Menuju konten utama

Yang akan Terjadi Jika Gojek & Tokopedia Benar-Benar Merger

Merger Gojek-Tokopedia dinilai berdampak peningkatan valuasi keduanya secara signifikan bahkan melampaui batasan status Decacorn.

Driver siap mengantar penumpang GoRide di titik jemput GoRide di Stasiun Tanah Abang, Rabu (6/17/2020). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Dua perusahaan start-up terbesar di Indonesia Gojek dan Tokopedia diisukan akan melakukan merger. Melansir Bloomberg, pembahasan antara keduanya dikabarkan masih berjalan dan semakin mendekati kata “sepakat” per Maret 2021 ini.

Menurut Bloomberg, kedua perusahaan menargetkan valuasi senilai 35-40 miliar dolar AS bila merger terjadi. Jika target itu tercapai, maka Gojek-Tokopedia berpotensi menjadi perusahaan dengan kapitasi pasar terbesar ketiga di Indonesia setelah BCA dan BRI. Merger juga ditengarai sebagai persiapan keduanya sebelum melakukan IPO di pasar saham.

Ada sejumlah faktor yang diperkirakan dapat memperlancar merger ini. Salah satunya Gojek dan Tokopedia memiliki kesamaan investor seperti Google dan Temasek serta Sequoia Capital India. Di sisi lain, Bos Softbank Group juga diketahui memberi dukungan pada merger ini usai lunturnya masa depan merger Grab-Gojek.

Menanggapi kabar ini, baik Gojek dan Tokopedia kompak menolak untuk berkomentar. Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita menyatakan, "Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap rumor yang beredar.” Sementara VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak berkata, “Kami tidak dapat menanggapi spekulasi yang ada di pasar."

Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengatakan merger antara Gojek dan Tokopedia akan berakibat peningkatan valuasi keduanya secara signifikan bahkan melampaui batasan status Decacorn (10 miliar dolar AS). Sebelum merger saja, keduanya saat ini memimpin sebagai startup berstatus Unicorn (valuasi di atas 1 miliar dolar AS) dengan kapitasi terbesar asal Indonesia.

Hal itu dibuktikan lewat data CBINSIGHTS yang mencatat valuasi Gojek dan Tokopedia masing-masing adalah 10 miliar dolar AS untuk Gojek dan 7 miliar dolar AS untuk Tokopedia. Di bawah keduanya ada Bukalapak 3,5 miliar dolar AS, Traveloka 3 miliar dolar AS dan OVO 2,9 miliar dolar AS.

Peningkatan valuasi ini akan memudahkan mereka mendapatkan pendanaan terlepas dampak pandemi pada sejumlah sektor ekonomi digital maupun investor itu sendiri. Nailul juga meyakini merger akan memuluskan langkah Gojek-Tokopedia dalam melakukan IPO sehingga dapat memperoleh pendanaan lebih besar lagi dibanding saat dilakukan sendiri-sendiri.

Di sisi lain, merger kali ini juga lebih menjanjikan untuk berhasil karena Gojek dan Tokopedia memiliki bisnis yang berbeda. Hal ini berbeda dengan isu merger Gojek-Grab yang lebih dulu muncul karena terbentur regulasi persaingan usaha yang dikhawatirkan berujung pada monopoli dan memiliki konsekuensi negatif pada tenaga kerja.

“Investor akan melihat bisnis yang efisien dan bernilai tinggi dalam menanamkan modalnya,” ucap Nailul kepada reporter Tirto saat dihubungi, Rabu (10/3/2021).

Bisnis Gojek dan Tokopedia akan terintegrasi dan semakin mengokohkan posisi mereka sebagai super apps, apalagi mereka sudah sedari awal telah relatif mampu mendominasi pasar di Indonesia. Perusahaan hasil merger akan menguasai hampir semua lini bisnis ekonomi digital di Indonesia dari ride-hailing, dompet digital, e-commerce, sampai bank digital.

Melalui integrasi ini, Nailul meyakini peluang keduanya untuk bersaing dengan kompetitor lain dapat semakin lebih mudah dilakukan. Terlebih dengan hadirnya pendatang baru seperti Shopee yang masuk Indonesia sejak 2019 dan dalam waktu kurang dari 1 tahun mampu menggeser Gopay dan Tokopedia di wilayah bisnis mereka masing-masing.

Menurut data iPrice, Tokopedia merupakan toko online nomor 1 di Indonesia diukur dari rataan pengunjung web bulanan terbanyak dan tetap mendominasi hingga Q3 2019. Peringkat itu sayangnya tergeser oleh Shopee mulai Q4 2019 dan Tokopedia berada di posisi kedua. Tren ini tidak berubah hingga Q4 2020.

Survei Ipsos [PDF] per Desember 2019 mencatat Gojek melalui Gopay menduduki peringkat kedua dompet digital di Indonesia diukur dari pangsa pasar dan disusul OVO di peringkat 2. Pada survei Ipsos per November 2020, Gopay turun ke peringkat 3 setelah Shopee berhasil menduduki peringkat 1 diikuti OVO di peringkat 2.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi sependapat. Merger akhirnya menjadi satu-satunya solusi yang paling menjanjikan agar kedua perusahaan dapat tetap mampu bertahan terlebih di tengah persaingan yang semakin ketat dan beratnya situasi pandemi.

Dengan bergabung, Heru menilai keduanya akan saling memperkuat. Misalnya Gojek akan memiliki kapabilitas di e-commerce, sementara Tokopedia dapat mengandalkan banyaknya armada Gojek yang sudah memiliki pengalaman dalam jasa pengantaran makanan dan barang.

“Saya pikir ini keputusan yang tepat. Masing-masing ingin bertahan, survive, dan kalau bisa tumbuh sehingga, penggabungan usaha atau konsolidasi jadi pilihan,” ucap Heru kepada reporter Tirto, Rabu (10/3/2021).

Memenangkan persaingan ini tentu sangat penting. Sebab potensi ekonomi digital di Indonesia masih akan terus berkembang pesat setidaknya sampai 5 tahun mendatang.

Menurut riset Google dan Temasek, nilai ekonomi internet Indonesia pada 2020 mencapai 44 miliar dolar AS dihitung dari total nilai penjualan barang atau Gross Merchendise Value (GMV). Angka itu akan naik 23 persen di 2025 menjadi 124 miliar dolar AS GMV.

Angka ini menjadi yang tertinggi di ASEAN. Di belakangnya ada Thailand dan Vietnam yang baru akan mencapai 50 miliar dolar AS GMV pada 2025.

Baca juga artikel terkait MERGER PERUSAHAAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz