Menuju konten utama

Untung Rugi Pelepasan Hutan untuk Pengembangan Pariwisata Prioritas

WALHI menilai pelepasan kawasan hutan akan mengganggu mata pencaharian hingga kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan.

Untung Rugi Pelepasan Hutan untuk Pengembangan Pariwisata Prioritas
Hutan Sekitar Candi Borobudur Magelang, Jawa Tengah. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Pemerintah memastikan pengembangan empat kawasan pariwisata “super prioritas” untuk mengejar target 10 Bali baru akan mencaplok kawasan hutan. Empat kawasan itu terdiri dari Borobudur (Jawa Tengah), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), dan Danau Toba (Sumatra Utara).

Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mengatakan akan ada kawasan hutan yang dilepas untuk perluasan kawasan super prioritas tersebut. Meski begitu, ia mengatakan pemerintah menyediakan lahan pengganti bagi hutan yang hilang.

“Sebagian besar lahan (hutan) di Indonesia dimiliki KLHK, berarti harus ada swap atau penggantian,” kata Triawan kepada wartawan di kantor Kemenko Bidang Kemaritiman pada Rabu (10/7/2019).

Triawan menyebut lahan bekas hutan itu akan digunakan sebagai objek wisata hingga penginapan.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Hardiwinarto memastikan pelepasan kawasan hutan ini tidak akan berdampak buruk bagi lingkungan.

Sigit menjelaskan, sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan [PDF], luas hutan yang hilang nantinya harus ditukar dengan besaran yang sama.

“Kalau dikeluarkan 1 hektare, maka gantinya 1 hektare juga. Jadi kawasan hutan tidak berkurang,” kata Sigit kepada reporter Tirto saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (11/7/2019).

Menurut Sigit, kebijakan pelepasan kawasan hutan merupakan hal lumrah. Ia mencontohkan pada sektor lain, kebijakan tersebut sudah diterapkan untuk lahan pertanian hingga sawit.

“Jadi hutan dilepas enggak cuma untuk pariwisata saja,” kata Sigit menambahkan.

Sigit juga memastikan akan ada pengawasan dalam proses pelepasan kawasan hutan. KLHK akan memastikan lahan yang diberikan sebagai gantinya bebas masalah.

“Pasti harus clear dulu. Kalau enggak, kami enggak akan kasih tukar-menukar,” ucap Sigit.

Rugikan Lingkungan dan Masyarakat

Namun, Kepala Departemen Advokasi Walhi, Zenzi Suhadi menolak ide melepas kawasan hutan untuk empat kawasan strategis tersebut. Ia mengatakan proyek seperti itu sejak awal tidak didesain untuk memperhatikan lingkungan.

Pelepasan kawasan hutan, kata Zenzi, pasti merugikan masyarakat sekitar. Mulai dari persoalan air, mengganggu mata pencaharian hingga kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan.

Lebih buruk lagi, lanjut Zenzi, hal itu membuka peluang lebih besar untuk terjadinya bencana, seperti banjir dan longsor.

“Kami meminta penghentian proses pelepasan kawasan hutan atau perubahan fungsi kawasan hutan untuk proyek strategis nasional apa pun,” ucap Zenzi saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (11/7/2019).

Zenzi mengatakan masuknya pelepasan hutan sebagai proyek strategis nasional menjadi masalah mendasar. Sepengetahuannya, status itu menjadikan proyek diurus serba cepat, bahkan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) tidak diperhatikan.

“Apakah proyek itu akan meningkatkan risiko bencana atau apakah proyek itu di wilayah berisiko bencana. Dalam proses Amdal itu, kan, belum lihat aspek dan risiko bencana. Ini kelemahan proyek ini,” ucap Zenzi.

Selain itu, ada kekhawatiran proyek-proyek ini justru mendorong kejahatan hutan seperti illegal logging. Zenzi mengatakan dampak domino ini mungkin akan diabaikan pemerintah karena mengejar serba cepat.

“Dampak domino itu enggak akan terbaca dalam proses izin lingkungan. Misal akan buka pintu illegal logging itu enggak dikaji,” ucap Zenzi.

Peneliti pariwisata dan Dosen Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Muhammad Baiquni mengatakan pengembangan kawasan wisata seperti itu memang memiliki manfaat perekonomian, misalnya mendatangkan devisa bagi negara.

Namun, Baiquni mengatakan nasib masyarakat di sekitar lokasi wisata tetap harus diperhatikan.

Baiquni juga meminta pemerintah terbuka soal proyek ini, mulai dari mekanisme kerja sama hingga profil swasta yang akan mengerjakan lahan tersebut. Menurutnya, hal-hal seperti itu perlu diperhatikan untuk menghindari penyimpangan.

“Memang itu diperlukan proses panjang. Harus jelas kapan kembalinya (lahan) dan manfaatnya apa untuk masyarakat," ucap Baiquni saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (11/7/2019).

Baca juga artikel terkait PARIWISATA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan