Menuju konten utama

Upaya Yayasan Advokasi Rakyat Aceh Lepaskan Irwandi Yusuf dari KPK

Sejumlah dalil dikemukakan penasihat hukum YARA untuk bebaskan Irwandi. Meski, Irwandi tak setuju dengan praperadilan. 

Upaya Yayasan Advokasi Rakyat Aceh Lepaskan Irwandi Yusuf dari KPK
Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf (kiri) bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/7/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Yuni Eko Hariatna mengajukan praperadilan terkait penangkapan Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang pertama diselenggarakan di PN Jaksel, Senin (17/8/2018) pagi.

Yuni Eko juga merupakan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Nanggroe Aceh (PNA). PNA merupakan partai lokal yang sebelum tahun 2017 bernama Partai Nasional Aceh. Di partai itu, Irwandi Yusuf menjabat ketua umum.

Kuasa hukum Eko, Safaruddin menjelaskan alasan mereka mengajukan praperadilan. Terdapat beberapa poin keberatan yang jika disaripatikan intinya adalah: OTT tidak sesuai prosedur dan tak ada bukti yang kuat kalau Irwandi memang korupsi.

Poin keberatan pertama mengenai kronologi penangkapan. Menurut Safaruddin, Irwandi tidak ditangkap ketika bertransaksi dengan pihak lain seperti lazimnya sebuah operasi tangkap tangan, tapi dijemput di Pendopo Gubernur Aceh.

Pada poin keberatan kedua, Safaruddin menegaskan kembali kalau Irwandi tidak ditangkap tangan, baik jika menggunakan pengertian pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau definisi secara yuridis.

Definisi dari tertangkap tangan dalam KBBI adalah "tertangkap basah." Sedangkan secara yuridis, berdasarkan Pasal 1 butir 19 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera setelah beberapa saat tindak pidana dilakukan atau sesaat setelahnya ditemukan alat bukti keras padanya.

Dan Irwandi, katanya, tak termasuk dalam dua pengertian itu.

Poin ketiga yakni soal barang bukti berupa uang dan bukti transfer yang diperlihatkan KPK. Eko mengajukan keberatan karena tidak ada satu pun yang diperoleh dari Irwandi, melainkan dari swasta. Pun, barang bukti yang bentuknya print out ini tidak dikirim ke Irwandi, tapi ke pihak lain.

Pihak lain itu disinyalir menggunakannya untuk kegiatan promosi pembangunan Aceh, dalam hal ini Aceh Marathon.

"Tidak ada satu pun bukti transfer yang dialirkan ke Irwandi," kata Safaruddin di PN Jakarta Selatan, Senin (17/9/2018).

Poin berikutnya adalah soal dasar hukum OTT. Eko mengutip pernyataan guru besar hukum pidana Romli Atmasasmita di Koran Sindo, Selasa, 3 Oktober 2017, yang intinya menyebut OTT tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Terakhir, Eko menganggap KPK tidak bisa membuktikan keterlibatan Irwandi hingga sekarang. Oleh sebab itu ia meminta Irwandi dibebaskan dan kembali menjalankan roda kepemimpinan Aceh seperti biasanya.

Irwandi Keberatan

Permohonan praperadilan ini, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, bukan inisiatif dari Irwandi. Menurutnya Irwandi belum ada niat mengajukan praperadilan, bahkan ia keberatan jika ada yang mengajukan praperadilan.

"Permohonan praperadilan tersebut atau pun jika ada praperadilan lain yang mengatas namakan Irwandi Yusuf, bukan merupakan inisiatifnya. Dan Irwandi Yusuf sangat keberatan atas upaya hukum tersebut," kata Febri, Selasa, 4 September 2018.

Hal ini juga diakui oleh Safaruddin. Meski begitu, ia mengklaim tetap melakukan ini karena ada yang menganggap penangkapan Irwandi memang tidak sah. Ia juga menyebut ada masyarakat Aceh yang ingin pemimpinnya bebas dari jerat hukum.

"Apalagi pendukung Pak Irwandi cukup banyak," kata Safaruddin.

Eko berpatokan pada Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Di sana disebut pihak ketiga—termasuk LSM—boleh mengajukan permohonan.

"Secara hukum argumentasinya sudah kami ajukan ke majelis hakim. Kuat tidaknya hanya hakim yang akan menilai. Kami tetap berupaya untuk meyakinkan hakim dengan argumentasi yang kami ajukan," tegas Safaruddin.

Infografik HL Indepth Aceh

Irwandi Yusuf ditetapkan sebagai tersangka korupsi suap terkait pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun Anggaran 2018. Uang Rp 500 juta yang disita KPK diduga diberikan Bupati Bener Meriah Ahmadi untuk Irwandi Yusuf sebagai bagian dari commitment fee dengan total Rp1,5 miliar.

Uang suap itu diminta Irwandi untuk fee ijon proyek-proyek pembangunan

infrastruktur yang bersumber dari dana otonomi khusus Aceh Tahun Anggaran 2018.

Selain Irwandi, KPK juga menetapkan tersangka Bupati Bener Meriah Ahmadi yang diduga mengumpulkan uang dari beberapa pengusaha di Provinsi Aceh yang kemudian diberikan kepada Irwandi Yusuf.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI DANA OTSUS atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino