Menuju konten utama

Walhi Sebut Hujan Buatan Sengaja Diturunkan Saat Jokowi ke Riau

Hujan buatan sengaja diturunkan saat Jokowi berkunjung ke Riau. Walhi menuding hal tersebut sebagai pencitraan.

Walhi Sebut Hujan Buatan Sengaja Diturunkan Saat Jokowi ke Riau
Seorang warga mengenakan kostum superhero membantu petugas BPBD Riau dan TNI Kodim 0313 Kampar saat memadamkan kebakaran lahan gambut di Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Riau, Kamis (12/9/2019). ANTARA FOTO/Rony Muharrman/foc.

tirto.id - Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Fandi Rahman, mengutarakan hal yang menurutnya menarik perihal kunjungan Presiden Joko Widodo ke Riau pada Selasa (17/9/2019) kemarin.

Saat Jokowi berkunjung ke Kabupaten Pelalawan, Riau, secara tiba-tiba hujan turun di sekitar lokasinya.

"Hujan buatan itu. Tapi setelah Presiden pulang lagi-lagi masyarakat seolah diminta menikmati asap kembali," ujarnya di kantor Walhi Pusat, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).

Ia juga mengkritik kunjungan Presiden bersama Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto, yang hendak menampilkan citra bahwa kondisi Riau kian membaik, dengan caranya tidak menggunakan masker penutup hidung.

"Seakan-akan Riau itu sehat. Ketika [Jokowi] pulang kondisinya seperti ini," ujarnya.

Ia mengatakan, dua hari sebelum kunjungan presiden, titik api masih berkisar 170 titik. Namun saat ini dari yang terpantau, titik api menjadi 300 titik. Hal itu mempengaruhi kualitas udara di sana.

"Hari ini saja, dari pukul 00.00 sampai 11.46 kondisi partikel udara di PM10 berkisar 320, turun lagi 248.5, turun lagi 225. Kondisi ini fluktuatif. Karena konsentrasi titik api di Riau itu tinggi, rendah, hilang," ujarnya.

Kondisi yang memburuk itu menurutnya jelas mempengaruhi kesehatan masyarakat terdampak. Ia mencatat 24.421 orang menderita ISPA, 749 orang iritasi mata, 1370 orang menderita asma. Itu data yang ia rujuk per 17 September 2019 dari fasilitas pelayanan kesehatan setingkat Puskesmas.

"Riau tidak baik-baik saja," ujarnya.

Ia menyesalkan pemerintah yang tidak berupaya bersiap diri untuk mengevakuasi masyarakat. Menurutnya sistem peringatan dini Karhutla harus ditingkatkan dan pemerintah perlu membangun Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di 300 titik. Yang berfungsi untuk mengingatkan masyarakat tentang berbahayanya udara.

"Itu yang paling mudah masyarakat pahami. Karena ada penampilan soal PM10. Kan ada statusnya tidak sehat, berbahaya, dan aman," ujarnya.

Selain itu ia juga menyesalkan tidak adanya protokol evakuasi yang jelas dan posko-posko resmi untuk memudahkan masyarakat bertindak dalam situasi yang terselimut asap seperti saat ini.

"Ketika kondisi seperti ini, pemerintah harus menyediakan rumah-rumah yang aman. Tersedia petugas kesehatan, ruangan steril, dan ada portabel oksigen," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Hendra Friana