Menuju konten utama
Penegakan Hukum

Wamenkumham Sebut Penerapan Keadilan Restoratif Lebih Manusiawi

Edward sebut penerapan keadilan restoratif tidak hanya menjadikan korban sebagai subjek, tapi juga objek dalam penyelesaian pidana.

Wamenkumham Sebut Penerapan Keadilan Restoratif Lebih Manusiawi
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2022). Rapat kerja tersebut membahas RKA K/L tahun 2023 dan pembahasan usulan program yang akan didanai oleh DAK. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, penerapan prinsip keadilan restoratif dapat membuat hukum pidana menjadi lebih manusiawi.

“Keliru jika kita memandang keadilan restoratif ini membuat hukum pidana menjadi permisif, namun justru membuat lebih manusiawi,” kata Edward dalam acara Konferensi Nasional Keadilan Restoratif ‘Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif’ pada Selasa (1/11/2022).

Menurut dia, penerapan keadilan restoratif tidak hanya menjadikan korban sebagai subjek, tapi juga sebagai objek dalam penyelesaian suatu perkara pidana.

Lebih jauh, penerapan hukum pidana merupakan salah satu solusi bagi pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, dalam mengatasi masalah kelebihan tahanan pada lembaga pemasyarakatan atau lapas.

Sebagai gambaran, saat ini daya tampung atau kapasitas hunian lapas di Indonesia tercatat sekitar 140 ribu jiwa; sementara jumlah narapidana sudah mencapai 260 ribu. Artinya, ada kelebihan sekitar 120 ribu narapidana.

Pria yang juga Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu mengatakan, penerapan prinsip keadilan restoratif tidak bisa dilepaskan dari sistem peradilan pidana. Sehingga ada sistem peradilan pidana yang mengatur bagaimana penegakan hukum pidana dijalankan (integrated criminal justice system).

Dengan demikian, koordinasi dan kerja sama akan bersentuhan langsung dengan Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kemenkumham, hingga Mahkamah Agung (MA).

“Perubahan paradigma hukum pidana tidak hanya pada aparat penegak hukum tetapi juga kepada seluruh masyarakat," ujar Edward.

Dia juga mengatakan keberhasilan sistem pidana suatu negara maju bukan terletak pada seberapa banyak kasus yang diproses atau diselesaikan, namun lebih kepada bagaimana mencegah terjadinya kejahatan.

Terakhir, kata dia, konferensi tentang keadilan restoratif sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan serta Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih dalam pembahasan.

Baca juga artikel terkait RESTORATIVE JUSTICE

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Abdul Aziz