Menuju konten utama

UU Cipta Kerja Bertentangan UUD, KSPI Desak Pemda Revisi UMP 2022

KSPI menilai putusan MK soal UU Cipta Kerja membuat aturan pengupahan harus kembali mengacu pada UU 13/2003 & PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

UU Cipta Kerja Bertentangan UUD, KSPI Desak Pemda Revisi UMP 2022
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berorasi di depan Gedung DPR/MPR RI. tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mendesak pemerintah daerah untuk merevisi penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022.

Hal tersebut diungkapkan Said usai Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan undang-undang (UU) Cipta Kerja yang dikenal dengan Omnibus Law Cipta Kerja itu bertentangan dengan UUD 1945 dan harus diperbaiki dalam 2 tahun.

"Kepada Gubernur yang telah menetapkan upah minimum/UMP 2022 dicabut, direvisi karena MK menyatakan nggak boleh dipakai, ditangguhkan," jelas Said dalam konferensi pers, Jumat (26/11/2021).

Said menjelaskan, putusan MK pada Kamis (25/11/2021) membuat aturan pengupahan harus kembali mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Revisi UMP memang harus dilakukan kata Iqbal, pasalnya penetapan UMP yang sudah dilakukan oleh seluruh gubernur pada 20 November 2021 lalu harus direvisi karena perhitungan kenaikan upah mengacu pada aturan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

"Sudah dinyatakan cacat dan poin nomor 7 jelas karena upah kata PP Nomor 36 adalah strategis. Karena keputusan MK nomor 7 kalau dia strategis harus ditangguhkan, maka penetapan UMP dan UMK di seluruh Indonesia menggunakan undang-undang yang lama yaitu Undang-undang Nomor 13/2003 dan peraturan pemerintah atau PP Nomor 78 Tahun 2015," jelas dia.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemerintah untuk segera memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja. MK menilai UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila pemerintah tidak melakukan perbaikan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja dalam kurun waktu dua tahun.

"Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245 tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor 6573 menjadi inkonstitusional secara permanen," ujar Ketua MK sekaligus ketua mahkamah Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis (25/11/2021).

Menanggapi hal tersebut pemerintah akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi soal putusan uji formil Undang-Undang Cipta Kerja. Namun pemerintah menegaskan bahwa segala aturan tetap berlaku meski Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan tidak memenuhi syarat formil.

"Putusan MK telah menyatakan bahwa undang-undang cipta kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukannya sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan oleh MK yaitu harus dilakukan perbaikan paling lama 2 tahun sejak putusan dibacakan," tegas Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan, Kamis (25/11/2021).

Airlangga juga menegaskan bahwa pemerintah akan mematuhi putusan MK bahwa tidak boleh ada aturan baru yang bersifat strategis hingga proses perbaikan UU Cipta Kerja selesai. Ia menegaskan, aturan turunan UU Cipta Kerja tetap berlaku.

"Dengan demikian peraturan perundangan yang telah diberlakukan utk melaksanakan uu cipta kerja tetap berlaku," jelas dia.

Baca juga artikel terkait UU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Bayu Septianto