Menuju konten utama

Upacara Pemakaman Unik di Indonesia: Ngaben, Saur Matua, Rambu Solo

Beberapa ritual pemakaman unik yang ada di Indonesia

Upacara Pemakaman Unik di Indonesia: Ngaben, Saur Matua, Rambu Solo
Turis mengabadikan prosesi pembakaran peti berbentuk lembu yang berisi jenazah tokoh Puri Ageng Blahbatuh, Ida I Gusti Ngurah Djelantik XXIV di Gianyar, Bali, Selasa (18/12/2018). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

tirto.id - Pemakaman masyakarat modern memang jauh lebih sederhana, apalagi jika dibandingkan dengan ritual penguburan jenazah tradisional.

Pemakaman bagi banyak orang, khususnya masyarakat modern, kurang lebih akan berlangsung sama. Jenazah akan dimandikan lalu dirias atau dikafani. Selanjutnya jenazah akan dibawa ke rumah duka untuk disemayamkan, sementara para pelayat berdatangan dengan menggunakan pakaian serba hitam yang melambangkan duka cita.

Lalu mulai berdatangan karangan bunga, sembari doa ataupun nyanyian dari para pelayat. Setelah liang lahat siap dan seluruh keluarga telah berkumpul, jenazah dibawa ke pemakaman bersama dengan keluarga dan kerabatnya untuk dimakamkan.

Di beberapa kepercayaan, tradisi berduka akan berlangsung sedikit lebih lama dalam bentuk peringatan kematian, yakni mengundang banyak orang dan keluarga untuk bersama-sama mengirimkan doa untuk keluarganya yang meninggal.

Hal ini tentu berbeda dengan ritual pemakaman tradisional dalam kepercayaan tertentu. Di Indonesia sendiri ada beberapa ritual pemakaman unik yang memiliki banyak prosesi. Berbeda dengan pemakaman biasa, ritual pemakaman-pemakaman ini biasanya akan berlangsung selama berhari-hari karena banyaknya ritual yang harus dikerjakan.

Berikut ini adalah beberapa ritual pemakaman unik yang ada di Indonesia.

Saur Matua, Batak

Masyarakat Batak Toba memiliki tradisi yang tidak biasa dalam melakukan acara pemakaman yakni upacara Saur Matua. Meskipun sudah banyak masyarakat Batak yang menganut agama Kristen, upacara ini masih tetap dilaksanakan oleh sebagian orang.

Dikutip Upacara Kematian Saur Matua Batak Toba: Analisis Tradisi Lisan, yang ditulis oleh Hasugian, dalam upacara Saur Matua orang yang meninggal akan mendapatkan perlakuan khusus sesuai dengan usia dan status orang yang meninggal.

Saur Matua sendiri dilakukan pada orang meninggal yang seluruh anak-anaknya sudah menikah bahkan memiliki cucu maupun cicit.

Makna dari upacara ini adalah ‘kematian ideal’ yang mana orang yang meninggal sudah tidak memiliki tanggungan apa-apa lagi karena seluruh anaknya sudah berkeluarga. Upacara ini juga merupakan bentuk rasa sayang dan hormat dari anak-anak kepada orang tuanya.

Dalam upacara ini, keluarga dari orang yang meninggal sebisa mungkin harus berkumpul untuk menentukan tanggal upacara pemakaman diadakan.

Upacara Saur Matua dilaksanakan pada siang hari, umumnya di tempat terbuka seperti halaman rumah duka. Peti mati akan diletakkan di tengah-tengah keluarga dengan diselimuti kain ulos. Lalu dimulailah jamuan makan siang yang diberikan kepada para pelayat.

Setelah jamuan makan, keluarga akan melakukan pembagian jambar (yakni hak bagian dari milik bersama). Jambar berupa kurban kerbau atau sapi, yang mana bagian-bagiannya akan dibagi berdasarkan status peran dalam upacara tersebut.

Bagian-bagian tubuh kurban akan dibagikan dalam keadaan mentah. Selanjutnya seluruh pihak akan memberikan kata-kata hiburan pada keluarga yang sedang berduka dan dilanjutkan dengan tari tor-tor diiringi dengan orkes musik tradisional.

Ngaben, Bali

Ngaben merupakan salah satu upacara pemakaman tradisional yang terkenal di Indonesia. Upacara ini biasanya diadakan oleh masyarakat Hindu di Bali dan di kota lain di Indonesia.

Mengadakan Ngaben, seperti upacara tradisional lainnya, membutuhkan biaya yang besar sehingga kadang keluarga membutuhkan waktu yang lama untuk mengadakan upacara ini. Namun, saat ini pemerintah telah memberikan solusi ngaben massal yang dianggap bisa mengurangi biaya perhelatannya.

Ngaben dilakukan untuk menyempurnakan kematian. Menurut Achmad Firdaus Saudi dalam jurnalnya yang berjudul Makna Upacara Ngaben bagi Masyarakat Hindu di Surabaya (2018), dalam kepercayaan Hindu, Ngaben adalah proses untuk mempercepat pengembalian unsur-unsur Panca Maha Bhuta ke asalnya.

Ketika orang meninggal, maka jiwa (atma) dan pikiran manusia (suksma sarira) akan meninggalkan badan. Namun, suksma sarira akan sulit meninggalkan tubuh manusia yang sudah tidak berfungsi dan itu merupakan penderitaan terhadap atma.

Dalam upacara Ngaben di Bali, jenazah akan diberikan menara pengusung jenazah yang tinggi dan megahnya sesuai dengan status sosialnya. Lalu jenazah akan diiring ke tempat pemakaman untuk dibakar agara atma, sehingga suksma sarira-nya dapat terbebas.

Rambu Solo, Toraja

Upacara Rambu Solo merupakan upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Toraja. Upacara Rambu Solo sangatlah rumit dan memakan biaya hingga ratusan juta, sehingga jenazah baru bisa dimakamkan beberapa bulan setelah kematiannya karena keluarga perlu mengumpulkan uang untuk ritual pemakamannya.

Selama belum dimakamkan, jenazah akan diperlakukan seperti orang sakit yang lemah dan tak bisa melakukan apa-apa. Mirip seperti Ngaben, upacara ini bermakna untuk menyempurnakan kematian seseorang.

Dikutip dari laman Kemendikbud upacara ini merupakan ‘pintu gerbang’ bagi jenazah untuk memasuki alam yang baru. Ritual upacara ini akan diadakan di sebelah barat tongkonan (rumah adat Toraja) pada saat matahari mulai terbenam sebagai simbol rasa duka.

Upacara ini mengharuskan pihak keluarga mengurbankan hewan ternak seperti kerbau dan babi. Semakin banyak hewan yang dikurbankan, semakin tinggi derajat roh di puya atau alam baka.

Maka dari itu banyak keluarga, khususnya anak orang yang meninggal, berkurban sebanyak-banyaknya sebagai wujud rasa cinta mereka kepada orang tuanya yang meninggal.

Jenazah lalu akan dimakamkan di sebuah tebing batu bersama dengan harta bendanya. Semakin tinggi jenazah diletakkan, semakin cepat pulah rohnya sampai ke puya.

Baca juga artikel terkait UPACARA ADAT atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yulaika Ramadhani

Artikel Terkait