Menuju konten utama

Utang Kontrak Politik Anies Dibayar APBD Jakarta 2018

Para penggiat kampung menjalin kontrak politik dengan Anies. Konsekuensinya, jika melanggar janji, Anies bisa menghadapi gugatan perdata.

Utang Kontrak Politik Anies Dibayar APBD Jakarta 2018
Anak-anak memungut kerangka besi dan kayu bekas penggusuran di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2016). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Sudah lebih dari tiga kali Gugun Muhammad dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) bertemu dengan Anies Rasyid Baswedan dan tim suksesnya saat kampanye dalam Pilkada Jakarta lalu. Pertemuan pertama pada Oktober 2016. Saat itu Gugun mengundang Anies dan Agus Yudhoyono dalam acara JRMK sekaligus untuk menjajaki visi dan misi kedua kandidat tersebut.

Gugun berkata bahwa keputusan JRMK menyingkirkan Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama memang pilhan sadar sedari awal. Alasannya, Ahok sebagai pasangan Joko Widodo saat Pilkada 2012 mengkhianati kontrak politik dengan melakukan penggusuran.

Sayangnya, pada kesempatan pertama, Agus absen. Alhasil, Anies jadi satu-satunya calon yang berkomunikasi dengan JRMK. Pertemuan pertama ini mengawali gagasan untuk membuat kontrak politik.

“Kami mau bikin kontrak politik, tapi bukan sekarang di putaran pertama, tapi nanti di putaran kedua,” kata Gugun.

Memasuki putaran kedua sejak pertengahan Februari 2017, Gugun dan koleganya dari JRMK berpikir ulang untuk membuat kontrak politik dengan Anies. Pemikiran ini muncul lantaran berkaca dari pengalaman “dikhianati oleh Ahok.” Mereka mencoba formula baru. Mereka membuat perjanjian yang sah secara hukum, dengan detail poin-poin kesepakatan.

Ide ini tak serta merta diterima oleh Anies dan tim suksesnya. Negosiasi berlangsung alot, cerita Gugun. Warga sudah menetapkan acara seremonial tanda tangan perjanjian itu pada 8 April 2017—atau 11 hari sebelum pencoblosan. Namun, sampai dua hari sebelum acara, belum ada kesepakatan mengenai isi perjanjian.

“Sehari sebelumnya baru kita sepakat, kita sempat khawatir juga,” ujar Gugun.

Pada hari penandatanganan itu Anies datang sendiri tanpa Sandiaga Salahuddin Uno. Secara garis besar, isi perjanjian itu memuat lima poin: penataan perkampungan, legalisasi lahan perkampungan, hunian terjangkau untuk rakyat miskin, izin usaha untuk PKL, dan alih profesi pengayuh becak. Lima poin ini, menurut Anies, “sesuai dengan program kerja” yang akan dilakoninya bila terpilih sebagai gubernur.

“Saya merasa tugas ini bukan tugas yang kecil. Tapi tugas yang besar. Bapak-Ibu sudah berulang kali merasakan tanda tangan tak terlaksana, tapi Bapak-Ibu tak putus asa. Karena Bapak-Ibu adalah yang berusaha tanpa henti, meneruskan tradisi perjuangan ini,” kata Anies dengan kata-kata memikat di hadapan warga.

Meski begitu, isi utuh perjanjian tak pernah diumbar ke media. Lima poin yang diungkap ke media hanya penyederhanaan. Detail tiap butirnya cuma dimiliki oleh kedua belah pihak, pihak Anies dan komunitas JRMK yang terdiri dari 26 kampung, kelompok PKL, dan kelompok pengayuh becak.

Alasan 'Kontrak Politik' Penggiat Kampung dengan Anies

Aktivitas Gugun Muhammad di Jaringan Rakyat Miskin Kota bukan semata-mata lantaran ia aktivis Urban Poor Consortium. Gugun adalah warga kampung Tongkol, Jakarta Utara. Menurut dia, kampung ini salah satu target penggusuran sejak 2014. Namun, lantaran bukan termasuk program prioritas, penggusuran urung dieksekusi.

Merunut sejarahnya, ujar Gugun, warga telah menempati di Kampung Tongkol selama lebih dari 40 tahun, termasuk keluarga istri Gugun. Pada 1992, hunian warga sudah digusur karena perkampungan merambah ke tengah sungai.

Saat itu, pemerintah DKI Jakarta membangun tanggul dan jalan inspeksi selebar 5 meter, sehingga kampung warga harus digeser. Di antara kampung dan jalan inspeksi, pemda membuat selokan selebar 5 meter.

“Dulu digusur berdasarkan SK Gubernur tahun 1989, tanahnya dibeli oleh pemda,” kata Gugun.

Meski demikian, warga masih menempati lahan di sebelah selokan. “Boleh dibilang, secara hukum, tanah pemda itu cuma yang lima meter jalan inspeksi. Tapi kemudian, dalam rencana tata ruang, khususnya dalam peta operasional, jalan itu jadi lima belas meter,” ujar Gugun.

Rencana tata ruang ini dibuat pada 2014. Maka, berdasarkan peta operasional itu, Kampung Tongkol menjadi kawasan permukiman “ilegal” dan karena itu sah untuk digusur. Masalah inilah yang dibawa ke dalam perjanjian dengan Anies. Secara detail, warga meminta Anies untuk mengganti peta operasional itu agar Kampung Tongkol menjadi permukiman legal.

Selain kampung-kampung, PKL dan komunitas becak juga membuat detail perjanjian serupa. Anies diminta berkomunikasi dengan pihak pemilik lahan, agar bisa mengeluarkan izin usaha di sana untuk PKL, contohnya dengan Pelindo. Begitu pula dengan becak, yang akan difasilitasi untuk membuat modifikasi becak sehingga tak berlawanan dari aturan perundang-undangan.

Namun, perjanjian yang dibuat ini melekat kepada Anies sebagai individu, bukan Anies sebagai gubernur atau jabatan publik lain. Konsekuensinya, bila ia melanggar perjanjian tersebut, ia menghadapi gugatan perdata.

Anggaran 'Penataan Kampung' dalam RAPBD Jakarta 2018

Kemenangan Anies Baswedan dalam Pilkada Jakarta mengharuskannya melaksanakan perjanjian itu. Dan sejak Anies membentuk tim sinkronisasi—yang diketuai oleh Sudirman Said—perwakilan JRMK beberapa kali diundang untuk rapat bersama menyusun program.

Elisa Sutanudjaja dari Rujak Center for Urban Studies turut terlibat mewakili JRMK dalam pertemuan dengan tim sinkronisasi. Elisa mengatakan, beberapa kali pertemuan itu mendetailkan rencana pelaksanaan perjanjian yang dibuat Anies. Termasuk memprioritaskan implementasi perjanjian dalam APBD DKI Jakarta 2018.

“Implikasinya memang kita menjadi prioritas dalam RAPBD 2018, ada Community Action Plan, PKL, dan becak,” kata Elisa.

Dalam RAPBD 2018, memang tercantum sejumlah anggaran untuk Rencana Aksi Komunitas (CAP) seperti yang diungkapkan Elisa. Jumlah anggarannya bervariasi, dari Rp300-an juta hingga Rp1 miliar. Total anggaran CAP adalah Rp9,96 miliar.

Misalnya, untuk penyusunan CAP Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman Kelurahan Pisangan Timur di Jakarta Timur dianggarkan Rp356.542.450, dan di kelurahan Penjaringan Rp1.052.242.290. Sebagian besar anggaran ini dipakai untuk biaya konsultan.

Sedikitnya ada 20 kelurahan mendapatkan anggaran CAP. Dari 26 kampung yang tergabung dalam JRMK, menurut Gugun, baru 16 kampung yang mendapat anggaran dalam 20 kelurahan. Sepuluh kampung sisanya belum siap untuk melaksanakan CAP, tambahnya.

Meski mendapat jatah anggaran, Elisa menjamin bahwa ia dan rekan-rekannya di JRMK “tidak akan ikut tender” sebagai konsultan CAP. Keterlibatan mereka hanya pada “menjadi bagian dari tim seleksi” untuk menilai dan memastikan kemampuan para peserta tender.

“Rujak sendiri tidak punya PT atau CV. Kami juga tidak punya entitas bisnis. Kami enggak mau pakai PT pihak ketiga juga—itu, kan, sama enggak sehat. Intinya, kami enggak mau ikut tender,” tegas Elisa.

Selain CAP untuk 16 kampung yang tergabung dengan JRMK, PKL dan komunitas becak juga difasilitasi lewat program OKE OCE. Meski begitu, belum ada anggaran mendetail untuk mereka dalam APBD 2018.

Semua anggaran ini tidak disertakan dalam APBD Jakarta lewat mekanisme perencanaan pembangunan, seperti normalnya yakni lewat musrenbang tingkat RW sampai Kelurahan. Namun, anggaran ini langsung disisipkan oleh tim sinkronisasi ke Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

“Saat pertemuan 1 November, ternyata sudah ada anggarannya. Kami tidak mungkin lewat Musrenbang, karena sudah lewat,” kata Gugun.

Anggaran yang diberikan Anies ini tak lantas membuat utang politik lunas. Anies masih harus memberikan anggaran pada tahun-tahun berikutnya, sampai penataan kampung terealisasi. Setelah CAP, masih ada DED (Detail Engineering Design) yang harus juga dianggarkan dalam APBD, begitu pula dana pembangunan dan penataan kampung.

"Kami ingin tahun 2019 sudah mulai pembangunan, atau kalau bisa cepat, pembangunan bisa masuk di APBD perubahan 2018," ucap Gugun.

Baca juga artikel terkait ANIES-SANDIAGA atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam