Menuju konten utama

Uranus dan Neptunus Disebut Planet Kembar, Kenapa Warnanya Berbeda?

Meski disebut planet kembar, Uranus & Neptunus memiliki perbedaan warna. Neptunus berwarna biru tua, sedangkan Uranus pucat kehijauan. Apa alasannya?

Uranus dan Neptunus Disebut Planet Kembar, Kenapa Warnanya Berbeda?
Neptunus ini diambil oleh Voyager 2 kurang dari lima hari sebelum pendekatan terdekat planet ini pada 25 Agustus 1989. NASA / JPL-Caltech

tirto.id - Uranus dan Neptunus sering disebut sebagai planet kembar karena memiliki banyak kesamaan. Meskipun demikian, penampilan mereka sangat berbeda. Baru-baru ini, sebuah penelitian menjelaskan alasan Uranus dan Neptunus berbeda warna.

Uranus dan Neptunus adalah planet terluar tata surya. Sesuai julukannya sebagai planet kembar, keduanya memiliki massa, ukuran, dan komposisi atmosfer yang serupa.

Perbedaan Uranus dan Neptunus terletak pada warnanya. Meskipun keduanya terlihat berwarna biru, Neptunus berwarna biru tua, sedangkan Uranus pucat kehijauan.

Merujuk penjelasan NASA, keduanya mendapatkan warna birunya dari gas metana di atmosfer planet.

Warna merah dari cahaya matahari akan lebih banyak diserap oleh gas metana, membuat gelombang warna biru lebih banyak dipantulkan dan tersebar.

Fenomena tersebut disebut dengan rayleigh scattering, proses yang membuat langit di bumi tampak biru.

Akan tetapi, belum ditemukan penjelasan Uranus menghasilkan warna biru yang lebih pudar dari Neptunus.

Pasalnya, merujuk data laman Space, atmosfer Uranus mengandung lebih banyak gas metana, yakni 2,3% dari keseluruhan massa atmosfer, dibanding Neptunus yang hanya 1,9%.

Studi terbaru oleh peneliti dari Universitas Oxford menemukan penyebab Uranus tampil lebih pucat terletak pada lapisan aerosol di atmosfer. Uranus memiliki lapisan kabut, disebut Aerosol-2, yang lebih tebal dari Neptunus.

Dalam uraian “Hazy Blue Worlds: A Holistic Aerosol Model for Uranus and Neptune, Including Dark Spots” yang termuat dalam Journal of Geophysical Research: Planet (Vol. 127, No. 6, 2022), ketebalan Aerosol-2 di Uranus dua kali lipat ketebalan di Neptunus.

Lapisan kabut di Neptunus lebih tipis karena banyaknya salju yang turun di sana mampu menghilangkan lebih banyak kabut.

Lapisan kabut yang lebih tebal di Uranus memiliki efek “memutihkan” sehingga membuat warna birunya lebih pudar dari Neptunus di mata manusia.

Apabila ketebalan lapisan kabut kedua planet sama, akan menampilkan warna biru yang sama.

Para peneliti mengembangkan model atmosfer Uranus dan Neptunus dengan menggunakan hasil pengamatan dari Teleskop Gemini Utara yang berlokasi di Mauna Kea, Hawaii, NASA Infrared Telescope Facility (IRTF), dan Teleskop Hubble.

Mengutip Science Daily, awalnya, para peneliti mengembangkan model ini untuk memahami awan dan kabut di atmosfer ice Giant, julukan untuk Uranus dan Neptunus. Disebut demikian karena sebagian besar susunan kedua planet tersebut adalah dari es.

“Menemukan penjelasan perbedaan warna antara Uranus dan Neptunus adalah bonus yang tidak terduga,” ujar Mike Wong, salah satu anggota tim penelitian, kepada Science Daily.

Model ini juga membantu menjelaskan fenomena bintik hitam di Uranus dan Neptunus. Dilansir Science Alert, bintik hitam ini telah direkam oleh teleskop Hubble sejak 1993.

Meskipun peneliti telah menyadari adanya bintik hitam di atmosfer kedua planet, belum diketahui lapisan aerosol mana yang bertanggung jawab atas hal tersebut.

Model dari tim penelitian Irwin menemukan bahwa ketika lapisan terdalam aerosol menjadi lebih gelap, akan menghasilkan bintik hitam yang mirip dengan yang terlihat di Neptunus dan terkadang, Uranus.

Jarang sekali ada penelitian mengenai Uranus dan Neptunus. Pasalnya, keduanya hanya pernah dikunjungi sekali, dengan Voyager 2 milik NASA pada 1998.

Untuk sementara, peneliti harus bergantung pada data dari teleskop Hubble untuk mempelajari kedua planet.

Merujuk Space, beberapa peneliti menyarankan misi menjelajahi Uranus menjadi prioritas NASA. Idealnya, misi ini diluncurkan pada 2031 atau 2032 agar dapat mendarat di Uranus pada 2045.

Tim peneliti Irwin berharap untuk bisa mempelajari lebih jauh tentang perubahan atmosfer Uranus sebelum Southern Spring dimulai pada 2049.

Baca juga artikel terkait LUAR ANGKASA atau tulisan lainnya dari Putri Raissa Zaravina

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Putri Raissa Zaravina
Penulis: Putri Raissa Zaravina
Editor: Abdul Hadi