Menuju konten utama

WNI Simpatisan ISIS: Nasib Mereka Setelah Baghouz Jatuh

Para jurnalis yang meliput konflik di Baghouz--benteng terakhir ISIS di Suriah, banyak menemukan orang Indonesia, entah itu anak-anak, gadis atau janda yang ditinggalkan suaminya.

WNI Simpatisan ISIS: Nasib Mereka Setelah Baghouz Jatuh
Seorang wanita yang dievakuasi keluar dari wilayah terakhir yang dipegang oleh militan Negara Islam menggendong bayinya setelah disaring oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS di gurun di luar Baghouz, Suriah, Senin, 25 Februari 2019. AP Photo / Felipe Dana

tirto.id - Eksistensi ISIS sebagai kelompok teror yang punya kekuasaan teritorial semakin mendekati batas akhir. Setelah digempur habis-habisan Pasukan Demokratik Suriah (Syrian Democratic Forces/SDF) sejak 9 Februari 2019 lalu, wilayah ISIS semakin terkikis habis.

Benteng terakhir mereka di Baghouz, sebuah desa di tepi Sungai Eufrat, dekat perbatasan Irak, kini hampir direbut SDF.

Puncaknya terjadi pekan lalu, saat 3.000 kombatan ISIS beserta belasan ribu keluarga mereka menyerahkan diri. Banyak dari mereka yang tertangkap atau menyerahkan diri adalah kombatan asing atau lazim dipanggil Ansar.

Kepada Kantor Berita Kurdi, Rudaw, juru bicara SDF, Mustafa Bali, mengkonfirmasi orang asing yang menyerah di Baghouz berasal dari banyak negara, mulai dari negara Eropa hingga Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Wartawan televisi Kurdistan 24, Hisyam Arafat, adalah yang pertama kali menemukan adanya WNI terjebak di Baghouz.

Pada 26 Februari, ia mengunggah sebuah video. "Anak-anak ISIS asal Indonesia baru tiba dari Baghouz. Ayah mereka masih berperang dan ibu mereka meninggal akibat serangan koalisi Amerika Serikat," cuit Hisyam dalam akun twitternya, @Hisyamarafatt

Saat kami konfirmasi, ia mengatakan anak-anak yang berjumlah delapan orang ini datang tanpa ditemani satu pun orang dewasa. Anak yang paling besar kira-kira berusia 15 tahun.

"Tak ada info apa pun lagi dari mereka," kata dia.

Dalam video yang dilansir Russia Today, anak paling dewasa mengaku kalau dia adalah anggota ISIS.

"Saya ISIS. Saya berasal dari Indonesia. Saya anggota Ashbal Al Khilafah," ucapnya. Ashbal Al Khilafah atau Anak Singa Kekhalifahan (Lion Cubs of the Caliphate) adalah program ISIS untuk merekrut kombatan kanak-kanak dan remaja.

Seringkali, anak-anak yang mereka sebut "generasi yang akan menaklukkan Baghdad, Yerusalem, Mekkah dan Roma" itu muncul dalam video propaganda rilisan Amaq, media resmi ISIS. Para kombatan cilik ini sering ditampilkan sebagai algojo para tahanan yang ditembak kepalanya atau digorok lehernya.

Informasi dari Hisyam, anak-anak ini masih ada di sekitar pinggiran Baghouz.

Juga Perempuan

Tak cuma anak-anak, banyak juga ditemukan WNI perempuan mengungsi di Baghouz. Seperti yang ditemukan Issam Abdallah, jurnalis Reuters.

"Gadis Indonesia yang keluar dari kantong Negara Islam di desa Baghouz, provinsi Deir ez-Zor, Suriah, dengan membawa roti, selimut, dan gayung di lokasi transit," twit Issam dalam akun twitternya @LbIssam pada 2 Maret lalu.

Issam belum merespons pertanyaan reporter Tirto soal detail siapa dan di mana dia menemukan gadis ini.

Hal serupa diungkap fotografer paruh waktu Bader Ahmad. Ia bercerita, sebelum bergabung dengan pasukan SDF di garis depan Baghouz, ia bertemu dengan seorang pengungsi dari Indonesia yang berusaha menyelamatkan diri.

Perempuan tersebut terlihat mencolok karena ia tak bercadar dan berjalan berombongan dengan pengungsi yang berwajah timur tengah.

Bader sempat mengunggah foto bagian tubuh perempuan tersebut di akun twitternya. "Ummu Fathimah! Seorang istri (kombatan) ISIS dari Indonesia. Dia menyerah kepada tentara SDF di Deir ez-Zor," tulis Bader.

Bader tak tahu nasib perempuan itu. Kepada reporter Tirto, ia bercerita saat ini sedang fokus memotret di garis depan bersama pasukan SDF. Namun informasi yang ia dapati menjelaskan bahwa si perempuan sudah ditampung di selter pengungsian milik lembaga kemanusiaan internasional di Al Hawl, selatan Baghouz.

Kongra Star sebuah organisasi memayungi gerakan emansipasi perempuan etnis Kurdi di Suriah, pada Senin (10/3/2019) lalu merilis video eksklusif wawancara dengan seorang perempuan simpatisan ISIS. Dalam rekaman itu memperlihatkan si perempuan berbahasa Inggris cukup lancar.

Si perempuan mengaku berasal dari Filipina. Dia datang ke Suriah lima tahun lalu bersama suaminya. Sang suami tewas dan ia menikah lagi bersama pria Bosnia.

Meski mengklaim dari Filipina, si perempuan sepertinya berasal dari Indonesia. Soalnya, dari mulut anak gadisnya yang berdiri belakang dia, sayup-sayup terdengar si gadis menuturkan bahasa Indonesia: "kok dibawa ke sana, bukan dibawa ke sini!"

Dari wawancara dengan si perempuan ini, aktivis Kurdi mendapat jawaban tak terduga. Meski sudah menyerahkan diri, sosok terduga berasal dari Asia Tenggara ini bersikukuh bahwa yang dilakukan ISIS dengan memerkosa dan memperbudak perempuan Kurdi adalah wajar.

"Mereka adalah properti [rampasan perang]. Jadi dalam Islam kamu diperbolehkan menggunakannya, itu bukan pemerkosaan, kamu boleh menggunakannya," kata dia.

Berbeda dengan kaum pria ketika menyerah selalu berdalih mereka hanya bekerja sebagai koki atau tukang cuci, kaum perempuan malah tak takut menunjukkan loyalitas mereka pada ISIS.

"Kami pergi, jadi dengan itu Tuhan akan memberikan generasi lain yang akan menjadi seorang pejuang. Jika kaum lelaki kami mati, maka kaum perempuan tidak boleh. Dengan izin Tuhan kami akan memberikan generasi yang lebih muda," ucap seorang perempuan dalam video dirilis Rudaw TV-saluran televisi Kurdistan.

Kepada AFP, banyak perempuan ISIS di pengungsian ingin membesarkan anak-anak mereka dengan ideologi kekhalifahan, meskipun penguasaan teritorial ISIS telah gagal.

"Saat ini kami menyerah, tetapi akan ada penaklukan baru di masa depan," kata perempuan itu.

Baca juga artikel terkait ISIS atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Rio Apinino & Mufti Sholih