Menuju konten utama

Wakil KPK Terpilih Nurul Ghufron Akui Ada Potensi Kebocoran OTT

Tantangan KPK ke depan yakni penyadapan tak bisa longgar karena harus izin dahulu ke Dewan Pengawas.

Wakil KPK Terpilih Nurul Ghufron Akui Ada Potensi Kebocoran OTT
Calon pimpinan KPK Nurul Ghufron menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (11/9/2019) malam. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih periode 2019-2023 Nurul Ghufron menyebut dua tantangan berat ke depan usai revisi UU KPK.

Ghufron menelaah setidaknya ada 7 poin yang berubah dalam UU KPK setelah revisi disahkan. Namun, Ghufron memandang ada dua hal yang kemungkinan menggangu kinerja KPK di periodenya nanti.

"Yang paling berat adalah KPK tidak lagi sebagai penyidik dan penuntut, kemudian penyadapan yang dilakukan oleh KPK harus seizin dewan pengawas, sehingga penegakan hukum dikembalikan pada prosedur pada umumnya," tutur Ghufron saat ditemui di Kampus Universitas Jember, Jawa Timur, Kamis (19/9/2019) sebagaimana dilansir dari Antara.

Dalam UU KPK sebelumnya, kata Ghufron, KPK tidak perlu berkoordinasi dengan lembaga lain saat penyadapan karena KPK memiliki kewenangan khusus. Namun, setelah undang-undang direvisi, penyadapan harus berdasarkan izin dewan pengawas. Hal itu akan berdampak pada proses penindakan di KPK.

"Kemungkinan kami agak kesulitan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) karena penyadapan harus meminta izin, sehingga potensi kebocoran sebelum OTT juga bisa terjadi," ucap Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu.

Meski memberatkan, Ghufron sebagai pimpinan KPK akan mematuhi hasil revisi UU KPK. Ia optimistis pimpinan lain akan menegakkan aturan sesuai ketentuan negara.

"Itu merupakan kebijakan negara yang dibentuk Presiden dan DPR, sehingga saya dan pimpinan KPK lainnya akan menjalankannya dan menegakkan aturan itu," katanya.

Pemerintah resmi merevisi UU KPK setelah seluruh fraksi DPR menyepakati revisi UU KPK, Selasa (17/9/2019) lalu.

Setidaknya ada tujuh poin perubahan yang telah disepakati dalam revisi UU KPK, yakni pembentukan dewan pengawas; kewenangan SP3 dan penghentian penuntutan; penyadapan harus seizin dewan pengawas; seluruh pegawai KPK adalah ASN; kedudukan KPK dalam rumpun eksekutif; koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga lain; dan mekanisme penyitaan dan penggeledahan.

Pengesahan revisi UU KPK pun mendapat respon keras dari pegiat antikorupsi dan sejumlah akademisi. Pegawai KPK pun melakukan aksi teatrikal yang menyimbolkan lembaga antirasuah telah mati akibat revisi UU KPK.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali