, kami meminta pertolongan dan sampaikan kepada pemerintah agar mereka tahu kami sedang mengalami ketidakadilan,” kata Musatakfirin, warga yang memimpin doa dalam acara demonstrasi.

Temuan dalam Investigasi Ombudsman

Warga Pulau Pari melakukan demo jelang pembacaan laporan hasil pemeriksaan oleh Ombudsman terkait sengketa lahan di Pulau Pari (9/4). Ombudsman melakukan pemeriksaan setelah mendapat laporan terkait sengketa tanah di Pulau Pari.

Dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan yang mereka lakukan terkait dugaan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang oleh Badan Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara terkait penerbitan SHM Nomor 210 dan SHGB Nomor 9 Tahun 2015 yang diklaim milik PT Bumi Pari Asri, Ombudsman menemukan sejumlah keganjilan.

Pertama, adanya temuan penerbitan SHM atas nama perorangan dan SHGB di Pulau Pari atas nama PT Bumi Asri Pari dan PT Bumi Griyanusa. Kepemilikan SHGB itu semakin diperjelas dengan penerbitan masterplan pembangunan hotel dan vila pada sebagian besar pulau sehingga mengancam menggusur seluruh permukiman warga.

Kedua, pada 11 Mei 2016, PT Bumi Asri memasang plang “Tanah Milik PT Bumi Asri berdasarkan SHM Nomor 210”.

Ketiga, warga di Pulau Pari tak memiliki sertifikat tanah. Di pulau itu, hanya ada satu SHM Nomor 1 Tahun 1992 berdasarkan tanah bekas milik adat C nomor 2 persil 7 D.I Blok 17 yang diwakafkan untuk Masjid Al Ikhlas.

Keempat, ada temuan intimidasi oleh PT Bumi Pari Asri selama kurun waktu 2016. Intimidasi yang dimaksud antara lain: somasi kepada warga, larangan warga mendirikan/merenovasi rumah, memaksa warga menandatangani surat pernyataan, dan menyurati warga untuk bekerja sama.

Kelima, warga terancam tak memiliki ruang hidup akibat klaim kepemilikan hak atas tanah oleh PT Bumi Asri. Sehingga para pelapor (warga) melaporkan dugaan maladministrasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.

Maladministrasi dalam Kasus Pulau Pari

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Ombudsman RI Perwakilan DKI Jakarta Dominikus Dalu mengonfirmasi temuan ini. Ia bahkan menyatakan ada penyimpangan dan maladministrasi dalam kasus Pulau Pari yakni dalam penerbitan 62 Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Pulau Pari.

Pada penyimpangan SHM, Dominikus menyebut, penerbitan 62 SHM tidak mengikuti prosedur yang diatur dalam ketentuan Pasal 18 Ayat 1, 2, 3, dan 4 serta Pasal 26 Ayat 1, 2, dan 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

“Pada pokoknya, proses pengukuran tidak diinformasikan atau tidak diketahui oleh warga Pulau Pari atau yang berbatasan dengan bidang-bidang tanah. Hasil pengukuran/daftar peta bidang tanah tidak diumumkan sehingga warga Pulau Pari tidak memiliki kesempatan untuk menyatakan keberatan,” kata Dominikus.

Penyalahgunaan wewenang ini, kata Dominikus, menyebabkan monopoli kepemilikan hak atas tanah dan peralihan fungsi lahan di Pulau Pari dan bertentangan dengan Pasal 6, 7, dan 13 Ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Sementara itu, terkait penerbitan 14 SHGB, Dominikus mengatakan penerbitan itu bertentangan dengan Pasal 6, 7, dan 13 Ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; Pasal 2 Huruf g Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Pasal 171 Ayat 1 dan ayat 2 huruf e Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030; Ketentuan Pasal 10 Ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Penerbitan 14 SHGB di Pulau Pari mengabaikan fungsi sosial tanah, adanya monopoli kepemilikan hak, mengabaikan kepentingan umum dalam pemanfaatan ruang, melanggar RTRW (kawasan permukiman), serta melanggar asas-asas pemerintahan yang baik,” ucap Dominikus.

Temuan ini menyebabkan terjadinya pengabaian kewajiban hukum yang diduga dilakukan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dengan tidak mengevaluasi dan mengawasi pemegang SHGB atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa, sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Pasal 35 Huruf b PP Nomor 40 Tahun 1996.

“Seharusnya Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemegang hak yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Huruf b dan c PP 40/1996,” kata Dominikus.

Terakhir Ombudsman memberikan beberapa poin yang harus dilakukan Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta dan Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN RI untuk mengaudit, mengevaluasi, serta harus menyampaikan kepada Ombudsman dalam waktu 30 hari. Sedangkan kepada kepada Pemprov DKI untuk segera melakukan inventarisasi seluruh aset-aset di Pulau Pari.

“Pelaksanaan tindakan korektif kepada Pemprov DKI Jakarta dan Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta disampaikan perkembangannya kepada Ombudsman dalam waktu 60 hari,” kata Dominikus menegaskan.

Pemprov Akan Bertindak

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno yang datang dalam acara pemaparan hasil laporan itu mengaku akan menindaklanjuti laporan tersebut. Sandi mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI akan menginventarisasi seluruh aset di Kepulauan Seribu, termasuk Pulau Pari.

Inventarisasi ini juga sebagai langkah pemprov untuk mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.

“Ini akan ditindaklanjuti dengan beberapa koordinasi termasuk juga internal pemprov dengan Ombudsman Republik Indonesia terkait pencatatan aset tersebut,” ucap Sandi.

Langkah lain yang dilakukan adalah dengan membangun kawasan pariwisata di Kepulauan Seribu dengan tetap menjaga keterlibatan masyarakat.

“Jadi kami akan konsultasikan,” ucap Sandi.

Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Najib Taufieq yang juga hadir dalam pemaparan itu mengaku akan melakukan investigasi lanjutan atas temuan Ombudsman ini. Jika terdapat maladministrasi dalam penerbitan 62 SHM dan 14 SHGB di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara, ia tak segan bertindak.

“Jika terbukti kami akan tindak lanjuti melalui pembatalan,” kata Najib.

Tirto mencoba menghubungi Juru Bicara PT Bumi Pari Asri, Ben Yitzhak untuk dimintai tanggapannya soal temuan dan laporan Obdudsman, tapi tak mendapatkan respons.

Baca juga artikel terkait KONFLIK LAHAN atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih