Menuju konten utama
Round Up

Upaya Pembungkaman di Balik BEM UI Sebut Jokowi King of Lip Service

Unggahan soal Jokowi “King of Lip Service” alias Raja Pembual berujung pemanggilan BEM UI oleh rektorat. Bagaimana duduk perkaranya?

Upaya Pembungkaman di Balik BEM UI Sebut Jokowi King of Lip Service
Header Membicarakan Jokowi. tirto.id/Lugas

tirto.id - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) memberi stempel “King of Lip Service” alias Raja Pembual untuk Presiden Joko Widodo. Hal itu menyusul banyaknya pernyataan dan janji Presiden Jokowi yang hanya menjadi pemanis bibir dan akhirnya tidak ditunaikan.

“Kami lihat banyak sekali pernyataan Presiden Jokowi yang sebagai presiden, namun pada kenyataannya realitas di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan-pernyataannya,” kata Ketua BEM UI Leon Alvinda kepada reporter Tirto pada Senin (28/6/2021).

Karena itu, kata Leon “Kami ingin mengingatkan dan memunculkan diskursus di publik bahwa seorang presiden itu tidak boleh hanya lip service, seorang presiden itu perkataannya harus bisa dipegang dan dilaksanakan.”

Unggahan di media sosial itu disusun oleh Brigade UI yakni organisasi taktis di bawah Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI. Basisnya adalah hasil kajian BEM UI terhadap isu-isu terkini, seperti isu pelemahan KPK, isu RUU Cipta Kerja, isu UU ITE sehingga Brigade UI hanya tinggal merangkum dan mendesain posternya.

Dalam unggahannya, BEM UI menyoroti Jokowi yang pernah mengatakan kangen didemo karena menurutnya pemerintah harus dikontrol. Kenyataannya berbagai demonstrasi terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi justru berakhir menjadi parade pembunuhan, kekerasan oleh aparat, dan penangkapan sewenang-wenang.

Jokowi juga pernah berjanji akan merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) agar tak ada lagi warga yang jadi korban kriminalisasi pasal karet. Namun nyatanya, pemerintah justru mengusulkan muncul satu pasal baru yang dinilai karet, yakni Pasal 45C. Pasal itu akan mengadopsi pengaturan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tentang penyebaran berita bohong.

Pasal 14 memidana orang yang dengan sengaja menyebarluaskan informasi atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat, sementara Pasal 15 mengatur pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi pemberitahuan yang tidak pasti atau yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia patut menyangka bahwa hal itu dapat menimbulkan keonaran di masyarakat.

“Bukannya memberikan jaminan kebebasan berdemokrasi rencana revisi tersebut kian merepresi kebebasan berekspresi dengan ditambahkannya sederet pasal karet,” demikian tertulis dalam poster.

Presiden Jokowi juga pernah mengumbar janji akan memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nyatanya, pemerintah justru membuat revisi UU KPK yang menarik komisi antirasuah ke bawah kekuasaan eksekutif dan menambahkan dewan pengawas KPK yang memperpanjang proses kerja penyidikan. Revisi UU KPK juga menarik pegawai KPK menjadi ASN yang berujung pada pemecatan 51 pegawai melalui tes wawasan kebangsaan.

Selain itu, Presiden Jokowi juga pernah mendorong warga yang tidak setuju dengan RUU Cipta Kerja untuk mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, saat gugatan telah dimasukkan, Jokowi kembali mengeluarkan pernyataan meminta MK menolak gugatan-gugatan tersebut.

“Setop membual, rakyat sudah mual,” menjadi kalimat terakhir poster kritik terhadap Jokowi tersebut.

Berujung Pemanggilan

Unggahan BEM UI tersebut lantas ramai dibicarakan di media sosial dan menarik perhatian Juru Bicara Presiden Fadjroel Rohman. Melalui akun Twitternya, Fadjroel menyatakan "Segala aktivitas kemahasiswaan di Universitas Indonesia termasuk BEM UI menjadi tanggungjawab Pimpinan Universitas Indonesia.”

Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral menyebut kritik dari BEM UI adalah ekspresi mahasiswa. Meski begitu, ia meminta para mahasiswa berbicara dengan basis data. "Saya harus tegaskan pemerintah tidak anti-kritik, asal kritik bisa dipertanggungjawabkan pasti akan direspons," ujar Donny.

Namun twit itu rupanya membangkitkan telinga pihak rektorat UI. Direktur Kemahasiswaan UI Tito Latif Indra langsung melayangkan surat bernomor 915/UN2.RI.KMHS/PDP.00.04.00/2021 dengan sifat penting dan segera. Melalui surat itu, Tito memanggil jajaran BEM UI dan Dewan Perwakilan Mahasiswa UI (DPM UI) untuk dimintai keterangan terkait unggahan tersebut pada Minggu (27/6/2021) pukul 15.00 WIB.

“Pihak UI juga menyampaikan salah satu alasan kenapa UI akhirnya memanggil kami adalah karena cuitannya Fadjroel Rahman, Jubir Presiden yang menyatakan BEM UI adalah tanggung jawab pimpinan Universitas Indonesia,” kata Leon.

Pihak-pihak yang dipanggil rektorat, antara lain: Ketua BEM Leon Alvinda Putra, Wakil Ketua BEM Yogie Sani, Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI Ginanjar Ariyasuta Eka Nugraha, Kepala Kantor Komunikasi dan Informasi BEM UI Oktivani Budi Nur Fajri, Ketua Departemen Kajian Strategis BEM UI Christoper Christian, Ketua dan Wakil Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Syahrul Badri dan Achmad Fathan Mubina, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UI Yosia Setiadi Panjaitan dan wakil-wakilnya yakni Mufazza Raffiky dan Abdurrosyid.

Leon sempat meminta penundaan karena undangan yang mendadak, tapi permintaan itu ditolak. Akhirnya pertemuan itu tetap berlangsung meskipun terlambat.

Dalam pertemuan itu, pihak rektorat menanyakan alasan BEM UI mengunggah propaganda tersebut, termasuk alasan penggunaan foto Jokowi. Leon menjelaskan unggahan itu dibuat berdasarkan hasil kajian.

Pihak rektorat lantas meminta unggahan itu dihapus, tapi permintaan itu ditolak. Pertama, Leon merasa memiliki dasar memberi stempel "King of Lip Service" kepada Jokowi. Kedua, menghapus unggahan itu akan merusak komitmen dan integritas mereka.

“Jadi kami tidak akan menurunkan unggahan tersebut. Ini berkaitan dengan integritas dan komitmen kami dalam mengawal isu-isu yang kami bawa," kata dia.

Mendapat penolakan itu, pihak rektorat menegaskan BEM UI berada dan di bawah tanggung jawab rektorat sehingga masalah ini akan diselesaikan sesuai tata kelola universitas. Leon menganggap pernyataan itu adalah sinyal akan ada sanksi baginya dan kawan-kawannya.

Upaya Pembungkaman

Pemanggilan itu menuai reaksi keras dari publik, salah satunya Solidaritas Pembungkaman Ruang-ruang Demokrasi Kampus UI yang terdiri atas berbagai organisasi, seperti Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Fraksi Rakyat Indonesia, YLBHI, dan BEM Fakultas Hukum Universitas Andalas, BEM Universitas Yarsi, BEM Sekolah Tinggi Hukum Jentera, dan BEM tingkat fakultas di UI.

Solidaritas menyebut, unggahan BEM UI adalah kritik terhadap Presiden Joko Widodo. Ketika kritik justru direspons dengan pemanggilan, Solidaritas menilai UI telah menjadi pemberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi.

“Dengan adanya surat pemanggilan oleh birokrat UI mengindikasikan bahwa actor pemberangusan kebebasan berpendapat tidak hanya datang dari negara, tapi juga datang dari kampus,” demikian tertulis dalam siaran pers dari Solidaritas.

Hal senada diungkapkan Farkhan Evendi, ketua umum Bintang Muda Indonesia (BMI), sayap Partai Demokrat yang selama ini berada di luar pemerintahan. Ia meminta agar rektorat UI tidak bersikap over terhadap BEM UI.

“Kami khawatir sikap over penguasa dan rektorat UI bakal menjadi kebiasaan yang melahirkan tradisi atau budaya buruk. Oleh sebab itu, untuk menghentikannya perlu gerakan bersama dan lebih besar lagi untuk membela BEM UI,” kata Farkhan dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (28/6/2021).

Farkhan mengatakan, BMI sejak awal sudah menduga upaya pemberangusan terhadap BEM UI bakal menuai perlawanan dari berbagai elemen yang mendukung perubahan. “Jangan sampai kemudian kritik BEM UI lalu dimainkan atau dipolitisasi dengan mengatakan BEM UI di cap radikal dan sebagainya,” kata dia.

Ancaman Peretasan

Dampak yang muncul akibat menyenggol Jokowi tak berhenti di pemanggilan oleh rektorat. Pada Senin, pukul 00.56 WIB dini hari, Kepala Biro Humas BEM UI Tiara Shafina tidak bisa mengakses WhatsApp-nya. Terdapat pesan akun WhatsApp milik Tiara telah keluar dari ponselnya. Akun itu masih belum bisa dipulihkan.

Serangan digital serupa dialami Wakil Ketua BEM UI Yogie Sani pada Senin (28/6/) pukul 07.11 WIB. Muncul notifikasi akun WhatsApp Yogie telah dikuasai gawai lainnya. Beruntung, beberapa saat kemudian akun milik Yogie bisa dipulihkan.

Sementara itu, Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI Naifah Uzlah mendapati upaya dari pihak tidak dikenal untuk masuk ke akun Telegramnya. Akun Instagram milik Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Syahrul Badri pun mengalami pembatasan setelah mengunggah instastory terkait pemanggilan oleh rektorat UI.

Pada Senin siang (28/6), Leon pun menemukan adanya upaya pengambilalihan akun WhatsApp miliknya. Namun, kini akun itu sudah pulih kembali. “Kami mengecam keras segala bentuk serangan digital yang dilakukan kepada beberapa pengurus BEM UI 2021," kata Leon.

Serangan digital terhadap aktivis di Indonesia bukanlah hal baru. Terakhir, di tengah polemik mengenai pemecatan pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan, terjadi peretasan terhadap sejumlah pegiat antikorupsi antara lain Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, dan seorang aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Peneliti Kebijakan Publik Ravio Patra pun pernah mengalami pembobolan WhatsApp oleh orang tak dikenal. Melalui akun WhatsApp Ravio yang telah diambil alih, tersebar ujaran untuk melakukan kerusuhan tanggal 30 April 2020. Akibatnya, pada tengah malam, Ravio diculik oleh orang-orang tak dikenal yang belakangan diketahui adalah polisi.

Baca juga artikel terkait BEM UI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz