Menuju konten utama

UU ITE Dinilai Belum Cukup Lawan Kejahatan Siber

Menurut CISSRec pemerintah perlu segera merumuskan UU yang dapat menjawab persoalan serangan siber.

UU ITE Dinilai Belum Cukup Lawan Kejahatan Siber
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Mayjen (Purn) TNI Djoko Setiadi (kiri) memberikan cinderamata kepada Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Kemenko Polhukam Marsda TNI Rus Nurhadi Sutedjo dalam Seminar Diseminasi Deteksi Ancaman Siber 2018 di Jakarta, Rabu (12/12/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

tirto.id - Ketua Communication & Information System Security Research Center (CISSRec), Pratama Persadha menilai kehadiran undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum cukup dalam penegakkan hukum yang melibatkan kejahatan di internet.

Menurutnya pemerintah perlu segera merumuskan UU yang dapat menjawab persoalan serangan siber.

“Kita belum ada peraturan keamanan siber. Kita selalu berkaca pada UU ITE. Apa itu cukup? Gak ada urusannya sama keamanan negara," katanya dalam diskusi bertajuk “Darurat Ancaman Siber” di d’Consulate, Jakarta Sabtu (9/2/2019).

Pratama mengatakan substansi UU ITE dirasa belum menjawab persoalan keamanan negara. Sebab saat ini fokusnya masih bertumpu pada konten.

Sebaliknya ia mendorong pemerintah mencontoh kemajuan Malaysia lewat Computer Crime Act. Melalui aturan itu Malaysia kata Pratama memiliki kekuatan dalam melawan kejahatan siber.

"Malaysia punya UU yang sangat powerful dalam kejatan siber. Jadi gak Cuma hoaks (yang ditangani). Kita belum ada kewajiban melindungi data,” ujarnya.

Pratama mengingatkan bahwa perpres Nomor 53 tahun 2017 dan Perpes Nomor 133 Tahun 2017 yang keduanya tentang Badan Siber Sandi Negara (BSSN) belum cukup memadai dalam menjawab persoalan keamanan siber. Peraturan itu menurut Pratama masih perlu ditingkatkan hingga taraf UU.

Menurut Pratama pemerintah perlu mempertimbangkan pengamanan pada infrastruktur informasi dan ekonomi digital. Ia memandang selain identifikasi, upaya perlindungan dan proteksi juga perlu digerakkan.

Ia mencontohkan risiko serangan siber yang dapat mengarah pada sektor penerbangan seperti maskapai, bandara, dan navigasi. Menurutnya, belum ada jaminan apakah sektor itu aman dari serangan siber yang dinilai dapat sewaktu-waktu menimbulkan masalah.

a

“Masalah aman tidaknya kan belum bisa dijawab,” ucap Pratama.

Kepala BSSN, Djoko Setiadi mengatakan saat ini peraturan itu sedang dalam proses. Sepengetahuanya, UU Keamanan Siber sudah dimasukan ke dalam prolgenas sebagai inisiatif DPR RI. Ia berharap peraturan yang akan segera diterbitkan itu dapat memberi kewenangan yang lebih jelas bagi lembaganya.

“Perlu payung hukum yang lebih luas. Ada Hadiah dari Komisi I DPR RI, UU Siber. Semoga bisa dipercepat,” ucap Djoko.

Baca juga artikel terkait UU ITE atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Hukum
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi