Menuju konten utama
Perayaan Natal 2018

Uskup Agung Jakarta: Intoleransi Masih Jadi Ancaman Bangsa

“Tidak banyak yang sampai membahayakan, atau sangat mencemaskan, tetapi gejala-gejala itu kalau tidak diatasi, tidak diperhatikan, tidak diolah, itu bisa berbahaya untuk NKRI,” tegas  Mgr. Ignatius Suharyo.

Uskup Agung Jakarta: Intoleransi Masih Jadi Ancaman Bangsa
Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo (kanan) memimpin misa Natal di Gereja Katedral, Jakarta, Selasa (25/12/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Masalah intoleransi mendapatkan perhatian khusus dari Keuskupan Agung Jakarta dalam perayaan Natal 2018 kali ini. Uskup Agung Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Mgr. Ignatius Suharyo, prihatin dengan intoleransi yang masih kerap terjadi dan menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia.

Dijelaskan oleh Suharyo, toleransi di Indonesia belum sepenuhnya dijalani oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, sebagian kecil di antaranya masih belum memiliki sifat toleransi, termasuk terhadap warga masyarakat yang berbeda keyakinan.

Suharyo tak sependapat dengan pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Agus Tjahjanto bahwa semua warga negara Indonesia bisa menjalankan ibadah dan keyakinannya masing-masing tanpa ada gangguan.

“Ini dikatakan beberapa kali oleh Pak Kapolri dan Panglima TNI [soal toleransi], nyatanya kan tidak seperti itu," ujar Suharyo di Gereja Katedral Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (25/12/2018).

Suharyo menilai, intoleransi di Indonesia memang belum sampai pada level membahayakan. Namun, semua pihak harus segera bertindak mengantisipasinya agar tak mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

“Tidak banyak yang sampai membahayakan, atau sangat mencemaskan, tetapi gejala-gejala itu kalau tidak diatasi, tidak diperhatikan, tidak diolah, itu bisa berbahaya untuk NKRI,” tegas Suharyo.

Suharyo meminta seluruh masyarakat untuk mengingat sejarah berdirinya negeri ini, di mana para leluhur berusaha memperjuangkan tumbuhnya kebersamaan bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan.

"Oleh karena itu, salah satu caranya adalah mengingat sejarah, maka ada istilah ingatan bersama. Suatu bangsa yang tidak memiliki ingatan bersama, itu dengan mudah bisa diacak-acak," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait HARI RAYA NATAL 2018 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Iswara N Raditya