Menuju konten utama
Dinamika Koalisi Pemilu 2024

Utak-Atik Wacana Gerindra-PKS Berkoalisi: Sejauh Mana Kansnya?

Partai Gerindra dan PKS saat ini tengah berada di dua poros koalisi berbeda diisukan rujuk dalam Pemilu 2024 mendatang, apa saja kemungkinannya?

Utak-Atik Wacana Gerindra-PKS Berkoalisi: Sejauh Mana Kansnya?
Jajaran pengurus pusat Partai Gerindra saat menghadiri pembukaan Rapimnas Partai Gerindra di SICC, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (12/8/2022). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - Partai Gerindra dan PKS kembali mendapat sorotan. Kedua partai yang saat ini tengah berada di dua poros koalisi berbeda diisukan akan rujuk jelang Pemilu 2024 mendatang. Hal ini berawal dari pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang berharap agar PKS dan Gerindra bisa maju dalam satu koalisi di Pemilu 2024 mendatang.

"Dari dulu juga akrab. Pertanyaannya mudah-mudahan kita [Gerindra dan PKS] bisa bergabung lagi bersama-sama," kata Fadli beberapa waktu lalu.

Pernyataan Fadli langsung dijawab oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Dasco menilai pernyataan PKS dan Gerindra berkoalisi kembali sebaiknya ditanyakan kepada Fadli Zon. Namun, ia tidak memungkiri bahwa akan ada perbincangan publik akibat pernyataan tersebut lantaran Gerindra dan PKS berada di poros yang berbeda saat ini.

"Kan Pak Fadli secara normatif menjawab kemungkinan itu semua terbuka. Nah, bahwa kemudian ada pro dan kontra terhadap koalisi Gerindra dan PKS, ya itu dinamika yang terjadi dan kita anggap biasa aja dalam dinamika politik ini. Sehingga, apa yang disampaikan dan apa yang terjadi kita anggap ya sebagai bumbu-bumbu daripada pesta demokrasi kita," kata Dasco di Jakarta, Senin (5/12/2022).

Sementara itu, PKS selalu terbuka dengan semua partai dalam berkoalisi, termasuk dengan Gerindra. Juru Bicara PKS M. Kholid mengatakan, PKS saat ini tengah berkomunikasi dengan Nasdem dan Demokrat untuk membangun Koalisi Perubahan. Ia memastikan, Koalisi Perubahan bersifat inklusif dengan semua partai, termasuk dengan Partai Gerindra.

"Peluang koalisi PKS dengan Gerindra tetap terbuka. Namun, posisi saat ini tentu berbeda dengan [Pemilu] 2014 dan 2019," kata Kholid, Senin (5/12/2022).

Kholid menuturkan, PKS sudah bersama Gerindra dan Prabowo Subianto dalam 10 tahun terakhir. Ia berharap Prabowo berkenan untuk secara bergantian mendukung PKS di Koalisi Perubahan.

"Untuk [Pemilu] 2024 saatnya bergantian. Giliran Gerindra yang kami ajak untuk ikut pilihan dari PKS nanti jika Koalisi Perubahan jadi dideklarasikan," kata Kholid.

Pertemuan Nasdem PKS Demokrat

Pertemuan Tim Kecil Nasdem, PKS dan Demokrat dalam membahas nama cawapres pendamping Anies Baswedan di Pemilu 2024 pada Selasa (25/10/2022).tirto.id/Irfan Al Amin

Sebagai catatan, PKS dan Gerindra memang sudah menjadi 'sahabat' dalam dua kali pemilihan presiden. Saat 2014, PKS mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa yang diusung oleh Gerindra bersama Golkar, PAN, PPP dan Partai Golkar. Kalah dari pemilu, Gerindra dan PKS getol mengritik pemerintahan Jokowi-JK selama 2014-2019.

Pada Pemilu 2019, Partai Gerindra mengusung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno bersama PAN dan PKS, tetapi kalah dari pasangan Jokowi-Maruf Amin. Namun, Gerindra dinilai tidak lagi bersama PKS lantaran partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu menerima pinangan kubu Jokowi-Maruf Amin untuk masuk ke pemerintahan. Prabowo lantas masuk sebagai Menteri Pertahanan yang diikuti Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).

Edhy lantas digantikan oleh Sandiaga Uno lantaran terjerat kasus korupsi. Sandiaga sendiri ditempatkan di kursi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sementara kursi Menteri KKP diserahkan kepada Wahyu Trenggono yang merupakan bendahara tim sukses Jokowi-Maruf.

Bagaimana Kans PKS-Gerindra Berkoalisi?

Analis politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Silvanus Alvin tidak memungkiri bahwa konstelasi politik saat ini masih cair. Ia beralasan partai-partai masih berhitung politik demi kemenangan di Pemilu 2024. Khusus untuk Gerindra-PKS, ia tidak memungkiri bahwa potensi mereka 'balikan' tetap ada meski kecil.

"Berkaitan dengan PKS dan Gerindra, semua skema masih bisa terwujud. Walaupun sekarang PKS bersama Nasdem belum tentu final, tapi bisa saja terbuka kemungkinan bersama Gerindra. Hanya saja PKS dan Gerindra agak sulit berkoalisi," kata Alvin, Senin (5/12/2022).

Pendapat Alvin bukan tanpa alasan. Pertama, posisi Gerindra saat ini sudah merapat dengan pemerintahan Jokowi. Jokowi sendiri sudah memberikan 'endorse' lewat sinyal politik yang positif dengan Prabowo. Sementara itu, PKS sudah mengambil posisi sebagai oposisi sehingga sulit membanting narasi.

Di sisi lain, PKS sudah yakin mendukung eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dianggap antitesis Jokowi. "Main factor [faktor utamanya]-nya dua hal itu," tegas Alvin.

Bagi Alvin, posisi PKS yang meninggalkan Nasdem juga akan memberi sinyal bahwa demokrasi saat ini menguntungkan bagi partai besar. Ia beralasan, partai besar berpotensi kuat mempertahankan suara sementara partai menengah sulit untuk mendongkrak suara.

Alvin juga menilai, kalkulasi politik lebih baik pada Gerindra dan Prabowo jika PKS merapat. Ia beralasan, angka elektabilitas Prabowo masih tinggi. PKS akan lebih baik bersama Gerindra meski bisa saja Nasdem menarik PKS dengan iming-iming kursi wakil presiden.

"Saya melihat di posisi saat ini Gerindra lebih punya gaung. Nasdem belum tampak ada gebrakan signifikan. Nasdem bisa mempertahankan koalisi bila mempersilakan PKS mengusulkan nama cawapres," ujar Alvin.

Menghitung Untung Rugi Gerindra-PKS Berkoalisi

Sementara itu, Dosen Komunikasi Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah juga tidak memungkiri PKS dan Gerindra kembali bersama dalam koalisi di Pemilu 2024. Namun, Dedi melihat PKS akan mau berkoalisi dengan Gerindra selama menguntungkan PKS. Ia mengingatkan bahwa PKS adalah partai yang unik lantaran suaranya tidak mengalami perubahan.

"PKS potensial kembali bersama Gerindra sepanjang memang menguntungkan bagi PKS, orientasi partai politik hanya kekuasaan, tidak terkecuali PKS. Secara khusus PKS ini unik, perolehan suaranya tidak bergantung pada koalisi manapun, PKS sejauh ini hanya mengandalkan pemilih tetapnya saja, sehingga terbuka untuk PKS kemanapun, termasuk ke Gerindra," kata Dedi kepada Tirto, Senin (5/12/2022).

Dedi hanya mengingatkan, Gerindra menerima PKS kembali maka memicu PKB meninggalkan Gerindra. Ia beralasan, PKB punya karakter pemilih yang dinamis dan lebih besar. Ia menilai, Gerindra berkoalisi dengan PKB akan lebih menguntungkan dalam meningkatkan suara daripada dengan PKS yang kurang dinamis.

"Artinya, Gerindra dari sisi hitungan politis jauh lebih baik dengan PKB dibanding PKS dan juga PKS bukan ancaman bagi Gerindra ketika tidak bersama," tutur Dedi.

"Tapi PKB bisa saja membalikkan keadaan di mana Gerindra potensial geming jika kehilangan PKB, kecuali mendapat gantinya PDIP karena PDIP jelas suaranya yang cukup besar," kata Dedi.

PARTAI GERINDRA DAN PKB DAFTAR SECARA BERSAMAAN KE KPU

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (kanan) usai melakukan Pendaftaran Partai Politik Calon Peserta Pemilu tahun 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Senin (8/8/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

Dedi menilai, pertemuan Gerindra-PKS tidak akan membawa perubahan dalam pemilu mendatang. Ia bahkan berani bilang kedua partai dianggap ikut pemilihan tanpa koalisi akibat sulitnya meleburkan pemilih PKS dan Gerindra.

Ia juga menilai, PKS tidak memiliki daya tawar atau kemampuan ruling the game karena tidak mempunyai kekuasaan untuk menarik siapapun. Dedi khawatir Gerindra bergabung dengan Nasdem memicu masalah karena Gerindra pasti ingin mendukung Prabowo sementara Nasdem belum tentu berkenan dengan kehadiran Gerindra karena faktor Anies.

Dari situasi dan kalkulasi yang dihitung, Dedi lebih menilai Gerindra lebih baik berhitung agar mereka tidak kehilangan mitra jika ingin menarik PKS. "Menarik PKS itu baik bagi Gerindra, sepanjang tidak kehilangan mitra lainnya. Semisal Gerindra berhasil yakinkan PDIP bergabung, lalu PDIP berkenan ada PKS, maka itu jauh lebih baik. Namun, jika hanya dengan PKS, ini perlu dihindari kecuali tidak ada pilihan lain," tutur Dedi.

Baca juga artikel terkait KOALISI GERINDRA-PKS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri