Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Vaksin Booster Khusus Nakes, Mengapa Pejabat Daerah Justru Dapat?

Kemenkes menegaskan hingga saat ini pemberian vaksinasi dosis ketiga atau booster hanya diperuntukkan bagi nakes.

Vaksin Booster Khusus Nakes, Mengapa Pejabat Daerah Justru Dapat?
Petugas medis menunjukkan vaksin Moderna saat vaksinasi dosis ketiga untuk tenaga kesehatan di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (13/8/2021). Sebanyak 3000 tenaga kesehatan di Sidoarjo mendapatkan vaksinasi tahap ketiga sebagai booster agar antibodi di dalam tubuh membentuk sistem imun yang kuat. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/hp.

tirto.id - Pejabat di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis ketiga atau booster. Padahal vaksinasi dosis ketiga hanya diperuntukkan bagi tenaga kesehatan atau nakes. Selain tak tepat sasaran, para pejabat daerah itu dianggap tak etis lantaran stok vaksin masih terbatas dan masih ada jutaan warga yang belum dapat vaksin sama sekali.

Wakil Bupati Toraja Utara, Frederik Viktor Palimbong mengakui selain nakes, anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Toraja Utara telah mendapatkan vaksin dosis ketiga pada Selasa (10/8/2021). Fredrik menyebut selain ia dan istrinya, Kapolres Toraja Utara juga telah disuntik vaksin Moderna tersebut.

Frederik berdalih, vaksinasi dosis ketiga kepada pejabat Forkopimda itu dilakukan setelah adanya kelebihan jumlah vaksin yang diterima. Total vaksin Moderna yang diterima ada 73 vial vaksin, artinya ada sekitar 1.022 dosis. Sementara target vaksin tersebut diberikan kepada 700-an nakes dan penyintas COVID-19 sekitar 40 orang.

“Artinya lebih dari cukup, sehingga dalam dialog dengan Forkopimda se-Sulawesi Selatan ada wacana yang dia sampaikan bahwa daripada sembunyi-sembunyi lebih bagus kita sampaikan juga bahwa Forkopimda memiliki resiko yang tinggi yang tidak kalah dengan nakes,” kata Frederik, seperti dilansir Kompas.com.

Padahal berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Toraja Utara, per 14 Agustus 2021, dari total 223.807 target cakupan vaksin baru ada 49.009 orang atau 22 persen yang mendapatkan vaksin dosis pertama. Dosis kedua lebih sedikit yakni 44.232 atau 19,76 persen.

Sedangkan bila dilihat secara nasional per 16 Agustus 2021 atau setelah 7 bulan program vaksinasi, dari 208.265.720 target, baru 26,26 persen yang mendapatkan vaksin dosis pertama dan 13,90 persen yang dapat vaksinasi dosis kedua. Artinya masih ada 150 juta lebih warga yang bahkan belum mendapatkan vaksin sama sekali.

Masih rendahnya cakupan vaksin tersebut salah satunya karena pasokan dan stok vaksin nasional yang masih terbatas. Sehingga pemerintah pusat masih harus menentukan prioritas, termasuk hanya memberikan vaksin dosis ketiga kepada nakes yang dinilai memiliki risiko tinggi.

Peruntukan vaksin dosis ketiga itu sudah tercantum dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/I/1919/2021 tentang Vaksinasi Dosis Ketiga Bagi Seluruh Tenaga Kesehatan, Asisten Tenaga Kesehatan dan Tenaga Penunjang yang Bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Surat itu ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu pada 23 Juli 2021.

Dalam surat edaran yang ditujukan ke seluruh kepala dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dan kepala/pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan itu dilampirkan surat pakta integritas. Di mana para pimpinan diminta memberikan vaksin sesuai sasaran dan diminta bertanggung jawab apabila ada pelanggaran terhadap pakta integritas tersebut.

Tidak Etis

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan, masih terbatasnya stok vaksin sehingga membuat capaian vaksinasi masih sedikit dan belum merata harusnya dapat dipahami semua pejabat untuk memprioritaskan vaksin kepada yang lebih membutuhkan.

“Maka kalau ada penyelewengan dan penyalahgunaan, apalagi pejabat di daerah, maka itu sesuatu yang tidak bernilai etika. Kenapa tidak beretika, karena dalam suasana kedaruratan namanya pemimpin itu orang terakhir yang mendapatkan pelayanan bukan orang yang pertama,” kata Hermawan melalui sambungan telepon kepada reporter Tirto, Senin (16/8/2021).

Harusnya pejabat di daerah, kata dia, mengatur dan menempatkan kepentingan masyarakat di atas segalanya. Namun ketika vaksin yang sebetulnya diperuntukkan untuk nakes, dan masih banyak warga belum dapat malah digunakan untuk vaksin ketiga oleh pejabat, ini menurut Hermawan akan jadi masalah, salah satunya mengancam ketersediaan vaksin untuk program prioritas.

“Ini bisa saja akan mengancam ketersediaan vaksin untuk booster ini atau vaksin ketiga untuk nakes ini karena andai semua pejabat di 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi [melakukan suntik vaksin dosis ketiga] maka itu akan menggerus jumlah vaksin dan bisa saja mengganggu jalannya vaksin ke-3 untuk nakes,” ujarnya.

Oleh karena itu, Hermawan berharap kejadian di Toraja Utara tak diikuti di kabupaten/kota lainnya. Dan ia meminta agar pemerintah pusat memperketat pengawasan terkait penggunaan vaksin dosis ketiga tersebut.

“Perlu diperkuat dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri agar penggunaan dan tata kelola vaksin di daerah itu diperuntukan sesuai segmen sasaran dan prioritas,” ujarnya.

Ahli sosiologi bencana asal Indonesia di Nanyang Technological University, Sulfikar Amir juga berpendapat serupa. Dalam situasi saat ini menurutnya belum perlu untuk melakukan vaksinasi dosis ketiga terhadap pejabat, sebab masih ada jutaan warga yang belum mendapatkan vaksin sama sekali.

“Semenstinya dosis ketiga hanya spesifik untuk nakes. Untuk kelompok yang lain sebaiknya tidak dilakukan dulu karena kita perlu meluaskan cakupan vaksin yang ada sekarang yang masih sangat rendah,” katanya melalui sambungan telepon, Senin (16/8/2021).

Masalah yang paling fundamental menurutnya adalah meningkatkan cakupan vaksin secara eksponensial dengan stok vaksin yang masih terbatas saat ini. Sebab jika berdasarkan data vaksinasi harian capaiannya masih fluktuatif dan jauh dari target Presiden Joko Widodo yakni 2 juta vaksinasi per hari.

Kemenkes Akan Audit

Terkait dengan kasus vaksinasi ketiga pada pejabat Forkopimda di Toraja Utara, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi bilang akan dilakukan audit. Apabila ditemukan pelanggaran, maka akan ada konsekuensi yang diberikan pada pejabat atau yang bertanggung jawab.

“Kami sudah menggandeng auditor untuk nanti audit [kasus di Toraja Utara]” kata Nadia saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (16/8/2021).

Nadia yang juga menjabat sebagai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes menegaskan bahwa hingga saat ini pemberian vaksinasi dosis ketiga hanya diperuntukkan bagi nakes, asisten nakes dan tenaga penunjang yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, meski pejabat sekalipun belum diperbolehkan untuk mendapatkan dosis ketiga.

“Kami mengimbau tentunya jangan sampai ada pihak-pihak yang memanfaatkan dan mendapatkan vaksinasi booster ketiga tidak sesuai dengan sasaran yang ditetapkan,” kata Nadia.

Memang vaksin Moderna yang digunakan untuk vaksinasi dosis ketiga ini dapat diberikan kepada kalangan masyarakat umum, seperti kelompok ibu hamil. Namun untuk masyarakat umum vaksin Moderna diperuntukkan untuk dosis pertama dan kedua.

“Kita tahu kunci dalam pengendalian pandemi ini adalah bagaimana saudara-saudara kita yang sampai saat ini belum mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan kedua untuk segera mendapatkan vaksinasi dua dosis secara lengkap termasuk dengan menggunakan vaksin Moderna,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait VAKSIN BOOSTER atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz