Menuju konten utama

Wijayakusuma, Album Baru Ardhito Pramono & Identitas Keindonesiaan

Wijayakusuma jadi ajang Ardhito untuk keluar zona nyaman lirik berbahasa Inggris.

Wijayakusuma, Album Baru Ardhito Pramono & Identitas Keindonesiaan
Ardhito Pramono. Foto/Creathink Publicist

tirto.id - Solis Ardhito Pramono akhirnya merilis album penuh perdananya, Wijayakusama pada Rabu (13/7).

Bila sebelumnya solis yang dikenal sebagai musisi jazz ini banyak menulis lirik lagu berbahasa inggris, album Wijayakusuma menjadi ajang untuk kembali ke jati dirinya sebagai orang Indonesia. Menulis lirik dengan bahasa Inggris diakuinya selama ini adalah bagian dari zona nyaman dirinya. Namun, lewat album ini, Ardhito mencoba keluar dari zona nyaman tersebut.

“Ide ini muncul dari kegiatan ngobrol-ngobrol jam 2 pagi dengan Oomleo mengenai Indonesia. Dia yang menginspirasi gue untuk kembali menuliskan lirik dengan bahasa Indonesia. Ia bahkan mengingatkan nama gue yang sangat Indonesia, dan mempertanyakan kenapa selama ini gue lebih banyak menuliskan lirik berbahasa Inggris,” tutur pria 27 tahun ini.

Dari obrolan dengan Oomleo yang turut jadi salah satu penulis liriknya tersebut, Ardhito mulai mendengarkan lagu pop kreatif Indonesia yang sempat berjaya di tahun 1970-an sampai 1980-an sebagai inspirasi.

“Lagu pertama yang dibuat untuk album ini, 'Rasa-rasanya' dibuat 1,5 tahun lalu. Lagu ini dibuat setelah gue mendengarkan lagu Januari Kristi, penyayi jazz senior Indonesia,” tuturnya.

Album ini menjadi kesempatan Ardhito menulis lirik dengan diksi Indonesia yang beragam. Wijayakusuma, yang merupakan judul album sekaligus single pertamanya, memuat pilihan kata yang jarang digunakan, seperti mustika, yang dipadukan dengan bahasa Jawa. Unsur musik yang menjadi inspirasi Ardhito di album ini, seperti musik-musik Guruh Soekarno Putra, juga sangat terasa di lagu Wijayakusuma.

Dalam pembuatannya, Wijayakusuma melibatkan pemain orkestra yang terdiri dari mahasiswa dari berbagai kampus, termasuk mahasiswa Insitut Kesenian Jakarta dan Institut Seni Indonesia.

“Awalnya kami sempat bingung mencari pemain orkestra, dan sempat kepikiran mau bekerja sama dengan orkestra luar negeri. Namun, akhirnya kami memutuskan untuk bekerja sama dengan musisi dari Indonesia yang kami rasa memiliki kualitas yang sama baiknya,” tutur Gusti I.R, yang berperan sebagai produser.

Pada album ini, Ardhito juga menuliskan lirik bahasa Indonesia yang tersusun cukup gamblang pada lagu seperti “Berdikari”, “Rasa-rasanya”, hingga yang dibalut ambiguitas pada “Daun Surgawi” dan “Asmara”. Menurut siaran persnya, Wijayakusuma adalah cerminan eksperimen dari musik Keenan Nasution, Margie Segers, Chrisye, Rafika Duri, Dian Pramana Poetra, Rien Djamain, Utha Likumahuwa, hingga Candra Darusman

“Album ini juga menjadi album yang merangkum semua kejadian yang gue alami belakangan ini. Album ini adalah keresahan, penyesalan, keindahan, dan hal-hal yang terjadi di beberapa tahun ini. Pemilihan judul album Wijayakusuma, yang di Indonesia dipercaya sebagai bunga sakti, pas untuk menggambarkan situasi gue yang saat ini membutuhkan “kekuatan” untuk bangkit dari pengalaman buruk sebelumnya,” tutup Ardhito.

Baca juga artikel terkait ARDHITO PRAMONO atau tulisan lainnya dari Lilin Rosa Santi

tirto.id - Musik
Penulis: Lilin Rosa Santi
Editor: Nuran Wibisono