Menuju konten utama

Veronica Koman: Saat Awardee LPDP Bela HAM Orang Papua Dibungkam

Veronica Koman diminta mengembalikan duit LPDP. Ia mengatakan ini adalah cara kesekian pemerintah Indonesia agar dia berhenti bicara soal Papua.

Veronica Koman: Saat Awardee LPDP Bela HAM Orang Papua Dibungkam
Veronica Koman. facebook/Veronica koman

tirto.id - Aktivis HAM Veronica Koman mengatakan pemerintah Indonesia melakukan banyak upaya untuk membuatnya berhenti mengadvokasi isu Papua. Dari mulai kriminalisasi, meminta Interpol untuk mengeluarkan red notice, hingga mengancam pembatalan paspor. Terakhir, yang baru-baru ini ramai dibicarakan, adalah memintanya mengembalikan uang Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), beasiswa yang disediakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia menerima beasiswa untuk kuliah di​ Master of Laws ​di ​Australian National University​ pada 2016 sampai Oktober 2018.

"Kini pemerintah memaksa saya untuk mengembalikan beasiswa yang pernah diberikan kepada saya pada September 2016. Jumlah dana yang diminta adalah Rp773.876.918," kata Vero, Selasa (11/8/2020).

Direktur Utama LPDP Rionald Silaban mengatakan mereka memang meminta itu karena Vero telah menyalahi kontrak. "Standar kontrak di LPDP, penerima beasiswa ke luar negeri itu mereka harus kembali dan mengabdi ke Indonesia 2n+1 (dua kali masa studi ditambah satu tahun, berarti dalam kasus ini 5 tahun), siapa pun itu," kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (12/8).

Meski wajib pulang setelah masa studi rampung dan mengabdi di Indonesia selama kurun waktu tertentu, penerima beasiswa dapat mengajukan diri untuk magang setelah lulus. "Itu kami kasih, setelah itu harus kembali."

Ia lantas mengatakan selain Vero ada tiga kasus serupa yang juga ditagih pengembalian uang beasiswa. Dengan kata lain ini bukan karena aktivitas politik Vero, tapi karena memang peraturannya demikian.

Vero bilang argumen LPDP bahwa alumni harus mengabdi mengabaikan fakta bahwa keselamatannya terancam sejak 2019 jika kembali ke Indonesia.

Pada Juli tahun lalu, Vero berkunjung ke Australia dengan menggunakan visa tiga bulan. Tujuannya untuk menghadiri wisuda. Memasuki Agustus, Jakarta, Papua, dan beberapa daerah lain di Indonesia ramai oleh demonstrasi menentang rasisme. Pemicunya penyerangan para mahasiswa di Surabaya pada tanggal 16.

Vero bicara lantang soal itu di media sosial. Pada 4 September 2019, ia ditetapkan tersangka oleh polisi. Ketika itu ia dituduh menyebar konten hoaks dan provokatif. Ia masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Isi cuitan yang dipermasalahkan sebagai berikut: "Ada mobilisasi umum aksi monyet turun jalan besok di Jayapura." Dan, "Polisi mulai menembaki ke dalam Asrama Papua total tembakan sebanyak 23 tembakan termasuk tembakan gas air mata, 23 mahasiswa ditangkap dengan alasan yg tidak jelas 5 terluka dan 1 kena tembakan gas air mata."

Seorang pengamat media sosial menyebut provokatif atau tidaknya konten Vero tergantung dari sudut pandang mana itu dilihat. Sementara di sisi lain akun pemerintah pun terbukti hoaks, tapi tidak mendapat konsekuensi hukum. Aktivis menilai itu adalah contoh nyata tebang pilih.

Sejak saat itu sampai sekarang, Vero ada di Australia.

Sebelum itu Vero kembali ke Indonesia pada September 2018, atau satu bulan sebelum resmi dinyatakan lulus. Pada Oktober, dia kembali melanjutkan mengadvokasi isu HAM di Papua, termasuk dengan mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua (PAHAM Papua) yang berbasis di Jayapura. Selanjutnya, dia ke Swiss untuk mengadvokasi isu yang sama di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Maret 2019 dan kemudian kembali ke Indonesia.

"Saya memberikan bantuan hukum pro bono kepada para aktivis Papua pada tiga kasus pengadilan yang berbeda di Timika sejak April hingga Mei 2019," jelas Veronica, menegaskan bahwa dia juga "mengabdi"--syarat alumni LPDP.

Vero lantas meminta kepada Kemenkeu, terutama Menteri Sri Mulyani, untuk bersikap adil dan netral. Ia tak ingin Sri Mulyani menjadi bagian dari lembaga negara yang hendak menghukumnya karena membela Papua.

Selain itu, ia juga mempertanyakan, "sejak kapan dia (LPDP) memberikan sanksi-sanksi seperti ini? Harus dicek juga, bagaimana sistem LPDP memastikan awardee balik [ke Indonesia]?"

Solidaritas

Solidaritas untuk Vero segera muncul. 'Bantu dan Bebaskan Veronica Koman dari Hukuman Finansial Pemerintah RI' tersebar di media sosial. Gagasannya adalah pengumpulan dana publik agar tagihan LPDP terbayarkan.

Kepada reporter Tirto, Rabu (12/8/2020), pengacara publik Tigor Hutapea mengatakan solidaritas ini wajar karena Vero "sudah melaksanakan perjanjian yang ada di LPDP: kembali ke Indonesia dan mengabdi pada isu HAM."

Hal serupa diungkapkan Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. "Meski tidak secara fisik di Indonesia, tetap kerja dia menyumbang Indonesia khususnya HAM," tutur Asfin kepada reporter Tirto, lalu menegaskan "bukan dia tak mau balik," tapi untuk menghindari kriminalisasi.

Menurutnya Vero tidak patut dipolisikan. "Dia pembela HAM. Menurut deklarasi pembela HAM PBB, dia harus dilindungi, bukan dikriminalisasi."

Baca juga artikel terkait VERONICA KOMAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika & Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan