Menuju konten utama

Urai Kemacetan, Instran: Batasi Jumlah Kendaraan Pribadi

Institut Studi Transportasi mendorong pemerintah untuk membatasi penggunaan jumlah kendaraan pribadi dan meningkatkan kapasitas angkutan umum massal.

Urai Kemacetan, Instran: Batasi Jumlah Kendaraan Pribadi
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Daan Mogot, Jakarta, Senin (13/2/2023). ANTARA FOTO/Fauzan/nym.

tirto.id - Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang mendorong pemerintah untuk membatasi penggunaan jumlah kendaraan pribadi dan meningkatkan kapasitas angkutan umum massal. Menurutnya ini perlu dilakukan untuk membantu mengurai kemacetan di Jabodetabek.

"Saat ini jumlah kendaraan bermotor sangat over melebihi kapasitas jalan, dapat mencapai lebih 8.000 smp (satuan mobil perjam)," kata Deddy dalam pernyataannya kepada Tirto, Selasa (21/3/2023).

Dia mencontohkan, pemerintah DKI Jakarta kendati telah melakukan rekayasa ganjil genap, masih terjadi kemacetan, bahkan lebih parah dibandingkan sebelum pandemi COVID-19. Ini tidak lepas dari pertumbuhan kendaraan pribadi dimiliki masyarakat.

Deddy mengungkapkan ada beberapa hal yang membuat pertumbuhan kendaraan selalu meningkat. Salah satunya adalah kredit kepemilikan kendaraan yang sangat mudah.

Tak hanya itu, kebijakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri kendaraan juga memancing masyarakat untuk memiliki kendaraan. Misalnya subsidi terhadap mobil LCGC, pajak 0 persen PPnBM selama PPKM, Diskon Pajak (PKB) selama PPKM.

Faktor lainnya adalah tarif parkir murah, terlalu banyaknya ruang parkir, pajak kendaraan murah, satu keluarga bebas memiliki kendaraan banyak, menghindari pajak pertambahan nilai kendaraan dapat diakali dengan KTP orang lain dan adanya subsidi kendaraan listrik.

"Idealnya pemerintah membatasi penggunaan jumlah kendaraan pribadi dan meningkatkan kapasitas angkutan umum massal bukan malah sebaliknya," pungkasnya.

Menurut data dari World Bank (2019), nilai kerugian ekonomi yang diakibatkan kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta mencapai Rp 65 triliun per tahun. Kerugian itu diantaranya dihitung dari pemborosan energi yaitu BBM yang digunakan kendaran bermotor menjadi lebih banyak untuk jarak yang tetap.

Selain itu, berdasarkan kajian Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan bahwa kemacetan yang terjadi di daerah terpadat di Indonesia, Jabodetabek, mengakibatkan kerugian ekonomi senilai Rp71,4 triliun per tahun.

Dari kajian tersebut per hari terjadi pemborosan BBM sebanyak 2,2 juta liter di enam kota metropolitan yang menjadi acuan.

Menurut laporan yang disusun oleh TomTom Traffic Index 2022, kemacetan membuat warga Jakarta kehilangan waktu sekitar 3 hari.

Laporan ini juga memberikan sinyal bahwa Jakarta semakin macet pasca-penanganan pandemi. Hal ini terlihat dari rerata waktu tempuh jarak 10 kilometer (km) yang makin meningkat di tahun 2022.

Dilaporkan, rata-rata di Jakarta perlu waktu 19 menit untuk menempuh jarak 10 km. Saat macet paling parah terjadi, butuh 25 menit untuk menempuh jarak tersebut. Hari Jumat antara pukul 5-6 sore disebut sebagai waktu macet paling parah di Jakarta.

Baca juga artikel terkait MACET JAKARTA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat