Menuju konten utama

Vonis 8 Tahun Patrialis Akbar Lebih Rendah dari Tuntutan JPU

Vonis untuk Patrialis Akbar lebih rendah dibanding dengan tuntutan JPU KPK yang meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman 12,5 tahun penjara.

Vonis 8 Tahun Patrialis Akbar Lebih Rendah dari Tuntutan JPU
Terdakwa kasus dugaan suap "judicial review" di Mahkamah Konstitutsi (MK) Patrialis Akbar bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/8). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar dijatuhi vonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Senin (4/9/2017). Selain itu, ia juga dikenakan denda Rp300 juta dan harus mengembalikan uang kepada negara senilai Rp4,043 juta dan 10 ribu dolar AS.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Patrialis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama delapan tahun ditambah denda Rp300 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamolango saat membacakan amar putusan.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar majelis hakim memvonis Patrialis 12,5 tahun penjara, ditambah dengan Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim yang pimpinan Nawawi menjatuhkan vonis berdasar dakwaan alternatif pertama dari JPU KPK. Dalam kasus ini, Patrialis didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf c juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dalam putusannya majelis hakim yang terdiri atas Nawawi Pamolango, Hariono, Hastono, Ugo dan Titi Sansiwi menilai bahwa Patrialis terbukti menerima uang Basuki Hariman selaku sebagai "beneficial owner" (pemilik sebenarnya) perusahaan PT Impexindo Pratama dan dari General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny melalui seorang perantara bernama Kamaludin untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Penyerahan uang secara bertahap yaitu pertama dilakukan Basuki kepada Kamaludin pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sejumlah 20 ribu dolar AS. “Untuk keperluan bermain golf di Batam, tapi tidak digunakan seluruhnya karena sudah dibayar oleh Yunas,” kata hakim Hariono.

Pemberian kedua pada 13 Oktober 2016 di restoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS. “Yang rencananya akan digunakan untuk bermain golf di Tanjung Pinang, Bintan tapi biaya sudah dihandle pihak lain sehingga Kamaludin hanya menanggung tiket pesawat Batam-Jakarta, sisanya digunakan untuk keperluan Kamaludin,” ungkap hakim Hariono.

Basuki selanjutnya mengatakan kepada Kamaludin bahwa ia memiliki uang Rp2 miliar untuk mempengaruhi hakim lain yang belum menyatakan pendapat dan selanjutnya Kamaludin menyampaikan ke Patrialis Akbar, dan Patrialis pun mempersilakan Basuki melakukan pendekatan ke Hakim.

“Basuki juga membayar Rp4,043 juta untuk biaya golf Patrialis Akbar bersama Kamaludin dan kawan-kawan di Royale Jakarta Golf Club pada 20 Desember 2019 sekitar pukul 09.00 WIB,” kata hakim Hariono .

Pemberian uang selanjutnya dilakukan pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sejumlah 20 ribu dolar AS. Dari jumlah itu, Kamaludin menyerahkan 10 ribu dolar AS ke rumah Patrialis di Cipinang.

“Jadi yang diserahkan hanya separuh saja, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan Kamaludin pribadi. Jadi total ada 50 ribu dolar AS dari seluruh uang pemberian Basuki Hariman dan Ng Fenny yang digunakan untuk Patrialis Akbar untuk umroh adalah sebesar 10 ribu dolar AS dan membayar golf di Royale Jakarta Golf Club sebesar Rp4,043 juta," jelas hakim Hariono.

Sebagai balasan pemberian uang itu, Patrialis memberikan draf putusan yang sudah diberikan tanda stabilo warna biru sesuai dengan harpan Basuki Hariman.

“Atas izin terdakwa Kamaludin mengambil gambar draf putusan tersebut dengan telepon genggamnya dan Kamaludin selanjutnya menemui Basuki Hariman dan memperlihatkan beberapa foto yang meyakinkan Basuki bahwa draf putusan sudah sesuai harapan Basuki,” kata hakim Ugo.

Dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, hakim juga menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan Patrialis.

Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa telah menciderai lembaga Mahkamah Konstitusi. Sementara hal yang meringankan, terdakwa menunjukkan sifat sopan dalam persidangan, terdakwa belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga, terdakwa pernah berjasa dalam pengabidan kepada negara salah satunya mendapat satya lencana.

Atas putusan itu, Patrialis menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari apakah menerima atau mengajukan banding terhadap putusan. “Setelah saya berkonsultasi, kami akan pikir-pikir selama satu minggu,” kata Patrialis.

Terkait perkara ini, Kamaludin divonis penjara selama tujuh tahun, sedangkan pengusaha Basuki Hariman divonis tujuh tahun penjara sedangkan anak buahnya Ng Fenny divonis lima tahun penjara.

Baca juga artikel terkait SUAP HAKIM MK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz