Menuju konten utama

Usia Pubertas Semakin Dini, Bisakah Kita Mencegahnya?

Sudah saatnya belajar keluar dari sarang tabu yang melingkupi pendidikan seksualitas.

Usia Pubertas Semakin Dini, Bisakah Kita Mencegahnya?
Ilustrasi pendidikan seks untuk anak-anak. FOTO/Getty Images

tirto.id - Kylie Jenner berulang tahun 10 Agustus kemarin. Pesta kejutannya direkam di Snapchat dan diterbitkan pula oleh akun penggemarnya di Instagram. Ia sempat pula jadi trending topic di Amerika Serikat. Salah satu yang menarik perhatian adalah ukiran es batu berbentuk badan Kylie yang kemudian jadi perbincangan di internet. Sebelumnya, Kylie diisukan melakukan operasi implan payudara.

Sebetulnya tak ada yang mengherankan tentang operasi plastik jika datangnya dari klan Kadarshian-Jenner. Dalam urusan permak tubuh, keluarga mereka adalah trendsetter. Namun ada warganet yang menyayangkan tindakan itu dilakukan Kylie, sebab ia masih muda. Ia memang baru genap berumur 20 tahun.

Bagi yang tak kenal keluarga Kadarshian-Jenner dan tak mengikuti kisah hidup jetset mereka, mungkin tak akan menyangka Kylie masih berusia 20. Penampilannya selalu lengkap dengan riasan dan jauh dari kesan ‘anak-anak’. Belum lagi, ia kini dikenal sebagai salah satu pengusaha sukses.

Jenama kosmetik miliknya, dilaporkan majalah WWD, akan meraup keuntungan sampai $1 miliar hanya dalam lima tahun pertama. Dalam periode 18 bulan dibuka saja, angka keuntungan yang diperoleh Kylie sampai $420 juta. Kylie memang bukan remaja biasa.

Baca:

Kalaupun benar Kylie melakukan permak payudara, itu bukanlah operasi kosmetik pertamanya. Saat berusia 15 tahun, ia sudah mulai merombak bibirnya menjadi lebih bervolume. Ia memutuskan mengikuti jejak kakaknya, Kim Kadarshian, untuk membikin bibirnya lebih penuh dengan filler.

Ia sempat merahasiakan hal ini sampai umurnya 19 tahun. Ia takut penggemarnya dan ibu-ibu mereka mencap buruk dirinya. Pengaruh Kylie memang tidak main-main. Ia jadi idola banyak generasi Milenial dan Generasi Z. Pengikut Instagramnya salah satu yang terbanyak di dunia: totalnya lebih dari 96,5 juta.

Namun apa yang membuat seorang gadis 15 tahun ingin mengoperasi bibirnya? Bisa jadi, pubertas dini adalah penyebabnya.

Secara biologis, umumnya masa puber terjadi pada perempuan berusia 8 sampai 13 tahun, dan 9 hingga 14 tahun bagi bocah laki-laki. Pubertas dipicu sekresi hormon di otak yang akhirnya membuat tubuh manusia berubah secara fisik, psikis, dan fungsi seksual.

Pada perempuan: buah dada, bulu ketiak, dan bulu lainnya akan tumbuh, menstruasi datang, dan fungsi seksual untuk bisa membuahi aktif. Pada pria: suara pecah, pertumbuhan bulu melebat, dorongan seks meningkat. Peningkatan hormon ini juga sering kali memengaruhi psikis, yang berdampak pada tingkah laku: ingin berdandan, jadi pemberontak, dan sebagainya.

Namun, temuan-temuan terbaru berkata lain. Ada peningkatan jumlah remaja era ini yang mengalami pubertas dini. Studi di Australia pada 2015 menunjukkan 40 persen anak perempuan dan 21 persen anak laki-laki menunjukkan gejalanya. Profesor Timothy Olds dari School of Health Sciences di University of South Australia bilang, “Pada awal abad lalu, pubertas baru dimulai di usia 15 atau 16, sekarang kita melihatnya pada anak berusia 12 bahkan lebih muda.”

Pubertas yang terjadi lebih cepat sebelumnya dikenal dengan istilah pubertas prekoks. Pada beberapa contoh kasus, ia menyebabkan pertumbuhan anak perempuan lebih cepat datang, tapi juga cepat berhenti. Seorang gadis yang mengalami pubertas prekoks bisa jadi tinggi ketika masih remaja, tapi berakhir jadi lebih pendek dari orang dewasa umumnya.

Baca: Hati-hati Gejala Pubertas Dini

Faktor penyebab pubertas dini ini macam-macam. Mulai dari genetik, gizi, paparan pestisida pada makanan atau pemanis buatan dari makanan kemasan dan makanan cepat saji. Juga faktor lingkungan seperti tontonan sinetron yang berbau pacaran, erotisme, pornografi, film dewasa dalam bentuk kartun, game anak baik offline maupun online seperti GTA, VCD porno, komik bergambar porno dan hal lainnya yang dapat merangsang kematangan seksual pada anak.

Cara Mencegah Pubertas Dini

Benarkah pubertas dini ini sudah tak terbendung? Sampai kini, pertanyaan itu masih dalam penelusuran. Temuan-temuan terbaru memang menunjukkan peningkatan jumlah anak-anak yang mengalami pubertas dini.

“Kemungkinan, faktor terbesar penyebab tingginya [angka] pubertas dini adalah anak-anak perempuan hari ini punya indeks masa tubuh lebih tinggi daripada generasi ibu mereka,” kata Frank Biro, penulis buku tentang pubertas dini dan Direktur Rumah Sakit Anak Cincinnati.

Pada 1997, Marcia Herman-Giddens, profesor kesehatan ibu dan anak dari University of Carolina Utara, menemukan bahwa payudara anak perempuan ras Kaukasia tumbuh di usia 9 tahun, sedangkan anak perempuan Afrika tumbuh di usia 8. Para ahli mengaitkan hal ini dengan evolusi tubuh manusia yang dipengaruhi gaya hidup, pola makan, asupan gizi, dan perkembangan teknologi.

Lalu mengapa pubertas dini ini bisa jadi masalah? Dalam sebuah studi di Melbourne, ia rupanya punya kaitan erat dengan kemiskinan. Anak-anak dari keluarga miskin cenderung lebih cepat mengalami pubertas karena faktor lingkungan. Orangtua mereka tidak cukup berpendidikan untuk mengajarkan anaknya pendidikan seks dini.

infografik ajarkan anak anda tentang seks

Selain itu, pubertas dini yang tidak diimbangi dengan pendidikan seks tepat juga menyebabkan anak-anak lebih dekat dengan kekerasan seksual dan penyakit kelamin.

Di Indonesia, data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan 63 persen remaja melakukan hubungan seksual di tingkatan SMP dan SMA. Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya menunjukkan 47,54 persen di wilayah kota-kota besar.

Survei lain dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Cabang Samarinda di tahun yang sama menyebut 28 persen remaja ini melakukan aktivitas seksual di rumah saat kedua orangtuanya tak di rumah dan 14 persennya melakukan di sekolah saat jam istirahat atau ketika jam belajar-mengajar rampung.

Hanya ada dua cara menanggulangi pubertas dini.

Pertama, perawatan bernama analog GnRH alias gonadotropin-releasing hormone. Menurut Paul Kaplowitz, ahli endokrinologi dari Pusat Kesehatan Anak Nasional AS, perawatan ini bisa dilakukan untuk menghambat proses pubertas dini. Cara kerjanya, GnRH diimplan, diinjeksikan, atau disemprotkan lewat untuk menghambat hormon ang muncul dari kelenjar bawah otak, yang dapat mengaktifkan pubertas dini. “Pada anak perempuan, payudara [yang sudah muncul duluan] akan menyusut setelah 6 sampai 12 bulan perawatan,” kata Kaplowitz.

Berapa lama GnRH dilakukan? Sampai sang anak siap menghadapi pubertasnya, kira-kira di usia 10 sampai 11.

Cara kedua adalah pendidikan seks dini yang tepat. Anak mulai diajari dengan alat seksualnya, penyakit yang bisa bertransmisi lewat sana, dan dampak dari polah seksual yang sembarang.

Masih Diselimuti Tabu

Seks bebas yang tidak diiringi pengetahuan cukup tentang seksualitas justru jadi sumber tersebarnya penyakit menular seks (PMS). Tentu hal ini mengancam masa depan mereka, bahkan negara.

Pendidikan seks dini, mau tak mau, jadi solusi di era serba-digital ini. Di Belanda, pendidikan seks dini dimulai sejak anak umur 4. Sementara di Indonesia, menurut studi Jatmikowati (2015), anak umur 1 hingga 5 sudah bisa diajarkan pendidikan seks dasar. Misalnya, mulai dari pengenalan nama fungsi organ tubuhnya.

Baca: Menyiasati Pendidikan Seks Anak

Namun, di sejumlah negara, seks masih dibungkus kemasan tabu. Bahkan di negeri-negeri Barat. Amerika Serikat, misalnya. Pubertas dini yang punya dampak buruk disiasati dengan pembaruan pendidikan seks yang dimasukkan ke dalam regulasi. Sebagian orangtua masih berjuang dalam revolusi tersebut. Termasuk ihwal seksualitas LGBT.

Di Indonesia, adanya mitos dan keterbatasan pengetahuan orangtua tentang seksualitas membuat anak-anaknya lebih memanfaatkan media lain untuk mencari tahu. Internet jadi jalan termudah. Namun, pembelajaran seks dasar tanpa bimbingan orangtua juga bukanlah hal yang baik. Belum lagi validitas bacaan di internet yang tak sepenuhnya terverifikasi. Hal ini membuat orangtua, mau tak mau memang harus terlibat lebih.

Di sejumlah negara-negara Timur, tak hanya seks yang dianggap tabu. Pendidikan dasar tentangnya pun masih ditolak. Menteri Kesehatan India Harsh Vardhan dengan tegas menolak pendidikan seks dini karena dianggap tak sesuai dengan nilai-nilai India. Padahal, di orangtua dan pengampu kebijakan harus berpacu dengan laju internet dengan segala macam kontennya.

Baca juga:

Menyadarkan orangtua tentang pentingnya pendidikan seks dini memang masih jalan panjang. Apalagi konsep seksualitas masih dianggap ranah sensitif untuk dibahas. Padahal, kemajuan teknologi sudah menyebarkan dampaknya sangat jauh: mempercepat pubertas manusia.

Apakah seberat itu membimbing anak soal alat kelaminnya sendiri?

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani