Menuju konten utama

Untung Rugi Menjadi Sopir Taksi Online

Banyak yang kepincut menjadi mitra taksi online karena iming-iming pendapatannya besar. Buat mencapainya, mereka bertarung di jalanan Jakarta.

Untung Rugi Menjadi Sopir Taksi Online
Aplikasi transportasi berbasisi aplikasi online Grab. Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Paling tidak, kata Budi, saban hari ia harus bekerja hampir 12 jam buat mencari penumpang. Keluar dari rumah pukul 10 pagi dan kembali ke rumah menjelang dini hari. Ini kegiatan baru baginya setelah meninggalkan pekerjaan sebagai karyawan perusahaan swasta di Bekasi.

Budi bilang ia kepincut pendapatan besar dari cerita menjadi sopir taksi online. “Saya baru satu bulan ini bergabung,” ujarnya. “Hanya pakai satu aplikasi saja, cuma Uber.”

Budi tengah mengaso di depan sebuah minimarket di Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Jari-jarinya sibuk membuka ponsel, sesekali mengecek aplikasi untuk kembali mencari penumpang. Membawa mobil mengelilingi Jakarta bahkan sampai Bogor. Bila ingin istirahat, ia kadang memarkirkan mobil di tepi jalan, tidur sejenak dan lantas kembali mencari penumpang.

Bagi Budi, cerita mengenai pendapatan sopir taksi online memang menggiurkan. Namun, pada kenyataannya, ia kewalahan mendapatkan penumpang. Apalagi di tengah jalanan Jakarta yang selalu macet. Paling banter, katanya, sehari hanya mendapatkan delapan aplikasi atau penumpang. “Per hari sekitar Rp400 ribu,” ujarnya. Pendapatan itu pun masih harus dipotong untuk bensin dan makan. “Makan dan bensin Rp150 ribu.”

Budi memilih menjadi mitra Uber, perusahaan rintisan dan jaringan transportasi berpusat di San Francisco, Amerika Serikat, yang beroperasi di 570 kota di seluruh dunia. Di Indonesia, Uber terdapat di Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, Malang, dan Yogyakarta. Budi memakai mobil sendiri yang ia beli dengan kredit. Buat menutupi angsuran Rp4 juta per bulan, ia setidaknya harus menyisihkan uang dari pendapatannya sehari Rp200 ribu dari usahanya mencari penumpang selama 12 jam.

“DP mobilnya Rp15 juta,” katanya. "Kalau ditotal, pendapatan per bulan Rp10 juta.”

Jumlah pendapatan itu tak menentu, tapi per hari—dengan mengambil libur sehari—setidaknya ia membawa penghasilan kotor Rp350 ribu - Rp450 ribu.

Iming-iming pendapatan besar sebagai sopir taksi online memang belakangan jadi tren saat jasa taksi berbasis aplikasi masuk ke Indonesia pada 2015. Sejak itu, banyak yang menjajal cari peruntungan dengan bergabung sebagai mitra taksi online. Bisnis sewa mobil didaftarkan menjadi taksi Uber marak pula di Jakarta. Tak sedikit karyawan yang menyambi sebagai sopir taksi online buat menambah pendapatan.

Seorang sopir yang menyewa mobil milik rental, bernama Syahroni, harus membayar sewa mobil Toyota Avanza sebesar Rp1,2 juta. Uang sewa itu termasuk perawatan. Sementara buat menyiasati pendapatan, lelaki asal Bogor ini memakai tiga aplikasi taksi online.

Pada pagi hari Syahroni menyalakan aplikasi taksi Uber, siangnya GrabCar atau Go-Car. “Grab dan Go-Car hanya selingan, kalau jam-jam sibuk tetap pakai Uber,” katanya.

Tiap hari ia mendapatkan Rp500-Rp600 ribu dengan jam kerja sekitar 16 jam. Pendapatan itu harus dipotong buat bensin selama sehari plus uang makan, sekitar Rp200 ribu. “Sekitar Rp350 ribu tersisa,” tuturnya.

Bagi Syahroni, memakai mobil rental ialah siasatnya supaya ia tak terbebani dengan tagihan membayar angsuran bulanan jika harus kredit mobil. Bahkan ia juga tak memikirkan biaya pajak tahunan, termasuk asuransi mobil. Mobil rental ini, katanya, akan dikembalikan di hari Sabtu saat ia mengaso seharian.

Infografik HL Transportasi Online

Iming-iming mendulang pendapatan besar dengan bergabung sebagai mitra penyedia jasa aplikasi taksi online tak melulu menguntungkan. Seringkali sopir justru terjerat pada skema yang sudah kadung ia jalani.

Misalnya Benny, sopir taksi online asal Jakarta Timur. Kepincut bergabung di dua aplikasi penyedia jasa taksi online, ia kini seakan terjebak. Benny semula pekerja swasta, tetapi ia memutuskan cabut dari pekerjaan lamanya itu dan mengambil mobil untuk didaftarkan di jasa taksi online.

Saban bulan ia menerima pendapatan bersih sekitar Rp6 juta, tetapi ia juga harus bayar cicilan Rp4,2 juta. “Bersih setiap hari bawa pulang uang Rp200 ribu,” katanya via telepon.

Bagaimana merinci pendapatan yang harus menutupi pula cicilan, kebutuhan bensin, perawatan mobil termasuk uang bulanan untuk kehidupan sehari-hari?

Tirto melakukan perhitungan dengan skema si sopir memakai mobil dari cara ia mengkredit dan tidak mengandalkan insentif atau bonus sebagai sopir taksi online termasuk mengurangi nilai susut kendaraan per tahun. Misalnya, untuk mobil Xenia keluaran 2016, dengan cicilan Rp4,2 juta, paling tidak si sopir harus menyisihkan pendapatan Rp150 ribu/hari dengan asumsi tanpa libur sehari pun. Pendapatannya harus dibagi pula dengan biaya perawatan Rp1 juta (yang biasanya per tiga bulan), termasuk asuransi mobil sekitar Rp5 juta/ tahun.

Artinya, selain harus menyisihkan Rp150 ribu/hari, ia harus menyimpan Rp10 ribu/ hari buat biaya perawatan mobil dan Rp14 ribu/hari buat membayar asuransi. Jadi, paling tidak uang untuk biaya cicilan mobil, perawatan berkala dan asuransi, si sopir ini harus menyisihkan Rp174 ribu/hari.

Itu ditambah biaya bensin per hari. Dari wawancara para sopir taksi online, tiap hari mereka biasa menghabiskan uang bensin sekitar Rp150-Rp200 ribu. Jika dikalkulasi semuanya, para sopir harus mendapatkan Rp324 ribu/hari buat menutupi biaya-biaya tersebut.

Baru sisanya para sopir bisa mencari uang tambahan untuk biaya kebutuhan sehari-hari. Sementara, buat mendapatkan pendapatan kotor per hari sekitar Rp500 ribu, setidaknya para sopir harus bekerja selama 12 jam.

Bagaimana dengan para sopir yang memakai kendaraan dari jasa rental?

Rata-rata biaya sewa mobil untuk jasa taksi online seperti di Jakarta sebesar Rp180 ribu/hari. Ini belum termasuk bensin yang harus terisi penuh saat mobil dikembalikan. Simulasinya: jika sehari si sopir mendapatkan uang kotor Rp500 ribu, uang itu dipotong biaya sewa Rp180 ribu termasuk mengisi bensin dan buat uang makan sekitar Rp200 ribu. Sisanya, mereka membawa pulang Rp120 ribu/hari.

Menurut Benny, maksimal dalam 12 jam di jalanan Jakarta, kebanyakan sopir taksi online hanya mampu mengambil 12 aplikasi penumpang. Bila mereka harus ambil pesanan mengantar penumpang jarak jauh, agak sulit buat mencapai 12 aplikasi penumpang dalam sehari. Faktornya, penumpang jarak jauh selain memakan waktu, ia belum tentu membawa penumpang baru ke arah tujuan yang sama saat kembali. Misal dari Jakarta ke Bogor kemudian balik lagi ke Jakarta.

“Kalau jauh, kadang suka enggak bawa aplikasi lagi. Sudah kemakan waktu buat nyari aplikasi lagi di Jakarta,” kata Benny.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam