Menuju konten utama

Yang Ketiban Pulung dengan Mendompleng Proyek Kereta Cepat

Lippo dengan proyek Meikarta dapat berkah dari sejumlah proyek infrastruktur Jokowi termasuk dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Yang Ketiban Pulung dengan Mendompleng Proyek Kereta Cepat
Pekerja di lokasi proyek pembangunan shelter kereta cepat di Desa Mandalasari, Cimahi, Jawa Barat. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Layar monitor yang terkoneksi dengan drone menampakkan bentangan hutan dan hamparan petak sawah berlumpur. Terlihat Rest Area di KM 42 Tol Jakarta-Cikampek yang jadi tempat peluncuran drone. Pelan-pelan terlihat kelokan sungai sebagaimana tampilan peta dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang.

Itu lanskap yang bakal jadi salah satu lokasi Transit Oriented Development (TOD) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Karawang, wilayah sebelah timur dari Jakarta di Jawa Barat yang berkembang seiring ekspansi kawasan industri, permukiman baru, hotel, dan bisnis properti.

Karawang hanya satu dari empat rencana lokasi TOD kereta cepat. TOD secara sederhana adalah salah satu pendekatan pengembangan tata ruang kota yang menekankan mobilitas penduduknya memakai angkutan massal.

Di sisi barat, samar-samar beton-beton gedung bertingkat yang belum rampung terlihat menjulang. Inilah kawasan CBD Orange County di perbatasan Cikarang dan Karawang, yang diproyeksikan sebagai jantung Kota Baru Meikarta milik pengembang Lippo Group. Jaraknya sekitar 7 km dari rencana lokasi manajemen lalu lintas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

“TOD izin lokasi atas nama kereta cepat yang berlaku 3 tahun sudah keluar untuk luas 250 hektare,” kata Kepala Bappeda Karawang Eka Sanatha kepada reporter Tirto, beberapa waktu lalu.

Trase alias sumbu jalan kereta cepat di Karawang akan membentang 25 km dengan lebar 22 meter dari wilayah perbatasan Kabupaten Bekasi dan Purwakarta. Rencana TOD kereta cepat akan melahap 57 hektare lahan hutan Perhutani, plus lahan-lahan milik industri, lahan sawah, dan sebagian kecil lahan masyarakat umum. Izin lokasi TOD kereta cepat di Karawang relatif lebih kecil dari usulan 400 hektare PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Gara-gara proyek kereta cepat ini, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Karawang harus direvisi untuk meloloskan TOD. Imbasnya, beberapa perusahaan yang lebih dulu memegang hak pakai lahan industri melayangkan keberatan kepada PT KCIC. Mereka menegosiasikan soal pembebasan lahan.

“Ada tiga atau empat perusahaan mengirim surat, kita sudah pertemukan, business to business. Kita sudah memfasilitasi,” kata Eka Sanatha, menambahkan persoalan serupa terjadi juga di wilayah Cikarang, Kabupaten Bekasi.

Infografik HL Indepth Kereta Cepat

Menangguk Untung dari Proyek yang Belum Tentu Sukses

Namun, di kawasan ini ada beberapa perusahaan yang tersenyum lebar dari keberadaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Salah satunya proyek kawasan Kota Deltamas yang dikembangkan Sinarmas Group. Ia mencakup kawasan industri, perumahan, dan bisnis, yang juga dilintasi sumbu jalan kereta cepat, persis di tepi tol Jakarta-Cikampek.

“Bagus itu," ujar direktur pelaksana Sinarmas Group, Gandi Sulistiyanto Soeherman kepada Tirto. "Kawasan kita ribuan pekerja di situ. Kalau ada kereta cepat, bagus sekali. Lahan kita 2.000 hektare di sana." (Dalam situs resmi Sinar Mas Land, tertulis 3.000 ha.)

Sulistiyanto pernah hadir dalam Pameran Kereta Cepat di sebuah mal di Jakarta, Agustus tahun lalu, bersama Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dubes Cina untuk Indonesia saat itu Xie Feng. Namun, meski lokasi Deltamas dekat dengan TOD, ia menegaskan perusahaannya "enggak ada kerja sama spesifik" dengan pihak yang membangun kereta cepat.

Saat Sinarmas masih irit buka-bukaan soal “berkah” proyek kereta cepat, lain cerita dengan Lippo Group. Direktur Komunikasi Lippo Group Danang Kemayan Jati secara gamblang mengakui proyek kereta cepat adalah anugerah bagi bisnis properti perseroan, terutama bagi proyek teranyar Lippo: Kota Baru Meikarta (Jakarta yang Indah).

Sejak diluncurkan belum lama ini, megaproyek Meikarta menjual dagangan dengan 6 proyek infrastruktur pemerintah. Itu bisa dilihat dari brosur-brosur pemasaran mereka, antara lain Pelabuhan Patimban, Bandara Kertajati, LRT Cawang-Cikarang, monorel kawasan industri, tol layang Jakarta Cikampek (termasuk Tol Jakarta-Cikampek II), dan tentu proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Danang mengungkapkan lahan proyek Meikarta seluas 2.200 hektare sudah jadi celengan Lippo sejak puluhan tahun lalu, sebagai land bank perseroan. Mereka sudah melihat Karawang jadi kawasan penting di masa depan dan lokasi “terakhir” untuk pengembangan kawasan kota baru di sekitar Jabodetabek.

“Itu tanah kita udah lama, land bank, nempel sama TOD kereta cepat. Itu berkah rezeki. Itu memang salah satu nilai jual kita,” kata Danang kepada Tirto.

“Bukan karena ada proyek (kereta cepat) lalu kita beli. Kita sudah siapkan sejak lama itu,” tambah Danang.

Namun, Danang mengklaim ada "pihak-pihak", termasuk pengembang lain, yang iri dengan lokasi Meikarta yang sangat strategis sehingga melemparkan tudingan miring, salah satunya proyek Meikarta dikaitkan proyek kereta cepat.

Persoalan ini jadi cibiran bagi mereka yang mengkritik proyek kereta cepat karena dianggap menguntungkan pengembang besar dan memunculkan ketimpangan ekonomi di kawasan itu.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono adalah salah satu politisi yang sejak awal mengkritik proyek kereta cepat. Alasannya, selain proyek tidak transparan terutama dalam lelang, proyek kereta cepat yang menyandarkan keuntungan dari pengembangan kawasan dengan pola hunian eksklusif, menjelaskan bahwa tidak semua lapisan masyarakat bisa menjangkaunya. Kawasan TOD dan kawasan pengembang-pengembang di sekitar proyek, ujarnya, hanya bisa dijangkau oleh masyarakat tertentu saja.

Tak bisa dimungkiri, pengembang seperti Lippo memang “menang banyak” dengan menunggangi proyek kereta cepat.

Berdasarkan bahan presentasi proyek Meikarta bertanggal 10 Mei 2017 yang diterima redaksi Tirto, bila pemesanan sudah mencapai 20 ribu unit untuk tipe kamar apartemen terkecil saja, Lippo sudah mengantongi sedikitnya Rp10,65 triliun. Ini belum ada apa-apa dari target Lippo untuk tahap pertama, yang akan membangun 250 ribu hunian di Meikarta, serta 100 gedung pencakar langit (masing-masing 35-46 lantai), plus sejumlah properti lain.

“Sudah ada 20.000 unit pemesanan, bila satu tower ada 500 unit, maka sudah setara 40 tower,” kata Danang Kemayan Jati.

Namun, berkah rupiah yang diraup Lippo berbanding terbalik dari rencana kawasan TOD kereta cepat, yang nyaris dua tahun mangkrak lewat usaha patungan empat BUMN di bawah naungan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan usaha Presiden Joko Widodo mengemis duit pinjaman dari Bank Pembangunan China.

Padahal, dalam rencana proyek, konsorsium perusahaan pelat merah itu merancang empat lokasi TOD. Selain di Karawang, TOD akan dibangun di Bandara Halim Perdanakusuma (Jakarta), Walini (Bandung Barat), dan Tegal Luar (Bandung).

Dalam laporan keterbukaan informasi PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), konsep TOD yang dikembangkan BUMN cukup muluk. Misalnya, dari rencana 663 hektare saja, mereka akan membangun 11 ribu lebih kamar hotel, 14 ribu unit lebih apartemen, serta fasilitas kantor dan kawasan bisnis. Kenyataannya, semua itu masih di atas kertas.

Pengembang seperti Lippo sudah lebih dulu mencicipi uang dengan menunggangi rencana proyek kereta cepat. Berhasil atau gagal proyek kereta cepat, ia tetap saja menjadi berkah bagi Lippo, apalagi bila proyek yang menghubungkan Jakarta dan Bandung ini benar-benar terwujud.

========

Keterangan foto: Pekerja di lokasi proyek kereta cepat di Desa Mandalasari, Cimahi, Jawa Barat. Tirto.id/Andrey Gromico

Baca juga artikel terkait PROYEK KERETA CEPAT atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Fahri Salam