Menuju konten utama

WALHI Desak Kedua Capres Serius Bahas Konflik Agraria di Indonesia

Yuyun mengatakan bahwa apa yang harus menjadi pembahasan oleh para capres adalah bagaimana menyelesaikan ketimpangan pengelolaan lahan, konflik agraria dengan hadirnya korporasi, dan juga soal kemiskinan masyarakat warga agraris.

WALHI Desak Kedua Capres Serius Bahas Konflik Agraria di Indonesia
Pemkab Tulang Bawang memasang papan pelarangan aktivitas di areal perkebunan PT. BNIL. FOTO/Pemkab Tulang Bawang

tirto.id - Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI, Yuyun Harmono, menilai bahwa banyaknya kasus konflik agraria di Indonesia harus menjadi pembahasan serius di debat Pilpres 2019 mendatang.

Menurut Yuyun, hal tersebut berdampak signifikan pada ruang hidup masyarakat pedesaan dan juga keberlangsungan alam di sana.

"Kita juga mau dorong bagi kedua capres untuk kemudian serius bicara penyelesaian konflik agraria. Jangan melihat penyelesaian ketimpangan penguasaan lahan itu terpisah dari penyelesaian konflik. Itu yang penting. Dan jangan juga dipisahkan reformasi agraria dari mendistribusi kesejahteraan kepada masyarakat. Itu semua terhubung," kata Yuyun saat konferensi pers di kantor WALHI, Selasa (12/2/2019).

Yuyun mengatakan bahwa apa yang harus menjadi pembahasan oleh para capres adalah bagaimana menyelesaikan ketimpangan pengelolaan lahan, konflik agraria dengan hadirnya korporasi, dan juga soal kemiskinan masyarakat warga agraris.

"Karena apa? Karena selama ini memang masyarakat yang hidup di pedesaan itu tidak mampu menuntaskan diri dari kemiskinan. Contoh petani di Jawa bagaimana petani di Jawa bisa produksi kebutuhan pangan bahkan, untuk kebutuhan mereka sendiri, kalau mereka hanya punya lahan 0,3 hektare saja?," katanya.

Itu yang menjadi alasan WALHI mendorong agar para calon pemimpin Indonesia bisa serius membahas permasalah mendasar pertanahan di Indonesia.

"Jadi kedepannya harus jadi prioritas oleh siapa pun calon presidennya. Reforma agraria itu seiring dengan ketimpangan penguasaan lahan yang selama ini dikuasai oleh korporasi. Itu harus benar-benar diberikan masyarakat," katanya.

"Yang berhak atas tanah adalah mereka yang mengelolanya. Para petani yang bertahan untuk kehidupan mereka. Persoalan ketimpangan lahan, konflik agraria, dan kemiskinan. Ini menjadi satu paket yang enggak bisa dipisahkan dari visi misi capres kedepan," lanjutnya.

Dalam catatan WALHI, konflik di sektor agraria masih masih belum usai di Indonesia. Bukan tanpa sebab, perkebunan sawit oleh Pemerintah masih dipandang sebagai sebagai komoditi andalan, yang pada tahun 2017 telah menyumbang Rp239 triliun dalam devisa negara. Namun, menurut WALHI sumbangan besar itu tidak sebanding dengan yang dialami oleh para petani di Indonesia.

Menurut WALHI masih terdapat 555 kasus per tahun dalam sektor agraria dan sumber daya alam. Luasnya mencapai 627.000 hektare tanah dan berdampak lebih dari 106.000 KK di seluruh Indonesia.

Konflik agraria tertinggi terjadi di perkebunan sebanyak 306 kasus, dengan luasan wilayah konflik lebih dari 341.000 hektare dan berdampak pada 52.000 KK.

Debat kedua Pilpres 2019 akan digelar pada 17 Februari 2019, di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta, dengan mengambil tema energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur.

Berbeda dengan debat sebelumnya, debat kedua ini hanya akan melibatkan dua capres, Jokowi dan Prabowo.

Terdapat tujuh panelis yang ditunjuk KPU dalam debat kedua, yaitu Rektor ITS Profesor Joni Hermana, Rektor IPB Arif Satria, Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati, Ahli pertambangan ITB Profesor Irwandy Arif, Pakar energi Ahmad Agustiawan, Pakar lingkungan Undip Sudharto P. Hadi, dan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pengembangan Agraria Dewi Kartika.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Nur Hidayah Perwitasari