Menuju konten utama

Wacana Konversi LPG 3 Kg ke Kompor Induksi, PLN Diminta Tak Gegabah

Wacana pengalihan subsidi gas 3 kg ke kompor induksi dinilai kurang tepat mengingat infrastruktur belum siap.

Wacana Konversi LPG 3 Kg ke Kompor Induksi, PLN Diminta Tak Gegabah
Petugas melakukan aktivitas pengisian ulang gas bersubsidi 3 kg di SPBE Srengseng, Jakarta, Jumat (3/5/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Direktur Riset Center of Reform Economic CORE, Piter Abdullah meminta, kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tidak gegabah melakukan peralihan penggunaan LPG 3 Kg ke kompor induksi atau listrik. Sebab, ia menilai dari infrastruktur sendiri belum mencukupi.

"Infrastruktur belum mencukupi, listrik masih terasa mahal, masyarakat banyak yang tidak cukup mampu untuk membeli kompor dan juga listriknya," kata Piter saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (17/6/2022).

Piter memahami ke depannya memang semuanya akan bertransformasi ke listrik, termasuk juga kompor. Namun, harus direncanakan betul adalah bagaimana tahapan menuju ke sana. Apalagi ini menyangkut infrastruktur dan kesiapan masyarakat.

"Pemerintah harus membuat roadmap peralihan ini akan dilakukan seperti apa. Yang jelas saat ini belum bisa lompat semuanya ke listrik," katanya.

Dia menyebut jika pemerintah memaksa mempercepat peralihan ke kompor listrik, maka harus ada subsidi terlebih dahulu. Pada akhirnya hal ini akan membebani fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Yang realistis dilakukan saat ini adalah masih menggunakan gas 3 Kg, tetapi skema subsidi diperbaiki agar tepat sasaran," katanya.

Ketimbang peralihan, Piter justru mendesak pemerintah untuk menerapkan mekanisme subsidi tertutup untuk pembelian gas melon. Meskipun tantangannya adalah berpegangan pada basis data yang benar-benar kuat dan memiliki mekanisme distribusi mendukung.

"Keduanya ini pemerintah juga belum siap," pungkas dia.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi justru mengatakan, dari perhitungan biaya penggunaan kompor induksi memang lebih murah. Namun, masalahnya, kompor digunakan membutuhkan daya 1.300 VA.

"Tantangan dan peluang [adalah] untuk menghasilkan kompor listrik dengan daya rendah," ujarnya dihubungi terpisah.

Dalam proses transisi, lanjut Fahmy, bisa juga mengubah distribusi LPG 3 Kg secara tertutup. Namun, pada saatnya, LPG memang harus digantikan oleh kompor induksi, jargas dan gasifikasi.

"Alasannya, impor content LPG sangat besar. Sedangkan, resources kompor listrik, gasifikasi dan jargas dihasilkan di dalam negeri," ujarnya.

PLN Kaji Pengalihan Subsidi LPG 3 Kg ke Kompor Listrik

Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tengah mengkaji realokasi anggaran subsidi LPG 3 kg untuk penggunaan kompor induksi atau listrik. Langkah ini diambil untuk menekan beban subsidi yang makin lebar akibat fluktuasi harga minyak mentah dunia.

"Kami sedang godok program dengan pemerintah bagaimana subsidi untuk LPG bisa dialokasikan untuk mempercepat penggunaan kompor induksi untuk pembelian kompor listrik bantuan dari pemerintah," kata Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI Ihwal usulan PMN Tahun Anggaran 2023, ditulis Jumat (17/6/2022).

PLN sendiri menargetkan dapat menggaet konsumen baru pengguna kompor induksi sebanyak 15 juta rumah tangga. Sehingga diharapkan ada pergeseran dari LPG impor yang harganya sudah Rp18.000 per kg.

Adapun harga keekonomian dari gas melon subsidi saat ini sudah terpaut Rp15.359 per kg. Jauh dari harga jual eceran (HJE) yang ditetapkan sebesar Rp4.250 per kg pada tahun ini.

Selisih HJE yang lebar itu dari asumsi minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) yang dipatok 100 dolar AS per barel dengan nilai kurs sebesar Rp14.450 per dolar AS.

Darmawan menambahkan, harga keekonomian dari pengadaan kompor listrik hanya sekitar Rp10.350 ekuivalen dengan 1 kg LPG. Artinya potensi penghematan anggaran negara dari pengalihan subsidi LPG 3 kg itu untuk program kompor listrik relatif besar di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia.

Baca juga artikel terkait SUBSIDI GAS MELON atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri